Simbol petunjuk dan kisah para nabi.
Surat Al-Imran, surat ke-3 dalam Al-Qur'an, menyimpan banyak sekali mutiara hikmah dan petunjuk ilahi bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, rentang Al Imran 50 60 menonjol karena menceritakan kisah yang sangat penting, yaitu mengenai nubuwah (kenabian) Nabi Isa Al-Masih Alaihissalam dan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepadanya. Lebih dari sekadar narasi sejarah, ayat-ayat ini mengandung pelajaran mendalam tentang keesaan Allah, kebenaran ajaran para nabi, dan cara berinteraksi dengan ajaran agama secara bijaksana.
Ayat-ayat ini secara spesifik menggambarkan bagaimana Allah SWT memuliakan Nabi Isa AS dengan berbagai mukjizat. Dimulai dari firman Allah yang mengisahkan Isa Al-Masih berkata, "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu membawa hikmat dari Tuhan-ku, dan aku menciptakan untukmu dari tanah berbentuk burung; maka aku meniupnya, lalu ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari dalam kandungan dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati, dengan seizin Allah; dan aku memberi tahumu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda bagimu, jika kamu beriman." (QS. Al Imran: 49).
Mukjizat-mukjizat ini bukanlah bukti keilahian Nabi Isa AS, melainkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang menunjukkannya sebagai seorang nabi utusan-Nya. Menciptakan burung dari tanah, menyembuhkan penyakit yang sulit diobati, menghidupkan orang mati, dan mengetahui apa yang tersembunyi, semuanya adalah perbuatan yang hanya mampu dilakukan oleh Sang Pencipta. Kehendak dan izin Allah adalah kunci dari setiap mukjizat tersebut, menegaskan bahwa Nabi Isa AS adalah hamba Allah yang tunduk pada perintah-Nya.
Selanjutnya, ayat Al Imran 50 dan ayat-ayat setelahnya secara tegas menekankan ajaran tauhid, yaitu pengesaan Allah SWT. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia olehmu sekalian. Itulah jalan yang lurus." (QS. Al Imran: 51). Ini adalah inti dari risalah para nabi, termasuk Nabi Isa AS. Beliau tidak pernah mengajarkan untuk menyembah dirinya, melainkan mengajak kaumnya untuk menyembah Allah semata.
Rentang Al Imran 50 60 juga menyoroti bagaimana orang-orang terdahulu, termasuk kaum Nabi Isa AS, ada yang beriman dan ada pula yang menolak ajaran tauhid ini. Sikap menolak dan mendustakan kebenaran, terutama ketika itu bertentangan dengan hawa nafsu atau kepentingan duniawi, adalah perangai yang Allah peringatkan. Allah berfirman, "Maka tatkala merasakan azab-Ku, mereka berkata: 'Kami beriman kepada Allah saja, dan kami kafir kepada apa yang sebelumnya kami persekutukan dengan Allah'. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka melihat azab Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu rugilah orang-orang kafir." (QS. Al Imran: 85).
Pesan ini sangat relevan bagi kita di masa kini. Terkadang, kita juga dihadapkan pada pilihan antara kebenaran ilahi dan godaan duniawi. Memilih jalan Allah membutuhkan keteguhan hati, keberanian untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta keikhlasan dalam beribadah.
Surat Al-Imran, termasuk ayat Al Imran 50 60, secara umum menggambarkan interaksi antara nabi dengan kaumnya. Ada yang beriman dengan tulus, ada pula yang mengingkari. Kisah Nabi Isa AS adalah contoh bagaimana risalah yang dibawa oleh seorang nabi bisa menimbulkan dua reaksi yang berbeda. Allah menyebutkan dalam ayat 52, "Maka tatkala merasakan kedatangan Isa dari mereka, ia berkata: 'Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan) agama Allah?' Al-Hawariyyin (sahabat-sahabat setia) berkata: 'Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim'."
Di sisi lain, ada pula yang menolak dan bahkan merencanakan kejahatan terhadap nabi. Allah mengabadikan upaya penolakan tersebut, namun menegaskan bahwa rencana Allah adalah sebaik-baiknya rencana. "Dan orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pembalas." (QS. Al Imran: 54).
Dalam ayat Al Imran 60, Allah menekankan pentingnya mengikuti ajaran Nabi Isa AS dan bahwa kebenaran hakiki datang dari Allah. Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada pertentangan dalam ajaran para nabi yang hakiki. Semuanya bersumber dari satu Tuhan yang Esa. Ayat ini secara spesifik berbicara tentang hakikat Isa, yaitu bahwa ia adalah ciptaan Allah, sama seperti Adam. "Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah sama dengan (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian berfirman kepadanya: 'Jadilah kamu', lalu jadilah dia." (QS. Al Imran: 59).
Penegasan ini penting untuk meluruskan kesalahpahaman dan penyimpangan akidah yang mungkin timbul di kalangan umat. Dengan memahami ayat-ayat ini, kita diajak untuk memperkokoh keyakinan kita pada keesaan Allah, mengikuti jejak para nabi dengan ikhlas, dan senantiasa memohon pertolongan serta petunjuk-Nya dalam menjalani kehidupan.
Kajian terhadap Al Imran 50 60 bukan sekadar membaca teks, melainkan merenungkan esensi ajaran Islam. Ini adalah undangan untuk menjadi pribadi yang senantiasa berpegang teguh pada tauhid, menolak segala bentuk syirik, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Semoga Allah senantiasa membimbing kita di jalan yang lurus.