Sejarah Albania, atau yang dalam bahasa aslinya disebut Historia Shqiptare, adalah narasi yang kaya dan kompleks, membentang ribuan tahun dan membentuk identitas sebuah bangsa di persimpangan Eropa Tenggara. Terletak di Semenanjung Balkan, negeri ini telah menjadi saksi bisu dari berbagai peradaban, penaklukan, dan perjuangan untuk kemerdekaan yang membentuk lanskap budayanya yang unik hingga hari ini. Memahami sejarah Albania berarti menyelami akar-akar yang dalam dari tradisi, bahasa, dan semangat ketahanan yang mendefinisikan rakyat Albania.
Jejak-jejak sejarah Albania dapat ditelusuri kembali ke masa kuno, di mana wilayah ini dihuni oleh suku-suku Illyria. Bangsa Illyria adalah kelompok etno-linguistik Indo-Eropa yang mendiami sebagian besar Balkan Barat. Mereka memiliki budaya yang kaya, sistem sosial yang terorganisir, dan hubungan dagang yang luas dengan peradaban Mediterania lainnya, termasuk Yunani dan Romawi. Bukti arkeologis berupa sisa-sisa pemukiman, makam, dan artefak memberikan gambaran tentang kehidupan bangsa Illyria, yang dianggap sebagai leluhur utama bangsa Albania modern. Bahasa Albania sendiri diyakini memiliki akar dalam bahasa Illyria, meskipun perdebatan akademis masih terus berlanjut.
Kekuasaan Romawi mencapai wilayah Albania pada abad ke-2 SM, menandai periode panjang di bawah pengaruh kekaisaran. Romawi membangun jalan, kota, dan infrastruktur yang masih dapat ditemukan sisa-sisanya hingga kini. Setelah pembagian Kekaisaran Romawi, wilayah ini menjadi bagian dari Kekaisaran Bizantium yang berpusat di Konstantinopel. Periode Bizantium membawa pengaruh Kristen Ortodoks dan memperkaya budaya lokal dengan seni dan arsitektur Bizantium. Selama Abad Pertengahan, Albania sering menjadi medan pertempuran antara berbagai kekuatan, termasuk Bizantium, Bulgaria, Serbia, dan Norman. Meskipun sering berada di bawah kekuasaan asing, identitas lokal mulai menguat, terutama dengan munculnya tokoh-tokoh penting seperti Gjergj Kastrioti Skanderbeg.
Salah satu babak paling penting dalam Albania historia adalah periode kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) yang berlangsung selama hampir lima abad. Invasi Utsmaniyah dimulai pada abad ke-15 dan secara bertahap menaklukkan wilayah Albania. Meskipun banyak orang Albania memilih untuk memeluk Islam di bawah kekuasaan Utsmaniyah, identitas nasional dan agama Kristen tetap dipertahankan oleh sebagian besar populasi. Periode ini ditandai dengan pemberontakan lokal yang sporadis, tetapi perjuangan untuk kemerdekaan yang sesungguhnya baru menguat pada akhir abad ke-19.
Munculnya Gerakan Kebangkitan Nasional Albania (Rilindja Kombëtare) menjadi titik balik krusial. Dipimpin oleh para intelektual dan patriot, gerakan ini bertujuan untuk melestarikan bahasa, budaya, dan mempromosikan kesadaran nasional. Puncak dari perjuangan ini adalah Proklamasi Kemerdekaan Albania pada 28 November 1912, di Vlorë, di tengah gejolak Perang Balkan. Tokoh sentral dalam perjuangan ini adalah Gjergj Kastrioti Skanderbeg, seorang pahlawan abad ke-15 yang memimpin perlawanan gigih melawan invasi Utsmaniyah dan kini dihormati sebagai bapak bangsa Albania.
Setelah kemerdekaan, Albania mengalami periode instabilitas politik, termasuk pendudukan selama Perang Dunia I dan II. Pasca-Perang Dunia II, Albania memasuki era komunis yang panjang di bawah kepemimpinan Enver Hoxha. Rezim ini mengisolasi negara dari dunia luar dan menerapkan kebijakan yang sangat represif. Ekonomi terpusat, penindasan politik, dan ketegangan diplomatik menjadi ciri khas periode ini.
Runtuhnya komunisme di Eropa Timur pada akhir 1980-an juga berimbas pada Albania. Transisi menuju demokrasi dimulai pada awal 1990-an, meskipun diwarnai oleh tantangan ekonomi dan sosial yang signifikan. Albania kini berupaya mengintegrasikan diri ke dalam struktur Eropa, bergabung dengan NATO dan terus berupaya untuk menjadi anggota Uni Eropa. Sejarah panjangnya telah membentuk Albania menjadi negara yang unik, dengan warisan budaya yang kaya, semangat pantang menyerah, dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.