Memahami langkah-langkah Indosat Ooredoo Hutchison dalam memajukan teknologi jaringan generasi kelima di Nusantara.
Kedatangan teknologi 5G di Indonesia menandai sebuah lompatan signifikan dalam infrastruktur digital nasional. Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), sebagai salah satu pemain utama di sektor telekomunikasi, memegang peranan krusial dalam adopsi dan perluasan jaringan generasi kelima ini. Pengembangan 5G bukan sekadar peningkatan kecepatan unduh, melainkan transformasi fundamental yang memungkinkan munculnya berbagai aplikasi canggih, mulai dari Internet of Things (IoT) yang masif, kendaraan otonom, hingga bedah jarak jauh dengan latensi ultra-rendah.
Fokus utama implementasi 5G Indosat saat ini adalah pada area-area strategis yang memiliki kepadatan aktivitas ekonomi dan kebutuhan bandwidth tinggi. Strategi ini dikenal sebagai initial commercial deployment, di mana Indosat menargetkan titik-titik vital terlebih dahulu sebelum merambah ke wilayah yang lebih luas. Pemilihan area ini didasarkan pada kesiapan infrastruktur, ketersediaan spektrum frekuensi, dan permintaan pasar yang spesifik. Keberhasilan ekspansi 5G Indosat akan sangat bergantung pada sinergi antara kebijakan pemerintah, investasi infrastruktur, dan kesiapan ekosistem perangkat pengguna.
Untuk memahami dampak area 5G Indosat, penting untuk meninjau kembali apa yang membedakan 5G dari pendahulunya, 4G LTE. Jaringan 5G dirancang tidak hanya untuk kecepatan puncak yang mencapai puluhan Gbps, tetapi juga untuk tiga pilar utama yang mendefinisikan kemampuannya: Enhanced Mobile Broadband (eMBB), Ultra-Reliable Low Latency Communications (uRLLC), dan Massive Machine Type Communications (mMTC). Dalam konteks Indosat, ini berarti jaringan yang lebih cerdas, lebih efisien, dan mampu menampung miliaran perangkat secara simultan.
Ilustrasi jangkauan jaringan 5G Indosat yang optimal, menekankan peningkatan kepadatan dan jangkauan sinyal.
Salah satu hambatan utama dalam perluasan area 5G Indosat adalah alokasi spektrum yang optimal. 5G memanfaatkan tiga pita frekuensi utama: Low-band (di bawah 1 GHz, jangkauan luas), Mid-band (1-6 GHz, keseimbangan antara kecepatan dan jangkauan), dan High-band (mmWave, kecepatan sangat tinggi, jangkauan pendek). Indosat, dalam fase awal deployment, sangat bergantung pada frekuensi Mid-band yang dimilikinya, sering kali melalui teknik dynamic spectrum sharing (DSS) pada pita frekuensi eksisting.
Penggunaan frekuensi 2.3 GHz, yang sering menjadi pilihan awal operator di Indonesia, memungkinkan Indosat untuk segera meluncurkan layanan 5G di area-area yang sudah padat. Namun, untuk mencapai performa puncak 5G (latensi minimal dan kecepatan multi-Gbps), akuisisi spektrum tambahan di pita yang lebih tinggi sangat penting. Diskusi regulasi mengenai ketersediaan pita 3.5 GHz dan bahkan potensi mmWave (seperti 26 GHz atau 28 GHz) akan menjadi penentu seberapa cepat Indosat dapat memperluas kapabilitas 5G di area-area baru.
Strategi deployment 5G Indosat bersifat terfokus dan bertahap. Area 5G Indosat tidak tersebar merata seperti 4G, melainkan dititikberatkan pada kluster-kluster ekonomi penting. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan Return on Investment (ROI) dengan melayani segmen korporat, kawasan industri, dan pusat populasi yang memiliki daya beli tinggi terhadap layanan data premium.
Pada fase pertama peluncuran komersial, Indosat fokus pada metropolitan besar dan kawasan industri yang menjadi motor penggerak ekonomi. Identifikasi area-area ini didasarkan pada studi kelayakan infrastruktur dan permintaan bisnis yang sudah ada. Setiap kota memiliki strategi penempatan yang sedikit berbeda, disesuaikan dengan karakteristik geografis dan urbanistiknya.
Jakarta, sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, menjadi area 5G Indosat yang paling padat dan kompleks. Deployment di Jakarta berfokus pada Central Business District (CBD) seperti Sudirman, Thamrin, dan Kuningan, serta kawasan-kawasan teknologi seperti Kebayoran Baru dan Jakarta Barat. Di area ini, fokusnya adalah eMBB dan uRLLC, melayani kebutuhan perkantoran, pusat data, dan pengguna seluler premium. Tantangan di Jakarta meliputi kepadatan bangunan yang tinggi, yang memerlukan implementasi Small Cells (sel kecil) secara ekstensif untuk menjaga kualitas sinyal dan kapasitas jaringan 5G.
Surabaya mewakili pusat ekonomi Indonesia Timur. Area 5G Indosat di Surabaya difokuskan pada pusat kota, kawasan kampus besar (yang menuntut bandwidth tinggi untuk riset dan edukasi), dan terutama pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik dan sekitarnya. Di sini, 5G mulai diuji coba untuk logistik pintar (smart logistics) dan otomasi pelabuhan, memanfaatkan keunggulan latensi rendah untuk sistem monitoring real-time.
Penyebaran di Jawa Timur juga mencakup beberapa kota satelit yang memiliki potensi industri, seperti Malang dan Sidoarjo. Indosat memastikan bahwa koneksi 5G di koridor utama Surabaya-Malang memiliki stabilitas tinggi untuk mendukung mobilitas data pengguna yang sering bepergian di jalur tersebut.
Bandung, dengan fokus pada industri kreatif dan pendidikan tinggi, memiliki kebutuhan 5G yang spesifik. Area 5G Indosat di Bandung menargetkan pusat-pusat teknologi (seperti kawasan Dago dan ITB), di mana pengembang perangkat lunak, game developer, dan startup sangat bergantung pada kecepatan data tinggi dan latensi rendah. Penerapan 5G di Bandung seringkali bersifat 'laboratorium' bagi Indosat untuk menguji coba use case baru sebelum diperluas ke kota lain.
Aspek penting dari deployment di Bandung adalah optimalisasi kapasitas jaringan di area padat populasi muda, memastikan bahwa pengalaman streaming, konferensi video, dan gaming online mencapai standar 5G penuh.
Makassar menjadi pintu gerbang penting di Indonesia Timur. Strategi Indosat di Makassar adalah memastikan bahwa kawasan bisnis utamanya dan Pelabuhan Makassar mendapatkan prioritas 5G. Penggunaan 5G di pelabuhan sangat vital untuk integrasi sistem otomatisasi derek dan manajemen kargo berbasis AI. Area 5G Indosat di sini berfungsi sebagai pendorong efisiensi logistik regional, sebuah use case yang menunjukkan manfaat nyata uRLLC.
Setelah fase awal deployment di kota-kota Tier 1, Indosat berencana memperluas area 5G ke kota-kota Tier 2 dan kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Ekspansi ini akan didukung oleh modernisasi besar-besaran terhadap infrastruktur yang sudah ada, khususnya dengan mengganti peralatan lama dan memperkuat jaringan backhaul fiber optik.
Bali, sebagai destinasi pariwisata global, menjadi target penting untuk showcase teknologi 5G. Area 5G Indosat di Bali tidak hanya melayani eMBB untuk turis, tetapi juga memungkinkan pengembangan Smart Tourism, seperti pemantauan lingkungan real-time, augmented reality (AR) untuk pengalaman wisata, dan pengamanan berbasis video resolusi tinggi. Zona prioritas meliputi kawasan Nusa Dua, Kuta, dan bandara internasional.
Medan, sebagai salah satu pusat perdagangan di Sumatera, memerlukan kapabilitas 5G untuk mendukung pertumbuhan sektor jasa dan industri. Fokus deployment di Medan akan meliputi kawasan industri Kuala Tanjung dan pusat kota, memastikan bahwa konektivitas data kecepatan tinggi tersedia bagi perusahaan yang beroperasi lintas batas internasional.
Area 5G Indosat menargetkan KEK di luar Jawa, seperti Mandalika, Batam, dan Likupang. Dalam KEK, 5G seringkali diterapkan sebagai Jaringan Khusus (Private Network) untuk menjamin kualitas layanan yang sangat terisolasi dari jaringan publik, mendukung kebutuhan operasional pabrik atau fasilitas penelitian yang sensitif terhadap latensi.
Pendekatan klaster di KEK ini memastikan bahwa investasi 5G menghasilkan dampak ekonomi langsung, sejalan dengan visi pemerintah untuk pemerataan pembangunan digital yang didorong oleh teknologi mutakhir.
Representasi klustering area 5G Indosat di Indonesia, menargetkan pusat-pusat ekonomi vital.
Jaringan 5G tidak dapat berdiri sendiri. Kecepatan dan latensi rendah yang dijanjikan 5G sangat bergantung pada pondasi infrastruktur yang kuat. Bagi Indosat, ini berarti investasi besar-besaran dalam fiberisasi, modernisasi backhaul, dan implementasi arsitektur jaringan yang canggih.
Setiap BTS 5G, terutama di area padat seperti Jakarta dan Surabaya, membutuhkan koneksi backhaul yang mampu mengalirkan data hingga 10 Gbps atau lebih. Oleh karena itu, semua area 5G Indosat harus didukung oleh jaringan fiber optik yang terintegrasi. Indosat terus melakukan ekspansi fiberisasi, menggantikan microwave link lama dengan fiber optik untuk menghilangkan hambatan kapasitas (bottleneck) di sisi transmisi.
Fiberisasi ini juga memungkinkan pemanfaatan teknologi fronthaul dan midhaul, yang krusial untuk arsitektur 5G yang lebih terdistribusi seperti Cloud-RAN (C-RAN). Tanpa fiber yang memadai, kecepatan 5G yang tinggi di udara akan sia-sia karena tertahan di stasiun BTS.
Peluncuran awal 5G Indosat di sebagian besar area komersial menggunakan arsitektur Non-Standalone (NSA). Dalam NSA, inti jaringan (Core Network) masih berbasis 4G (EPC), sementara BTS 5G (gNB) hanya berfungsi sebagai lapisan data tambahan. Ini memungkinkan deployment yang lebih cepat karena memanfaatkan infrastruktur inti yang sudah ada.
Namun, untuk mencapai latensi ultra-rendah (uRLLC) dan koneksi massive IoT (mMTC), Indosat secara bertahap harus bermigrasi ke arsitektur Standalone (SA). SA menggunakan Core Network 5G yang murni berbasis cloud (virtualisasi), yang dikenal sebagai 5GC. Migrasi ke SA ini menjadi kunci untuk membuka potensi penuh 5G di area-area industri dan kritis yang menjadi target utama Indosat.
Di area-area yang memerlukan uRLLC, seperti kawasan pabrik pintar atau pelabuhan otomatis, jaringan SA Indosat menawarkan kemampuan Network Slicing. Network slicing memungkinkan operator untuk menciptakan 'iris-irisan' jaringan virtual yang terisolasi, di mana setiap irisan didedikasikan untuk jenis layanan tertentu (misalnya, satu irisan untuk IoT berkapasitas tinggi, dan irisan lain untuk komunikasi latensi rendah). Ini adalah game-changer untuk layanan korporat premium di area 5G Indosat.
Untuk meningkatkan kapasitas di area urban padat, Indosat menerapkan teknologi Massive Multiple-Input Multiple-Output (Massive MIMO). Massive MIMO menggunakan array antena yang besar pada BTS untuk mengirim dan menerima data dari banyak pengguna secara simultan pada spektrum frekuensi yang sama. Ini secara dramatis meningkatkan kapasitas jaringan di area 5G Indosat yang sangat ramai seperti pusat perbelanjaan atau stadion.
Massive MIMO, dikombinasikan dengan teknik Beamforming (di mana energi sinyal diarahkan secara spesifik ke perangkat pengguna), memastikan bahwa sinyal yang dikirimkan efisien dan mengurangi interferensi, menghasilkan kecepatan dan keandalan yang superior bagi pengguna 5G Indosat.
Diagram alur data 5G yang sangat bergantung pada konektivitas fiber optik (garis biru solid) menuju inti jaringan (Core Network).
Penyebaran area 5G Indosat tidak hanya ditujukan untuk pasar ritel, tetapi jauh lebih penting adalah untuk mendorong transformasi digital sektor B2B (Business-to-Business). Kapabilitas 5G membuka peluang baru di berbagai sektor yang sebelumnya terhambat oleh keterbatasan jaringan 4G.
Kawasan industri yang telah menjadi area 5G Indosat, seperti di Karawang, Cikarang, dan Gresik, mulai mengadopsi konsep Industri 4.0. Koneksi 5G memungkinkan:
Di area 5G Indosat yang padat seperti Jakarta dan Surabaya, pengembangan kesehatan cerdas menjadi prioritas. Latensi rendah 5G memungkinkan bedah jarak jauh (tele-surgery) atau diagnosis berbasis video resolusi 8K yang memerlukan bandwidth stabil. Selain itu, mMTC mendukung pemantauan pasien secara masif melalui wearable devices dan sensor-sensor vital yang terhubung ke rumah sakit tanpa membebani jaringan 4G.
Di Bandung, Denpasar, dan Jakarta, area 5G Indosat menjadi tulang punggung implementasi kota cerdas. Ini mencakup manajemen lalu lintas real-time, sensor kualitas udara, sistem pengawasan video yang terdistribusi, dan lampu jalan pintar. Semua aplikasi ini memerlukan jaringan yang dapat menangani volume data tinggi dari ribuan titik sensor (mMTC) secara simultan, yang hanya bisa difasilitasi oleh arsitektur 5G yang efisien.
Untuk konsumen ritel di area 5G Indosat, dampak yang paling terasa adalah pada sektor hiburan. Peningkatan eMBB mendukung streaming video 4K/8K, pengalaman cloud gaming tanpa lag (yang sangat sensitif terhadap latensi), dan adopsi luas teknologi Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) yang membutuhkan kapasitas data masif secara instan.
Para pengembang konten dan kreator di pusat-pusat kreatif (seperti Bandung dan Yogyakarta, yang mulai menjadi target ekspansi) mendapatkan manfaat dari kecepatan unggah (upload speed) 5G yang jauh lebih tinggi, mempercepat proses kolaborasi dan distribusi file berukuran besar secara signifikan.
Meskipun potensi 5G sangat besar, pengalaman pengguna aktual (User Experience/UX) di area 5G Indosat masih dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk ketersediaan perangkat, kepadatan pengguna, dan tantangan operasional yang dihadapi operator.
Pengalaman optimal di area 5G Indosat hanya bisa dinikmati oleh pengguna yang memiliki perangkat yang mendukung pita frekuensi 5G yang digunakan oleh Indosat. Meskipun adopsi smartphone 5G meningkat pesat, penetrasi secara keseluruhan masih jauh di bawah 4G. Indosat perlu terus mendorong ekosistem perangkat yang terjangkau dan kompatibel, termasuk perangkat IoT untuk segmen industri.
Di fase NSA, kecepatan unduh rata-rata yang dicapai pengguna Indosat di area 5G seringkali berkisar antara 300 Mbps hingga 800 Mbps, tergantung lokasi dan beban jaringan. Meskipun ini jauh di atas 4G, angka ini belum mencapai puncaknya (multi-Gbps) yang hanya mungkin diraih setelah transisi penuh ke 5G SA dan alokasi spektrum mmWave yang lebih luas. Pengguna di Jakarta Pusat cenderung mendapatkan kecepatan lebih tinggi daripada pengguna di pinggiran kota yang baru terjangkau 5G Indosat.
Salah satu tantangan terbesar dalam memperluas area 5G Indosat adalah keterbatasan spektrum. Indosat memerlukan blok spektrum frekuensi yang besar dan berdekatan (contiguous) untuk memberikan kapasitas 5G penuh. Ketersediaan pita 3.5 GHz dan penentuan nasib pita mmWave adalah isu regulasi yang sangat menentukan laju ekspansi. Proses refarming (penataan ulang) spektrum yang kompleks memerlukan koordinasi intensif dengan regulator.
Dalam implementasi awal 5G di pita 2.3 GHz, operator harus cermat menghindari interferensi dengan layanan komunikasi lain. Penggunaan DSS (Dynamic Spectrum Sharing) juga membawa tantangan tersendiri, di mana kualitas 4G dan 5G harus diimbangi agar tidak saling mengganggu, terutama di area-area transisi yang belum sepenuhnya 5G-ready.
BTS 5G, terutama yang menggunakan Massive MIMO, mengonsumsi daya listrik yang jauh lebih besar dibandingkan BTS 4G. Perluasan area 5G Indosat harus diimbangi dengan solusi efisiensi energi, seperti penggunaan BTS hemat daya dan integrasi sumber energi terbarukan di lokasi-lokasi terpencil. Biaya operasional yang tinggi (OPEX) menjadi faktor penghambat dalam mempercepat pemerataan 5G di luar kota-kota besar.
Setiap wilayah yang menjadi area 5G Indosat memiliki karakteristik unik yang menuntut strategi deployment yang berbeda. Analisis ini memperdalam bagaimana Indosat mengatasi tantangan lokal untuk mengoptimalkan layanan 5G.
Jakarta tidak homogen. Deployment 5G di sini dibagi menjadi tiga zona utama:
Area 5G Indosat di Jawa Barat (Cikarang, Karawang) dan Jawa Tengah (Semarang, Kendal) didominasi oleh permintaan B2B. Deployment di sini sering kali berupa Private 5G, di mana perusahaan besar menyewa atau memiliki sebagian spektrum Indosat di lokasi spesifik mereka. Keuntungan ini meliputi:
Ekspansi area 5G Indosat di pulau-pulau luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, menghadapi tantangan logistik dan geografis yang berbeda. Pemasangan infrastruktur fiber optik dan pengadaan backhaul di wilayah terpencil memerlukan biaya yang jauh lebih besar. Strategi yang diterapkan di sini adalah membangun 5G di pusat-pusat regional (hub) dan mengandalkan infrastruktur 4G yang kuat untuk koneksi jarak jauh. Pemanfaatan teknologi satelit untuk menghubungkan BTS 5G di lokasi sangat terpencil juga sedang dipertimbangkan sebagai solusi hibrid.
Makassar, sebagai contoh, dipandang sebagai hub kritis. Keberhasilan 5G di Makassar akan menjadi model replikasi untuk kota-kota besar lain di Indonesia Timur, menggunakan konektivitas 5G untuk menghubungkan simpul-simpul ekonomi maritim.
Pasca-merger, Indosat Ooredoo Hutchison memiliki keunggulan kompetitif dalam hal aset spektrum dan jangkauan menara yang lebih luas. Konsolidasi ini memungkinkan Indosat untuk melakukan refarming spektrum secara lebih efisien dan mengalokasikan pita frekuensi yang lebih optimal untuk 5G di berbagai area. Integrasi jaringan (Network Integration) dari kedua entitas perusahaan adalah prasyarat penting untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas area 5G Indosat secara nasional, memastikan pengalaman pengguna yang lebih seragam dan handal.
Jaringan 5G adalah fondasi yang akan menentukan peta jalan digital Indonesia dalam dekade mendatang. Indosat tidak hanya fokus pada penyebaran area 5G saat ini, tetapi juga telah memproyeksikan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan relevansi teknologi di masa depan, termasuk persiapan untuk generasi jaringan berikutnya.
Dalam lima tahun ke depan, diperkirakan miliaran perangkat IoT akan terhubung di Indonesia. Area 5G Indosat harus mampu mendukung pertumbuhan eksponensial ini melalui pilar mMTC. Proyeksi ini mencakup:
Untuk mencapai kecepatan puncak (Peak Rate) 5G, Indosat sangat memerlukan alokasi spektrum di pita frekuensi sangat tinggi, atau mmWave (26 GHz dan di atasnya). Meskipun mmWave memiliki jangkauan sangat pendek dan sangat sensitif terhadap hambatan fisik (hujan, tembok), kecepatannya sangat diperlukan untuk area-area seperti:
Masa depan 5G dan 6G Indosat terletak pada virtualisasi jaringan. Seluruh fungsi jaringan (radio, core, transmisi) akan didorong ke cloud, memungkinkan skalabilitas yang cepat dan alokasi sumber daya yang dinamis. Mobile Edge Computing (MEC) akan menjadi standar operasional di semua area 5G Indosat. Dengan MEC, server diletakkan lebih dekat ke pengguna akhir (di BTS atau di lokasi pelanggan korporat), mengurangi waktu tempuh data (latensi) secara drastis, yang sangat penting untuk aplikasi uRLLC.
Penerapan MEC secara luas akan memungkinkan Indosat menawarkan layanan yang sangat spesifik dan terpersonalisasi, misalnya, menyediakan cloud gaming server hanya beberapa kilometer dari rumah pelanggan, atau memproses data AI pabrik tanpa harus mengirimkannya ke pusat data utama di Jakarta.
Meskipun 5G masih dalam tahap awal deployment, pengembangan teknologi 6G telah dimulai secara global. Indosat, melalui riset dan pengembangan, sudah mulai memposisikan infrastrukturnya agar siap menghadapi evolusi ini. Kesiapan ini meliputi:
Dengan pertumbuhan area 5G Indosat dan meningkatnya volume data, isu kedaulatan data (data sovereignty) menjadi penting. Indosat harus memastikan bahwa data pengguna dan data bisnis yang mengalir melalui jaringan 5G diproses dan disimpan sesuai dengan regulasi Indonesia. Pengembangan infrastruktur Edge dan Core Network di dalam negeri menjadi kunci untuk memenuhi persyaratan keamanan dan kedaulatan data, sekaligus meningkatkan kinerja jaringan 5G secara keseluruhan.
Perjalanan Indosat dalam menggelar jaringan 5G adalah upaya monumental yang melibatkan koordinasi teknologi, investasi, dan regulasi yang rumit. Area 5G Indosat yang sudah tersedia saat ini merupakan titik awal yang strategis, dirancang untuk memberikan dampak maksimum pada sektor industri dan korporat, sebelum meluas secara masif ke segmen ritel.
Secara ringkas, strategi Indosat untuk area 5G meliputi:
Dampak integrasi 5G di area-area prioritas Indosat akan terasa pada peningkatan daya saing nasional. Konektivitas super cepat dan latensi rendah bukan lagi kemewahan, tetapi kebutuhan dasar untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital global. Area yang terjangkau 5G Indosat diproyeksikan akan mengalami peningkatan produktivitas, inovasi layanan publik, dan peluang investasi baru dalam teknologi canggih.
Pemerataan akses data berkualitas tinggi merupakan tantangan terbesar Indosat ke depan. Meskipun fokus awal adalah area urban padat, komitmen untuk memperluas area 5G ke wilayah Tier 2 dan Tier 3 harus terus dijaga, mungkin melalui skema kemitraan atau subsidi untuk pembangunan infrastruktur di daerah yang secara komersial kurang menarik.
Penggelaran area 5G Indosat adalah bagian integral dari akselerasi digital nasional Indonesia. Teknologi 5G akan memainkan peran penting dalam mendukung berbagai inisiatif pemerintah, mulai dari kesehatan digital, pendidikan jarak jauh, hingga infrastruktur pintar. Indosat berada di garis depan dalam mewujudkan janji revolusi 5G, mengubah cara berinteraksi, bekerja, dan berinovasi di seluruh nusantara.
Upaya Indosat dalam mengoptimalisasi jaringan 5G di area-area krusial ini memerlukan dukungan berkelanjutan dari semua pihak, termasuk pengguna akhir yang harus siap mengadopsi perangkat baru dan memahami potensi penuh dari konektivitas generasi kelima ini. Dengan strategi deployment yang matang dan fokus pada arsitektur SA, Indosat Ooredoo Hutchison siap memimpin Indonesia menuju masa depan yang sepenuhnya terhubung dan cerdas.
Analisis detail mengenai pemanfaatan frekuensi, tantangan operasional, dan peta jalan menuju teknologi generasi keenam menunjukkan komitmen jangka panjang Indosat untuk tidak hanya menyajikan kecepatan, tetapi juga menyediakan fondasi latensi rendah yang andal untuk inovasi yang belum terbayangkan sebelumnya. Setiap kota dan setiap area 5G Indosat yang diluncurkan adalah langkah maju dalam mewujudkan masyarakat digital yang berdaya saing global.
Penguatan infrastruktur backhaul fiber optik yang terintegrasi dengan teknologi Massive MIMO dan Network Slicing merupakan bukti bahwa Indosat mengambil pendekatan holistik dalam pembangunan 5G. Area 5G Indosat bukan sekadar penambahan sinyal, melainkan rekayasa ulang seluruh jaringan untuk kinerja maksimal.