I. Sakit Tenggorokan: Masalah Umum dengan Keputusan Pengobatan yang Kompleks
Sakit tenggorokan, atau faringitis, adalah salah satu keluhan kesehatan yang paling sering ditemui dalam praktik klinis primer. Sensasi nyeri, gatal, atau rasa terbakar di tenggorokan sering kali menyebabkan ketidaknyamanan signifikan dan dapat memengaruhi kemampuan menelan dan berbicara. Meskipun keluhan ini sangat umum, keputusan mengenai pengobatan—khususnya penggunaan antibiotik—memerlukan pertimbangan yang sangat hati-hati dan berbasis bukti.
Secara umum, mayoritas kasus sakit tenggorokan (diperkirakan 85% hingga 95% pada orang dewasa dan 70% pada anak-anak) disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi virus ini bersifat swasirna (self-limiting), yang berarti akan sembuh dengan sendirinya tanpa intervensi medis spesifik, termasuk antibiotik. Namun, sekitar 5% hingga 15% kasus dewasa dan 20% hingga 30% kasus anak-anak disebabkan oleh bakteri, paling sering oleh Streptococcus pyogenes (juga dikenal sebagai Grup A Beta-Hemolytic Streptococcus/GABHS, atau Strep tenggorokan).
Pemberian antibiotik yang tidak tepat pada kasus viral tidak hanya sia-sia, tetapi juga berkontribusi besar terhadap masalah kesehatan global yang mendesak: resistensi antibiotik. Oleh karena itu, membedakan secara akurat antara penyebab viral dan bakteri adalah langkah paling krusial dalam manajemen faringitis yang bertanggung jawab.
1.1. Perbedaan Mendasar Etiologi Faringitis
Memahami penyebab sakit tenggorokan sangat penting sebelum mempertimbangkan farmakologi. Tiga kategori utama penyebab faringitis adalah:
- Viral: Rhinovirus, Adenovirus, Influenza, Parainfluenza, Coronavirus, Epstein-Barr Virus (EBV, penyebab Mononukleosis). Gejala sering disertai flu, batuk, dan konjungtivitis.
- Bakteri: Paling dominan adalah GABHS. Lainnya termasuk Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae, meskipun jarang menjadi penyebab utama faringitis akut.
- Non-infeksi: Alergi, iritasi lingkungan (asap rokok, polusi), asam lambung naik (GERD), dan drainase post-nasal.
II. Mengidentifikasi Kebutuhan: Mengapa Hanya Strep Tenggorokan yang Memerlukan Antibiotik?
Antibiotik dirancang untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Mereka sama sekali tidak efektif melawan virus. Fokus utama pengobatan antibiotik untuk sakit tenggorokan adalah infeksi GABHS. Pengobatan GABHS bukan hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi yang lebih penting, untuk mencegah komplikasi serius yang dapat terjadi jika infeksi ini tidak ditangani, yaitu demam reumatik dan glomerulonefritis pasca-streptokokus.
2.1. Diagnosis Diferensial Klinis dan Skoring
Sayangnya, gejala klinis sering kali tumpang tindih. Faringitis Strep bisa menunjukkan gejala klasik (tenggorokan sangat merah, eksudat putih/kuning, demam, tidak ada batuk) atau gejala ringan yang menyerupai virus. Untuk mengatasi ambiguitas ini, profesional kesehatan menggunakan sistem skoring klinis untuk memperkirakan kemungkinan adanya Strep:
Skor Centor/McIsaac yang Dimodifikasi
Sistem skoring ini membantu memutuskan apakah pasien memerlukan tes laboratorium. Setiap poin diberikan untuk:
- C: Cough absence (Tidak adanya batuk): 1 poin. Batuk sangat mengindikasikan penyebab viral.
- E: Exudate (Eksudat/nanah pada tonsil): 1 poin.
- N: Nodes (Pembengkakan kelenjar getah bening servikal anterior yang nyeri): 1 poin.
- T: Temperature (Suhu tubuh >38°C): 1 poin.
- A: Age (Usia): Tambahan poin untuk usia 3–14 tahun (+1), tidak ada poin untuk 15–44 tahun (0), dan pengurangan poin untuk >45 tahun (-1).
Interpretasi: Skor 0-1 sangat kecil kemungkinannya Strep; Skor 2-3 memerlukan pengujian (Rapid Antigen Detection Test/RADT atau kultur); Skor 4+ memiliki probabilitas tinggi dan sering kali memerlukan pengobatan empiris atau pengujian segera.
2.2. Konfirmasi Laboratorium: Tes Cepat dan Kultur
Pedoman medis modern sangat menekankan perlunya konfirmasi Strep sebelum meresepkan antibiotik, terutama pada anak-anak:
- Tes Deteksi Antigen Cepat (RADT): Memberikan hasil dalam beberapa menit. Meskipun sangat spesifik (jika positif, berarti Strep), tes ini mungkin kurang sensitif (hasil negatif palsu bisa terjadi). Jika RADT positif, pengobatan dapat dimulai.
- Kultur Tenggorokan: Dianggap sebagai ‘standar emas’. Sampel usap tenggorokan ditanam dalam media. Hasil memakan waktu 24-48 jam. Kultur umumnya dilakukan jika RADT negatif pada anak-anak, karena risiko demam reumatik pada anak lebih tinggi.
III. Pilihan Antibiotik untuk Streptokokus Grup A (GABHS)
Setelah diagnosis Strep tenggorokan dikonfirmasi, tujuannya adalah membasmi bakteri sepenuhnya. Ini memerlukan antibiotik yang efektif, aman, dan memiliki kepatuhan dosis yang baik untuk memastikan seluruh populasi bakteri terbunuh dan komplikasi dicegah. Waktu pengobatan ideal adalah dalam 9 hari pertama onset gejala.
3.1. Penicillin dan Amoxicillin: Lini Pertama yang Tidak Tergantikan
Penicillin tetap menjadi pilihan utama (lini pertama) untuk pengobatan Strep tenggorokan di seluruh dunia, karena dua alasan utama:
- Efektivitas Mutlak: Hingga saat ini, GABHS belum mengembangkan resistensi klinis terhadap Penicillin.
- Biaya dan Spektrum Sempit: Penicillin murah, aman, dan memiliki spektrum aktivitas yang sempit, yang meminimalkan kerusakan pada mikrobiota normal tubuh dan mengurangi risiko resistensi terhadap bakteri lain.
3.1.1. Penicillin V Kalium
Diberikan secara oral. Regimen standar adalah 10 hari penuh. Kunci keberhasilan terletak pada kepatuhan pasien untuk menyelesaikan seluruh dosis. Penicillin bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel bakteri, suatu proses yang dikenal sebagai penghambatan transpeptidase.
Dosis dan Durasi: Biasanya diberikan dua hingga empat kali sehari selama 10 hari. Durasi 10 hari sangat krusial; bahkan jika gejala membaik dalam 3-4 hari, pasien harus terus mengonsumsi obat hingga hari ke-10 untuk memastikan eradikasi total dan perlindungan terhadap demam reumatik.
3.1.2. Amoxicillin
Amoxicillin adalah turunan penicillin yang memiliki spektrum sedikit lebih luas namun sering disukai pada anak-anak karena rasanya yang lebih enak dan dapat diberikan dosis yang lebih jarang (biasanya dua kali sehari). Amoxicillin dianggap sama efektifnya dengan Penicillin V Kalium untuk Strep.
Perbandingan Kepatuhan: Karena Amoxicillin hanya perlu diminum dua kali sehari, kepatuhan pasien (terutama pada anak-anak dan remaja yang mungkin lupa dosis tengah hari) cenderung lebih tinggi dibandingkan Penicillin V yang diminum empat kali sehari.
3.1.3. Penicillin G Benzathin (Intramuskular)
Untuk pasien yang diragukan kepatuhannya terhadap obat oral, dosis tunggal injeksi Penicillin G Benzathin dapat diberikan. Meskipun menyakitkan, injeksi ini menjamin konsentrasi obat yang memadai selama 10 hari, yang merupakan pilihan yang sangat efektif untuk memastikan pencegahan demam reumatik.
3.2. Alternatif untuk Pasien Alergi Penicillin
Alergi terhadap Penicillin adalah perhatian serius. Jika pasien memiliki riwayat alergi yang serius (tipe I hipersensitivitas, anafilaksis), alternatif non-beta-laktam harus digunakan. Jika alergi ringan (ruam non-urtikaria), Cephalosporin generasi pertama mungkin masih dapat digunakan.
3.2.1. Macrolides (Erythromycin, Azithromycin, Clarithromycin)
Macrolides adalah lini kedua utama bagi pasien yang alergi Penicillin. Mereka bekerja dengan mengganggu sintesis protein bakteri.
- Azithromycin: Sangat populer karena regimennya yang singkat (biasanya 5 hari). Namun, penggunaan Azithromycin harus bijak karena Strep dapat mengembangkan resistensi terhadap kelompok obat ini. Tingkat resistensi macrolide terhadap GABHS bervariasi antar wilayah geografis, tetapi peningkatannya menjadi perhatian.
- Erythromycin: Merupakan macrolide tradisional, namun sering menyebabkan masalah gastrointestinal yang signifikan (mual, diare), mengurangi kepatuhan pasien.
3.2.2. Cephalosporin (Cefalexin, Cefadroxil)
Cephalosporin (generasi pertama) adalah pilihan yang sangat efektif. Ada sedikit risiko alergi silang antara Penicillin dan Cephalosporin (sekitar 2-5%), sehingga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan alergi Penicillin parah. Cephalosporin umumnya menawarkan tingkat eradikasi Strep yang lebih tinggi dibandingkan Penicillin dan sering diresepkan selama 5 hingga 10 hari.
3.2.3. Clindamycin
Clindamycin adalah pilihan untuk kasus di mana Strep telah resisten terhadap Macrolides. Namun, penggunaan Clindamycin dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari infeksi Clostridium difficile (C. diff) yang berpotensi fatal, sehingga biasanya dicadangkan untuk kasus sulit.
Penting: Durasi Pengobatan
Terlepas dari antibiotik yang dipilih (kecuali Azithromycin yang 5 hari), durasi pengobatan standar adalah 10 hari penuh. Pemberhentian obat lebih awal adalah penyebab utama kegagalan pengobatan dan peningkatan risiko komplikasi, serta memicu seleksi bakteri yang resisten.
IV. Konsekuensi Penggunaan Antibiotik yang Tidak Perlu
Keputusan untuk meresepkan antibiotik harus selalu mempertimbangkan potensi bahaya jangka pendek dan jangka panjang. Ketika antibiotik digunakan untuk infeksi viral (di mana mereka tidak memberikan manfaat), mereka tetap memengaruhi seluruh ekosistem bakteri dalam tubuh pasien, yang menyebabkan konsekuensi serius.
4.1. Ancaman Global: Resistensi Antibiotik (Antimicrobial Resistance - AMR)
Resistensi adalah proses evolusi alami di mana bakteri mengembangkan mekanisme pertahanan untuk bertahan hidup dari obat yang seharusnya membunuhnya. Penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak tepat mempercepat seleksi alam ini, menciptakan ‘superbugs’ yang sulit atau mustahil diobati. Sakit tenggorokan viral adalah pemicu utama pemberian antibiotik yang tidak perlu di seluruh dunia, secara langsung berkontribusi pada krisis AMR.
4.2. Efek Samping dan Gangguan Mikrobiota
Antibiotik tidak hanya menyerang patogen target, tetapi juga bakteri baik yang hidup di usus, kulit, dan saluran pernapasan. Gangguan pada mikrobiota usus, yang dikenal sebagai disbiosis, dapat menyebabkan:
- Diare terkait Antibiotik: Umum terjadi, mulai dari ringan hingga parah.
- Infeksi C. difficile (C. diff): Dalam kasus yang parah, eliminasi bakteri usus yang sehat memungkinkan spora C. difficile (yang resisten terhadap banyak antibiotik) tumbuh tak terkendali, menyebabkan kolitis berat yang berpotensi mengancam jiwa.
- Infeksi Jamur: Hilangnya persaingan dari bakteri baik dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan, seperti kandidiasis oral (sariawan) atau vaginal.
4.3. Reaksi Hipersensitivitas dan Alergi
Setiap pemberian antibiotik membawa risiko reaksi alergi, mulai dari ruam kulit ringan hingga reaksi anafilaksis yang parah dan mengancam jiwa. Walaupun jarang, risiko ini hanya dapat dibenarkan jika manfaat pengobatan Strep yang terkonfirmasi melebihi potensi bahaya.
V. Manajemen Sakit Tenggorokan Viral: Fokus pada Perawatan Simptomatik
Karena sebagian besar sakit tenggorokan bersifat viral, manajemen fokus pada peredaan gejala, hidrasi, dan istirahat. Tujuan utamanya adalah membuat pasien senyaman mungkin sampai sistem kekebalan tubuh membersihkan virus secara alami.
5.1. Analgesik dan Anti-inflamasi
Obat-obatan non-steroid anti-inflamasi (NSAID) dan asetaminofen (parasetamol) adalah andalan dalam meredakan nyeri dan demam terkait faringitis, baik viral maupun bakteri. Mereka membantu mengurangi peradangan lokal pada faring.
- Ibuprofen: Efektif sebagai anti-inflamasi dan pereda nyeri. Dapat mengurangi pembengkakan tenggorokan.
- Asetaminofen (Parasetamol): Pilihan yang baik untuk demam dan nyeri, terutama pada pasien yang tidak dapat mengonsumsi NSAID.
5.2. Agen Anestesi Topikal dan Demulsen
Produk yang bekerja langsung di tenggorokan dapat memberikan bantuan sementara yang signifikan.
- Tablet Isap (Lozenges): Mengandung bahan seperti mentol, benzocaine, atau dyclonine. Hisapan lozenges juga merangsang produksi air liur, yang bertindak sebagai demulsen (zat yang menenangkan).
- Semprotan Tenggorokan: Mengandung anestesi lokal (seperti fenol atau benzocaine) untuk mematikan rasa sakit.
5.3. Perawatan Mandiri dan Hidrasi
Perawatan di rumah memainkan peran penting dalam pemulihan, membantu mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul karena kesulitan menelan.
- Berkumur dengan Air Garam Hangat: Ini adalah perawatan rumahan klasik yang membantu menarik kelembaban dari jaringan yang meradang, mengurangi pembengkakan dan menghilangkan lendir kental.
- Cairan dan Kelembaban: Minum banyak cairan hangat (teh dengan madu, kaldu) atau dingin (es loli) dapat menenangkan tenggorokan. Udara lembap, melalui penggunaan humidifier, dapat membantu mengatasi kekeringan tenggorokan.
- Istirahat Suara dan Tubuh: Meminimalkan penggunaan suara dan mendapatkan tidur yang cukup mendukung respons imun tubuh.
Penggunaan Madu: Madu telah terbukti memiliki sifat antibakteri ringan dan anti-inflamasi serta merupakan pereda batuk alami. Madu sangat berguna untuk menenangkan iritasi tenggorokan, tetapi tidak boleh diberikan kepada anak di bawah usia satu tahun karena risiko botulisme.
VI. Pertimbangan Khusus pada Populasi Tertentu
Keputusan pengobatan antibiotik untuk sakit tenggorokan harus disesuaikan dengan status kesehatan pasien, usia, dan kondisi yang mendasarinya.
6.1. Anak-anak dan Remaja
Anak-anak adalah kelompok risiko tertinggi untuk Strep tenggorokan dan komplikasi demam reumatik. Oleh karena itu, diagnosis pada anak-anak harus ditangani dengan sangat serius, dan pengujian Strep (RADT dan/atau kultur) sangat dianjurkan. Tidak ada pengobatan empiris (tanpa tes) yang direkomendasikan pada anak-anak jika akses ke pengujian tersedia.
Pilihan Obat Anak: Amoxicillin lebih disukai daripada Penicillin V karena kepatuhan dosis yang lebih mudah dan rasa yang lebih dapat diterima. Penting untuk memastikan anak menyelesaikan dosis 10 hari penuh.
6.2. Ibu Hamil
Sakit tenggorokan pada ibu hamil harus dievaluasi untuk Strep. Meskipun demam reumatik jarang terjadi pada orang dewasa, pengobatan GABHS diperlukan. Pilihan antibiotik harus yang paling aman untuk janin.
Pilihan Obat Kehamilan: Penicillin dan Amoxicillin adalah obat kategori B (dianggap aman). Jika ada alergi, Azithromycin atau Cephalosporin sering digunakan. Tetrasiklin dan Quinolon harus dihindari sama sekali.
6.3. Pasien Imunokompromi
Pasien dengan kondisi imunokompromi (misalnya, HIV, pasien kemoterapi, transplantasi organ) mungkin memiliki gejala yang lebih parah atau memerlukan pengobatan yang lebih agresif. Faringitis pada kelompok ini memerlukan evaluasi yang cepat, dan ambang batas untuk melakukan pengujian bakteri atau viral mungkin lebih rendah.
6.4. Kasus Faringitis Kronis atau Berulang
Sakit tenggorokan berulang, terutama Strep yang berulang, memerlukan evaluasi lebih lanjut. Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi termasuk:
- Kegagalan Kepatuhan: Pasien tidak menyelesaikan seluruh dosis antibiotik 10 hari pada episode sebelumnya.
- Pembawa (Carrier) GABHS: Beberapa orang mungkin menjadi pembawa asimtomatik GABHS. Kondisi pembawa ini jarang menyebabkan demam reumatik, dan umumnya tidak memerlukan antibiotik, kecuali dalam situasi tertentu (misalnya, wabah di sekolah).
- Infeksi Serentak: Co-infeksi dengan bakteri lain atau virus yang menyamarkan kegagalan eradikasi Strep.
Pada kasus Strep berulang yang terdokumentasi, dokter mungkin beralih ke agen lini kedua yang lebih kuat seperti Clindamycin atau Cephalosporin generasi kedua atau ketiga, atau mempertimbangkan tonsilektomi jika frekuensi infeksi sangat mengganggu kualitas hidup.
VII. Kapan Sakit Tenggorokan Menjadi Kondisi Darurat? (Red Flags)
Meskipun sebagian besar kasus faringitis bersifat jinak, beberapa gejala mengindikasikan infeksi parah atau komplikasi yang memerlukan perhatian medis segera dan mungkin intervensi antibiotik atau bedah darurat.
7.1. Komplikasi Infeksi Bakteri (GABHS)
Tujuan utama pemberian antibiotik adalah mencegah komplikasi ini:
- Demam Reumatik Akut (DRA): Komplikasi autoimun yang menyerang jantung (menyebabkan penyakit katup jantung permanen), sendi, kulit, dan otak. Ini adalah alasan terpenting mengapa Strep harus diobati.
- Glomerulonefritis Pasca-Streptokokus (PSGN): Komplikasi ginjal. Berbeda dengan DRA, PSGN tidak selalu dapat dicegah dengan pengobatan antibiotik dini, tetapi pengobatan tetap dianjurkan.
- Abses Peritonsil (Quinsy): Kumpulan nanah di belakang tonsil, yang menyebabkan nyeri parah, kesulitan menelan (disfagia), dan suara ‘hot potato’ (suara teredam). Memerlukan drainase segera dan antibiotik intravena.
- Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS): Infeksi invasif Strep yang parah, langka, tetapi mengancam jiwa.
7.2. Gejala yang Membutuhkan Perhatian Medis Segera
Jika pasien mengalami gejala berikut, mereka harus segera mencari pertolongan medis:
- Kesulitan Bernapas (Dispnea): Tanda obstruksi saluran napas.
- Kesulitan Parah Menelan (Ketidakmampuan menelan air liur): Mungkin mengindikasikan abses besar atau epiglotitis.
- Pembengkakan Leher yang Cepat: Terutama jika terjadi ketidaksimetrisan (misalnya, hanya satu sisi yang sangat bengkak).
- Kekakuan Leher (Torticollis) atau Trismus (Kekakuan rahang): Bisa menjadi tanda infeksi dalam (ruang parafaringeal).
- Kondisi Demam yang Berkepanjangan: Demam tinggi yang berlangsung lebih dari 3-4 hari meskipun pengobatan simptomatik.
Dalam situasi darurat seperti abses peritonsil atau epiglotitis (meskipun epiglotitis lebih sering disebabkan oleh Haemophilus influenzae, bukan Strep), antibiotik spektrum luas intravena akan segera diberikan untuk menstabilkan kondisi pasien sebelum hasil kultur tersedia.
VIII. Ringkasan Strategi Pengobatan yang Bertanggung Jawab
Manajemen faringitis yang bertanggung jawab adalah keseimbangan antara pencegahan komplikasi serius GABHS dan kewaspadaan terhadap ancaman resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik untuk sakit tenggorokan hanya dibenarkan jika ada bukti konklusif infeksi Streptococcus pyogenes.
8.1. Prinsip Utama Pengambilan Keputusan
- Jangan Asumsi: Sakit tenggorokan TIDAK sama dengan Strep tenggorokan. Asumsi ini adalah penyebab utama penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
- Uji Sebelum Obati: Gunakan skor klinis (Centor/McIsaac) untuk menilai probabilitas, dan gunakan tes laboratorium (RADT atau kultur) untuk konfirmasi diagnosis bakteri, terutama pada anak-anak dan remaja.
- Durasi Penuh: Jika Strep positif, selalu lengkapi seluruh kursus antibiotik (umumnya 10 hari) untuk memastikan eradikasi total dan pencegahan demam reumatik, bahkan jika gejala menghilang lebih cepat.
- Prioritaskan Lini Pertama: Penicillin atau Amoxicillin adalah pilihan ideal karena spektrum sempitnya dan efektivitas berkelanjutan terhadap GABHS.
- Edukasi Pasien: Edukasi publik sangat penting. Pasien harus memahami bahwa obat untuk infeksi viral adalah istirahat dan pereda nyeri, bukan antibiotik.
Dengan menerapkan pendekatan yang disiplin dalam pengujian diagnostik, profesional kesehatan dapat melindungi pasien dari risiko komplikasi Strep sekaligus mempertahankan efikasi antibiotik sebagai aset kesehatan masyarakat yang tak ternilai harganya.
Di luar penanganan akut, investasi dalam kebersihan tangan yang baik, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit, dan praktik batuk dan bersin yang benar adalah lini pertahanan pertama terhadap penyebaran faringitis, baik viral maupun bakteri. Upaya kolektif ini adalah kunci untuk mengurangi insidensi penyakit dan, pada gilirannya, mengurangi permintaan yang tidak tepat terhadap antibiotik.
IX. Ekspansi Farmakodinamik dan Farmakokinetik Antibiotik Pilihan
Untuk memahami mengapa Penicillin tetap menjadi pilihan superior, penting untuk meninjau mekanisme kerjanya secara mendalam dan bagaimana obat ini berinteraksi dengan GABHS.
9.1. Mekanisme Kerja Beta-Laktam (Penicillin dan Amoxicillin)
Penicillin dan Amoxicillin termasuk dalam kelas Beta-Laktam. Inti molekul mereka adalah cincin beta-laktam yang rentan terhadap hidrolisis oleh enzim Beta-Laktamase (yang diproduksi oleh banyak bakteri lain, tetapi tidak oleh GABHS).
9.1.1. Menargetkan Sintesis Dinding Sel
Bakteri, termasuk GABHS, memiliki dinding sel yang kuat yang terdiri dari rantai peptidoglikan. Untuk membangun dinding ini, bakteri menggunakan enzim yang disebut Protein Pengikat Penicillin (PBP), yang berfungsi sebagai transpeptidase. PBP bertanggung jawab untuk melakukan ‘cross-linking’ (penyambungan silang) rantai peptidoglikan.
Penicillin bekerja sebagai ‘analogi’ struktur D-Ala-D-Ala yang merupakan substrat alami PBP. Ketika Penicillin terikat secara kovalen pada PBP, ia secara permanen menonaktifkan enzim tersebut. Tanpa PBP yang berfungsi, bakteri tidak dapat menyelesaikan pembentukan dinding sel. Karena dinding sel adalah struktur osmotik yang penting, kerusakan ini menyebabkan lisis (pecahnya) bakteri dan kematian sel. Ini adalah mekanisme bakterisida (membunuh bakteri) yang sangat efektif.
9.1.2. Mengapa GABHS Tetap Sensitif?
Tidak seperti Staphylococcus aureus atau bakteri Gram-negatif, GABHS hingga saat ini belum mengembangkan PBP yang bermutasi yang mengurangi afinitas terhadap Penicillin. Selain itu, GABHS tidak menghasilkan Beta-Laktamase yang signifikan. Kedua faktor ini memastikan bahwa Penicillin tetap menjadi senjata yang sangat ampuh dan dapat diandalkan melawan Strep tenggorokan, membenarkan statusnya sebagai lini pertama.
9.2. Profil Farmakokinetik yang Relevan
Farmakokinetik (bagaimana tubuh memproses obat) sangat penting untuk memastikan eradikasi total, terutama dalam konteks pencegahan demam reumatik.
- Waktu di Atas Konsentrasi Hambat Minimum (T>MIC): Penicillin adalah antibiotik yang bergantung pada waktu (time-dependent killing). Keefektifannya tidak bergantung pada konsentrasi puncak yang sangat tinggi, melainkan pada durasi di mana konsentrasi obat dalam darah tetap di atas Konsentrasi Hambat Minimum (MIC) yang dibutuhkan untuk membunuh Strep. Regimen dosis 10 hari dirancang untuk mempertahankan T>MIC yang memadai untuk menghancurkan semua bakteri.
- Bioavailabilitas Amoxicillin: Amoxicillin memiliki bioavailabilitas oral yang lebih unggul dibandingkan Penicillin V, yang berarti lebih banyak obat yang diserap ke dalam aliran darah. Ini berkontribusi pada pemberian dosis yang lebih nyaman (dua kali sehari) tanpa mengurangi efikasi.
9.3. Pertimbangan Resistensi Macrolide
Ketika Macrolides (seperti Azithromycin) digunakan sebagai lini kedua, perhatian terhadap resistensi sangat tinggi. Mekanisme resistensi pada GABHS terhadap Macrolides melibatkan perubahan pada situs target obat (ribosom). Mekanisme utama adalah melalui gen erm (erythromycin ribosome methylase) yang mengubah situs pengikatan pada ribosom 50S, mencegah macrolide berikatan.
Implikasi Klinis: Karena resistensi Macrolide semakin umum (terutama di Asia dan Eropa Selatan), penggunaannya harus dicadangkan untuk pasien yang benar-benar alergi terhadap Beta-Laktam. Tes kerentanan harus dipertimbangkan jika ada kegagalan pengobatan Macrolide. Dalam banyak kasus, Cephalosporin yang lebih aman secara ekologis (karena GABHS tidak resisten terhadapnya) menjadi pilihan yang lebih baik daripada Macrolides.
X. Tantangan Diagnosis dan Masalah Kultur Negatif
Keputusan klinis terkadang diperumit oleh hasil yang ambigu atau kondisi lain yang meniru Strep tenggorokan.
10.1. Faringitis Viral dengan Eksudat
Eksudat (lapisan putih atau nanah pada tonsil) sering dianggap sebagai tanda pasti infeksi bakteri, namun ini tidak selalu benar. Infeksi virus seperti Mononukleosis (disebabkan oleh EBV) sering menyebabkan faringitis parah dengan eksudat masif, demam, dan limfadenopati. Pemberian Amoxicillin pada pasien dengan Mononukleosis sering menyebabkan ruam kulit yang menyebar (ruam ampicillin/amoxicillin), yang dapat disalahartikan sebagai alergi Penicillin sejati, padahal itu adalah reaksi obat yang umum pada konteks Mononukleosis. Jika Mononukleosis dicurigai (terutama pada remaja dengan gejala kelelahan, limfadenopati umum), pengujian heterophile antibody (Monospot) harus dipertimbangkan.
10.2. Ketika Kultur GABHS Negatif
Meskipun hasil tes cepat dan kultur adalah 'standar emas', ada situasi di mana gejala Strep muncul tetapi hasilnya negatif. Hal ini bisa terjadi karena:
- Pengambilan Sampel yang Buruk: Sampel usap tenggorokan tidak cukup mengusap tonsil dan dinding faring posterior.
- Pengobatan Dini: Pasien mungkin sudah mengonsumsi antibiotik yang dibeli bebas atau sisa, yang menekan pertumbuhan bakteri saat pengujian.
- Penyebab Bakteri Lain: Jarang, faringitis dapat disebabkan oleh bakteri non-GABHS seperti Arcanobacterium haemolyticum atau Neisseria gonorrhoeae (Faringitis Gonokokal), yang memerlukan pengobatan berbeda dan pengujian spesifik.
10.3. Pertimbangan pada Pembawa Asimtomatik
Sekitar 5% hingga 20% anak usia sekolah dapat menjadi pembawa GABHS. Ini berarti bakteri hadir di tenggorokan mereka tanpa menimbulkan penyakit atau respons imun yang signifikan. Jika anak-anak ini mengalami sakit tenggorokan akibat virus (misalnya, flu biasa), tes Strep mereka mungkin positif (karena mereka adalah pembawa), meskipun gejala mereka disebabkan oleh virus. Situasi ini dikenal sebagai ‘Strep positif palsu’ atau ‘infeksi ganda’.
Pedoman Klinis: Pada umumnya, pembawa Strep tidak memerlukan antibiotik, karena risiko demam reumatik sangat rendah, dan pengobatan hanya akan meningkatkan risiko resistensi. Pengobatan pada pembawa hanya dipertimbangkan jika terjadi epidemi demam reumatik lokal, atau jika pasien akan menjalani operasi tonsilektomi.
XI. Pencegahan Faringitis dan Mengurangi Kebutuhan Antibiotik
Mencegah infeksi faringitis, terutama infeksi yang disebabkan oleh Strep, adalah strategi terbaik untuk mengurangi kebutuhan intervensi antibiotik.
11.1. Higiene yang Ketat
GABHS menyebar melalui tetesan pernapasan (droplet) dari orang ke orang. Prinsip pencegahan infeksi yang ketat adalah kunci.
- Mencuci Tangan: Sering dan menyeluruh, terutama setelah batuk, bersin, dan sebelum makan.
- Etika Batuk/Bersin: Menutup mulut dan hidung dengan siku atau tisu, bukan tangan.
- Isolasi: Jika seseorang didiagnosis Strep, mereka harus menjauh dari sekolah atau pekerjaan sampai mereka bebas demam dan telah minum antibiotik selama setidaknya 24 jam (pada titik ini mereka tidak lagi menular).
11.2. Pengelolaan Lingkungan Keluarga
Jika satu anggota keluarga menderita Strep tenggorokan, potensi penularan kepada anggota serumah lainnya cukup tinggi. Meskipun skrining rutin seluruh keluarga jarang direkomendasikan, penting untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala pada kontak erat.
Penggantian Sikat Gigi: Setelah 24-48 jam memulai antibiotik, sikat gigi, mainan yang masuk ke mulut, dan dot harus diganti atau didisinfeksi untuk mencegah reinfeksi, meskipun peran fomites (benda mati) dalam penularan Strep masih diperdebatkan.
XII. Penutup: Penggunaan Antibiotik yang Rasional
Dalam menghadapi keluhan sakit tenggorokan, baik pasien maupun penyedia layanan kesehatan harus mengadopsi mentalitas rasional terhadap antibiotik. Setiap pemberian resep harus didasarkan pada konfirmasi bakteriologis, dan bukan hanya pada gejala klinis, demi menjaga keberlangsungan efektivitas Penicillin, yang merupakan salah satu antibiotik paling penting dalam sejarah kedokteran.
Keputusan untuk menahan antibiotik pada kasus viral bukanlah kegagalan pengobatan, melainkan praktik medis yang bijaksana dan protektif terhadap kesehatan individu dan masyarakat global dari ancaman resistensi antimikroba.