Setiap Muslim senantiasa memulai hari, aktivitas, dan tindakannya dengan pengakuan lisan yang penuh rasa syukur dan ketundukan. Salah satu untaian frasa yang paling mendasar dan agung dalam tradisi Islam adalah ucapan: "Alhamdulillahirobbil alamin washolatu wassalamu ala...". Frasa ini bukan sekadar rutinitas lisan, melainkan fondasi spiritual yang mengarahkan pandangan kita kepada Sang Pencipta dan pemimpin umat manusia.
Menggali Makna: Alhamdulillahirobbil Alamin
"Alhamdulillahirobbil alamin" adalah ayat pembuka dalam Surah Al-Fatihah, yang diyakini sebagai inti dari Al-Qur'an. Ketika kita mengucapkan frasa ini, kita sedang mengakui tiga hakikat utama. Pertama, Alhamdulillah (Segala puji hanya milik Allah), menegaskan bahwa segala bentuk pujian, syukur, dan kebaikan hakikatnya tertuju kepada Allah SWT. Pujian ini tidak mensyaratkan adanya timbal balik, melainkan lahir dari kesadaran akan keagungan-Nya.
Kedua, pemahaman terhadap Rabb. Kata Rabb memiliki spektrum makna yang sangat luas, mencakup Penguasa, Pemilik, Pendidik, Pemelihara, dan Pemberi kehidupan. Dengan menyebut Allah sebagai Rabb, kita mengakui bahwa Dia adalah sumber dari segala sumber daya dan regulasi alam semesta.
Ketiga, Al 'Alamin (semua alam). Ini mencakup tidak hanya alam manusia, jin, dan malaikat, tetapi juga seluruh eksistensi, dari galaksi terjauh hingga partikel terkecil. Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan alhamdulillahirobbil alamin, kita menyatakan syukur atas nafas yang kita hirup, keteraturan musim, hukum fisika, hingga keindahan alam raya—semua tunduk di bawah pemeliharaan Ilahi. Ini adalah pengakuan universalitas kekuasaan dan kasih sayang Allah.
Kelanjutan Penghormatan: Wassholatu Wassalamu Ala
Setelah menegaskan puji syukur kepada Sang Pencipta, tradisi Islam yang mulia dilanjutkan dengan ungkapan penghormatan dan doa kepada Rasulullah Muhammad SAW, biasanya berlanjut dengan ungkapan "washolatu wassalamu ala". Frasa ini secara harfiah berarti "dan rahmat serta salam (semoga tercurah) atas...".
Keterkaitan antara memuji Allah dan bersalawat kepada Rasulullah adalah hubungan simbiotik dalam tauhid. Allah SWT memerintahkan umat-Nya dalam Al-Qur'an untuk bershalawat kepada Nabi, yang menunjukkan bahwa meneladani dan menghormati beliau adalah bagian integral dari ketaatan kepada-Nya. Dengan bershalawat, kita memohonkan rahmat (shalawat dari Allah) dan kedamaian (salam) atas Nabi Muhammad, utusan terakhir yang membawa risalah penyempurnaan ajaran.
Mengapa Urutan Ini Penting?
Urutan ini membentuk sebuah kerangka spiritual yang logis. Pertama, kita harus mengakui dan menyembah Pemilik segala sesuatu (Alhamdulillahirobbil alamin). Setelah pondasi tauhid ini kokoh, barulah kita meneladani dan menghormati perantara rahmat terbesar-Nya kepada kita, yaitu Nabi Muhammad SAW (washolatu wassalamu ala).
Bagi seorang Muslim, memulai hari dengan rangkaian kalimat ini membantu menjaga orientasi batin. Di tengah hiruk pikuk duniawi, frasa ini berfungsi sebagai jangkar, mengingatkan bahwa segala urusan, kesulitan, atau keberhasilan hanyalah sementara, sementara rahmat Allah dan keteladanan Rasul-Nya adalah abadi. Praktik ini menumbuhkan kerendahan hati (tawadhu') karena menyadari kelemahan diri sebagai hamba yang membutuhkan pemeliharaan (Rabb) dan bimbingan (Nabi).
Oleh karena itu, pengucapan alhamdulillahirobbil alamin washolatu wassalamu ala bukanlah sekadar basa-basi agama, melainkan sebuah deklarasi keimanan yang komprehensif—pengakuan totalitas atas kekuasaan Allah dan penerimaan total atas risalah yang dibawa oleh utusan-Nya. Ini adalah kunci untuk menjalani hidup yang penuh berkah dan kedamaian, baik di dunia maupun di akhirat.