Dalam lautan hikmah yang terkandung dalam Al-Qur'an, setiap ayat membawa pesan tersendiri bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi perbincangan dan kajian mendalam adalah Surah Ali Imran ayat 28. Ayat ini tidak hanya sekadar lafaz yang dibaca, melainkan sebuah panduan fundamental mengenai sikap seorang mukmin sejati dalam berinteraksi dengan dunia dan sesama, terutama terkait dengan hubungan antara keimanan dan duniawi.
Surah Ali Imran ayat 28 berbunyi:
(Arab-Latin: Laa yattakhidhil mu'minuunal kafiriina awliyaa'a min duunil mu'miniin. Wa man yaf'al dzaalika falaysa minallaahi fii syai'in illaa an tattaquu minhum tuqaatan. Wa yuhadhirukumullahu nafsah. Wa ilallohil mashir.)
Artinya:
Inti dari Ali Imran 28 adalah sebuah perintah tegas dari Allah SWT agar kaum mukmin tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai teman kepercayaan (awliyaa') yang didekati secara istimewa, melebihi kaum mukmin lainnya. Kata awliyaa' di sini memiliki makna yang luas, mencakup teman dekat, pelindung, atau orang yang memberikan loyalitas dan kepercayaan penuh. Ini bukan berarti larangan mutlak untuk berinteraksi secara sosial atau melakukan muamalah yang bersifat umum. Namun, penekanan utamanya adalah pada aspek loyalitas dan pengambilan keputusan strategis.
Ketika seorang mukmin memilih untuk sangat dekat dan percaya kepada orang kafir melebihi saudaranya sesama mukmin, hal ini dapat mengindikasikan adanya pergeseran loyalitas. Hal ini bisa berujung pada terpengaruhnya akidah, tercederainya nilai-nilai Islam, bahkan potensi pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip keimanan. Alasan utamanya adalah perbedaan mendasar dalam keyakinan, nilai, dan tujuan hidup antara mukmin dan kafir. Mukmin berpegang teguh pada tauhid, sementara kafir menyekutukan Allah atau mengingkari kebenaran-Nya.
Namun, Allah SWT adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ayat ini juga memberikan pengecualian yang sangat penting, yaitu frasa "kecuali (karena) untuk melindungi diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka" (illa an tattaquu minhum tuqaatan). Pengecualian ini dikenal sebagai taqiyah. Taqiyah bukanlah kebohongan atau pengkhianatan yang disengaja, melainkan sebuah bentuk perlindungan diri yang dibenarkan dalam kondisi darurat ketika keselamatan jiwa, harta, atau kehormatan terancam oleh pihak yang memusuhi.
Dalam konteks taqiyah, seorang mukmin boleh menunjukkan sikap yang berbeda dari keyakinannya untuk sementara waktu demi menyelamatkan diri dari bahaya yang nyata dan tidak terhindarkan. Ini adalah rukhsah (kemudahan) dari Allah, bukan keharusan untuk melakukan kemunafikan. Syaratnya adalah adanya ancaman yang kuat dan bukti yang jelas bahwa tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan cara tersebut.
Bagian akhir ayat ini memberikan peringatan keras: "Barangsiapa berbuat demikian, maka (lanjutannya) ia tidak akan memperoleh perlindungan dari Allah, selain (karena) untuk melindungi diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka." Ini menunjukkan konsekuensi serius bagi mereka yang secara sengaja mengabaikan perintah ini tanpa alasan taqiyah. Mereka akan kehilangan perlindungan ilahi. Ini bukan berarti Allah meninggalkan mereka sepenuhnya, tetapi lebih kepada terputusnya hubungan spiritual dan dukungan langsung dari-Nya akibat pelanggaran perintah-Nya yang fundamental.
Ayat ini juga diakhiri dengan pengingat akan kebesaran Allah dan bahwa hanya kepada-Nya tempat kembali. Hal ini menekankan pentingnya menjadikan Allah sebagai acuan utama dalam segala tindakan dan keputusan, serta kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Pelajaran dari Ali Imran 28 tetap sangat relevan di era modern ini. Dalam dunia yang semakin terhubung, di mana batas-batas negara semakin kabur, dan berbagai ideologi serta keyakinan saling berinteraksi, umat Islam perlu memiliki pemahaman yang kuat tentang ayat ini. Ini bukan tentang isolasi sosial, melainkan tentang menjaga identitas keislaman, tidak larut dalam gaya hidup atau nilai-nilai yang bertentangan dengan syariat, serta tidak memberikan loyalitas penuh kepada pihak yang jelas-jelas memusuhi atau merendahkan agama Islam.
Penting untuk membedakan antara hubungan profesional, kerja sama yang bersifat netral, dan persahabatan yang berujung pada pergeseran prinsip. Umat Islam diajak untuk bijak dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan, memprioritaskan persaudaraan sesama mukmin, dan senantiasa berpegang teguh pada tali akidah, seraya tetap bersikap adil dan berbuat baik kepada sesama manusia sesuai tuntunan agama.
Dengan memahami dan merenungkan makna Surah Ali Imran ayat 28, diharapkan setiap mukmin dapat memperkuat benteng keimanannya, menjaga kesucian akidahnya, dan senantiasa menjadikan Allah SWT sebagai pelindung dan tujuan akhir dari setiap langkah hidupnya.