Dalam samudera ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat suci yang menjadi mercusuar petunjuk bagi umat manusia. Salah satu di antaranya adalah Surat Ali Imran ayat 102, sebuah panggilan agung yang menekankan pentingnya ketakwaan kepada Allah SWT. Ayat ini bukan sekadar seruan, melainkan sebuah instruksi mendalam mengenai bagaimana seorang Muslim seharusnya menjalani hidupnya untuk meraih ridha Ilahi.
Ayat 102 dari Surat Ali Imran berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan menyerahkan diri (kepada-Nya)."
Makna dari ayat ini sangatlah fundamental. "Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa" bukanlah sekadar perintah untuk takut kepada Allah, tetapi lebih dalam lagi, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesadaran, kehati-hatian, dan ketaatan yang paripurna. Ini mencakup kepatuhan yang tulus, bukan hanya lahiriah, tetapi juga batiniah. Ketakwaan yang sejati lahir dari keyakinan yang mendalam akan kebesaran Allah, pengawasan-Nya yang meliputi segala sesuatu, dan perhitungan amal di akhirat kelak.
Implementasi ketakwaan yang sebenar-benarnya menuntut seorang mukmin untuk senantiasa mengintrospeksi diri. Ia harus menjaga lisannya dari perkataan dusta, menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan, menjaga tangannya dari mengambil hak orang lain, dan menjaga hatinya dari segala penyakit seperti riya (pamer), ujub (sombong), dan dengki. Ini adalah sebuah perjuangan berkelanjutan yang memerlukan kesabaran dan istiqamah.
Lebih lanjut, ayat ini juga mengingatkan kita akan pentingnya akhir kehidupan. "Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan menyerahkan diri (kepada-Nya)." Frasa "menyerahkan diri" di sini merujuk pada kondisi husnul khatimah, yaitu kematian dalam keadaan beriman dan dalam ketaatan kepada Allah. Ini adalah tujuan akhir yang didambakan oleh setiap Muslim. Untuk mencapai kondisi ini, dibutuhkan persiapan sejak dini. Persiapan tersebut meliputi senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan, memperbanyak zikir, membaca Al-Qur'an, berpuasa, bersedekah, serta berbakti kepada orang tua dan sesama. Dengan membiasakan diri berbuat kebaikan dan menjauhi maksiat, diharapkan saat malaikat maut menjemput, kita dalam keadaan yang diridhai Allah.
Mengapa ketakwaan begitu ditekankan dalam Islam? Ketakwaan adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Orang yang bertakwa akan mendapatkan pertolongan dari Allah di saat-saat sulit, akan diberikan jalan keluar dari setiap kesempitan, dan akan dilapangkan rezekinya. Allah SWT berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3:
"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."
Oleh karena itu, Surat Ali Imran ayat 102 menjadi pengingat yang sangat relevan bagi kita semua. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang seringkali melenakan, ayat ini mengajak kita untuk kembali merenungi hakikat keberadaan kita dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Ia mengajarkan bahwa keimanan yang kokoh harus diwujudkan dalam tindakan nyata berupa ketakwaan yang totalitas kepada Sang Pencipta.
Proses untuk mencapai ketakwaan yang sebenar-benarnya adalah sebuah perjalanan seumur hidup. Ini melibatkan pembelajaran yang tiada henti, pengamalan yang konsisten, dan permohonan pertolongan kepada Allah agar senantiasa diberi kekuatan untuk tetap berada di jalan-Nya. Mari kita jadikan ayat ini sebagai panduan utama dalam setiap langkah, agar hidup kita dipenuhi keberkahan dan kita wafat dalam keadaan yang paling mulia, yaitu dalam keadaan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.