Dalam lautan hikmah yang terkandung dalam Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang memberikan panduan berharga bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi rujukan dalam memahami konsep keseimbangan dan keadilan adalah Surah Ali Imran ayat 109. Ayat ini secara ringkas namun mendalam menjelaskan posisi dan keutamaan kaum pertengahan dalam Islam. Ayat tersebut berbunyi:
"Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan."
Tafsir dari ayat ini sangat kaya, namun inti pesannya adalah menegaskan totalitas kekuasaan Allah SWT atas segala sesuatu. Tidak ada satupun yang lepas dari pandangan dan kendali-Nya, baik yang ada di alam semesta maupun di bumi. Penegasan ini memiliki implikasi penting, terutama ketika dikaitkan dengan konteks ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya dalam Surah Ali Imran, yang banyak membahas tentang perbedaan pandangan dan perselisihan antar kelompok, termasuk di kalangan Ahli Kitab.
Dalam konteks sosial dan keagamaan, seringkali muncul berbagai kelompok dengan pandangan, cara beribadah, atau bahkan interpretasi yang berbeda terhadap ajaran agama. Ali Imran 109, bersama dengan ayat-ayat lain di sekitarnya, mendorong umat Islam untuk mengambil sikap pertengahan. Sikap pertengahan ini bukanlah sikap abu-abu atau apatis, melainkan sikap yang berpegang teguh pada kebenaran, namun tetap bersikap adil, toleran, dan bijaksana terhadap perbedaan.
Konsep "umat pertengahan" atau "umat pertengahan" (ummatan wasathan) dalam Al-Qur'an, seperti yang dijelaskan dalam ayat lain (Surah Al-Baqarah ayat 143), menggambarkan umat yang memiliki keseimbangan, keadilan, dan menjadi saksi bagi umat lain. Dalam konteks Ali Imran 109, makna pertengahan ini bisa diartikan sebagai:
Ayat Ali Imran 109 memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan modern. Di tengah arus informasi yang begitu deras, serta keragaman pandangan yang semakin terbuka, penting bagi setiap Muslim untuk memegang teguh prinsip kebenaran dengan cara yang moderat. Kaum pertengahan adalah mereka yang mampu menyaring informasi, membedakan mana yang benar dan salah, serta menyikapi perbedaan pendapat dengan lapang dada tanpa mengorbankan prinsip dasar keislaman.
Dalam menghadapi polemik keagamaan, dialog antar umat beragama, atau bahkan dinamika sosial politik, sikap pertengahan menjadi sangat krusial. Ini berarti mampu melihat segala sesuatu dari perspektif yang luas, memahami akar masalah, dan mencari solusi yang membawa kebaikan bagi semua pihak, sambil senantiasa menyandarkan segala urusan kepada Allah SWT. Keyakinan bahwa segala sesuatu kembali kepada-Nya memberikan ketenangan dan kekuatan untuk bersikap adil dan bijaksana.
Dengan memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam Ali Imran 109, umat Islam diharapkan dapat menjadi pribadi yang berintegritas, memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, dan menjadi teladan dalam menyikapi keragaman dunia. Keseimbangan dan keadilan adalah jalan menuju kemuliaan dunia dan akhirat, sebuah amanah yang Allah titipkan kepada hamba-Nya yang beriman.