Surah Al-Baqarah, ayat 190 dan 191, merupakan salah satu bagian penting dalam Al-Qur'an yang memberikan panduan mengenai peperangan dan hubungan dengan musuh. Ayat-ayat ini seringkali menjadi bahan diskusi dan kajian mendalam, mengingat sensitivitas topik yang dibahas. Pemahaman yang benar terhadap konteks historis dan makna linguistiknya sangatlah krusial agar tidak terjadi salah tafsir yang dapat berujung pada pandangan yang keliru tentang Islam.
Ayat 190 dari Surah Al-Baqarah berbunyi:
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa umat Islam diperintahkan untuk berperang hanya melawan mereka yang memulai permusuhan. Ini adalah sebuah prinsip fundamental dalam konsep jihad dalam Islam, yaitu sebagai bentuk pertahanan diri dan penegakan keadilan. Perang tidak boleh menjadi tujuan itu sendiri, melainkan sebuah respons terhadap agresi.
Lebih lanjut, ayat ini juga memberikan peringatan keras mengenai batasan dalam berperang. Frasa "janganlah kamu melampaui batas" merujuk pada larangan untuk melakukan kekejaman, membunuh wanita, anak-anak, orang tua, atau siapa pun yang tidak ikut berperang, serta larangan merusak tanaman, menebang pohon, atau melakukan tindakan yang merusak lingkungan secara tidak perlu. Prinsip ini menegaskan bahwa keadilan dan kemanusiaan harus tetap terjaga, bahkan di medan perang sekalipun.
Melanjutkan konteks tersebut, ayat 191 dari Surah Al-Baqarah memberikan gambaran lebih lanjut mengenai sikap dan tindakan yang harus diambil:
Ayat ini memberikan izin untuk melawan dan mengusir musuh yang telah memerangi dan mengusir kaum Muslimin. Konteks historis saat ayat ini turun adalah ketika umat Islam di Mekkah mengalami penganiayaan dan pengusiran oleh kaum Quraisy. Oleh karena itu, ayat ini dipahami sebagai izin untuk melakukan perlawanan yang setimpal, termasuk mengusir mereka dari tempat yang sebelumnya telah direbut dari kaum Muslimin.
Penting untuk dicatat frasa "fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan". Fitnah di sini tidak hanya berarti ucapan bohong, tetapi juga segala bentuk gangguan, penindasan, dan penyiksaan yang bertujuan untuk menjauhkan manusia dari kebenaran dan ajaran agama. Konteks pengusiran dan persekusi yang dialami kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk fitnah yang sangat merusak, bahkan lebih parah dampaknya daripada hilangnya nyawa.
Selain itu, ayat ini juga menekankan sebuah larangan spesifik untuk tidak memulai peperangan di Masjidil Haram, kecuali jika musuh yang memulainya terlebih dahulu di tempat suci tersebut. Hal ini menunjukkan betapa Islam sangat menghormati tempat-tempat ibadah dan tidak mengizinkan permusuhan serta pertumpahan darah di dalamnya, kecuali dalam kondisi terpaksa sebagai respons terhadap agresi.
Memahami ayat Al-Baqarah 190-191 bukan hanya sekadar mempelajari sejarah perang di masa lalu. Ayat-ayat ini mengandung prinsip-prinsip universal yang tetap relevan hingga kini. Konsep jihad sebagai pembelaan diri dan penegakan keadilan adalah inti yang harus dipahami. Islam menolak agresi tanpa alasan, namun memberikan hak bagi umatnya untuk membela diri ketika diserang.
Larangan melampaui batas memberikan pelajaran penting bahwa kemenangan tidak boleh diraih dengan cara-cara yang tidak beradab atau melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Keadilan, belas kasih, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia tetap menjadi prioritas, bahkan dalam situasi konflik paling sengit sekalipun.
Dalam konteks modern, pemahaman ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek, mulai dari pertahanan negara, penyelesaian konflik internasional, hingga penegakan hukum. Prinsip tidak melakukan agresi dan tidak melampaui batas adalah pelajaran berharga bagi negara-negara di dunia untuk senantiasa mengedepankan diplomasi, dialog, dan solusi damai, serta tidak menggunakan kekerasan kecuali dalam kondisi terpaksa untuk melindungi diri dari ancaman nyata.
Dengan demikian, Al-Baqarah 190-191 mengajarkan sebuah keseimbangan yang halus antara keberanian dalam membela kebenaran dan kewajiban untuk menjaga batas-batas moral dan etika. Ini adalah panduan bagi umat Islam untuk menjadi individu yang kuat dalam menghadapi kezaliman, namun tetap memiliki hati yang luhur dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.