Simbol sederhana keesaan dan keagungan Allah.
Surah Ali Imran ayat 59 merupakan salah satu ayat yang memiliki kedalaman makna luar biasa dalam Al-Qur'an. Ayat ini seringkali disandingkan dengan keajaiban penciptaan Adam Al-Masih, namun lebih dari itu, ayat ini berbicara tentang keesaan mutlak Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Sang Pencipta segala sesuatu. Pesan utamanya adalah penegasan bahwa tidak ada satupun entitas yang patut disembah selain Allah, Dzat Yang Maha Esa, Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ayat ini menjadi landasan kokoh bagi seluruh ajaran tauhid dalam Islam.
Ayat ini turun sebagai respons terhadap argumen sebagian kaum Nasrani yang mengangkat Nabi Isa Al-Masih sebagai anak Tuhan. Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui ayat ini menampik keras anggapan tersebut dengan menjelaskan bagaimana penciptaan Nabi Isa Al-Masih tidak berbeda jauh dengan penciptaan Adam Al-Masih. Keduanya, meskipun memiliki keistimewaan masing-masing, adalah ciptaan Allah yang sempurna. Hal ini menegaskan kembali konsep tauhid yang murni, yaitu hanya Allah yang memiliki kekuasaan penciptaan, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dalam konteks ayat 59, Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, 'Jadilah!' maka jadilah dia." (QS. Ali Imran: 59). Perbandingan ini sangatlah telak. Adam diciptakan dari tanah, tanpa ayah dan ibu. Ini adalah bukti nyata kekuasaan Allah yang luar biasa. Kemudian, Allah menciptakan Isa Al-Masih dari rahim Maryam, tanpa melalui proses biologis yang lazim antara laki-laki dan perempuan. Ini pun adalah mukjizat yang hanya bisa terjadi atas kehendak Allah.
Dengan mensejajarkan penciptaan keduanya, Allah ingin mengajarkan bahwa keajaiban yang terjadi pada penciptaan Isa tidak serta-merta menjadikan beliau sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Keajaiban itu justru merupakan bukti kemahakuasaan Sang Pencipta. Jika penciptaan Adam yang lebih "tanpa sebab" saja tidak menjadikan tanah sebagai Tuhan, maka penciptaan Isa yang memiliki ibu tidak sepatutnya menjadi alasan untuk menyekutukan Allah. Argumen ini sangat logis dan membongkar kesalahpahaman yang terjadi pada masa itu, serta tetap relevan sebagai pengingat bagi umat manusia untuk senantiasa berpegang teguh pada konsep tauhid.
Lebih dari sekadar perdebatan teologis, Ali Imran 59 adalah seruan abadi untuk mengesakan Allah dalam segala aspek kehidupan. Keesaan Allah bukan hanya berarti meyakini hanya ada satu Tuhan, tetapi juga mengakui segala sifat kesempurnaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan kehendak-Nya. Ini berarti bahwa hanya Allah yang berhak disembah, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan, dan hanya pada ajaran-Nya kita bergantung.
Ayat ini juga mengingatkan kita untuk selalu menggunakan akal sehat dan ilmu pengetahuan dalam memahami ajaran agama. Allah tidak menciptakan manusia dalam kebingungan, melainkan dengan petunjuk yang jelas. Perdebatan mengenai sifat ketuhanan Isa seharusnya diselesaikan dengan merujuk pada dalil-dalil yang sahih, bukan berdasarkan emosi atau tradisi yang keliru. Dengan merenungi ayat ini, seorang Muslim diperkuat imannya pada keesaan Allah dan termotivasi untuk selalu taat pada segala perintah-Nya. Pemahaman yang benar tentang tauhid akan menjadi benteng terkuat dari segala bentuk kesyirikan dan penyimpangan akidah.
Meskipun fokus utama ayat ini adalah tauhid, terdapat pula pesan implisit tentang keampunan Allah. Allah yang mampu menciptakan dari ketiadaan, tentu pula memiliki kekuasaan untuk mengampuni segala dosa hamba-Nya. Kisah penciptaan Adam dan Isa, sebagai bagian dari mukjizat Allah, menunjukkan betapa luasnya kekuasaan dan rahmat-Nya.
Bagi umat manusia, ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap kesalahan yang kita perbuat, sekecil apapun, akan dimintai pertanggungjawaban. Namun, dengan kebesaran dan kemurahan hati-Nya, Allah membuka pintu taubat lebar-lebar. Jika Allah yang Maha Kuasa bisa memberikan "kehidupan" pada Adam dari tanah dan membentuk Isa melalui cara yang luar biasa, maka tidak ada hal yang mustahil bagi-Nya untuk mengampuni hamba-Nya yang benar-benar menyesali kesalahannya dan berniat untuk tidak mengulanginya. Pemahaman ini memberikan harapan dan kekuatan bagi setiap Muslim untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, senantiasa dalam lindungan dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Surah Ali Imran ayat 59 adalah permata hikmah yang mengajarkan tentang esensi tauhid, keesaan mutlak Allah sebagai Sang Pencipta. Perbandingan penciptaan Adam dan Isa adalah argumen ilahi yang kuat untuk menolak segala bentuk syirik dan menyekutukan Allah. Ayat ini mendorong kita untuk merenungi keagungan Sang Pencipta, memperkuat keyakinan kita pada keesaan-Nya, serta menjadikan kesadaran akan kekuasaan dan rahmat-Nya sebagai motivasi untuk terus beribadah, bertaubat, dan memohon ampunan. Memahami dan mengamalkan pesan Ali Imran 59 adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.