Arteri Femoralis: Jantung Sirkulasi Ekstremitas Bawah

Arteri femoralis merupakan pembuluh darah krusial yang memainkan peran sentral dalam suplai darah ke seluruh ekstremitas bawah. Keberadaannya tidak hanya vital dari sudut pandang fisiologis, tetapi juga sangat signifikan dalam praktik klinis, terutama dalam prosedur intervensi kardiologi dan radiologi. Memahami anatomi, variasi, dan patologi yang melibatkan arteri femoralis adalah fundamental bagi setiap profesional medis.

Arteri femoralis, perpanjangan dari arteri iliaka eksterna, berfungsi sebagai gerbang utama sirkulasi dari panggul menuju tungkai. Lokasinya yang superfisial di daerah inguinalis menjadikannya titik akses favorit untuk berbagai prosedur kateterisasi diagnostik maupun terapeutik.

1. Anatomi Komprehensif Arteri Femoralis

Perjalanan arteri femoralis sangat panjang dan kompleks, melewati berbagai kompartemen muskular dan fasia. Pembuluh darah ini dimulai saat arteri iliaka eksterna melewati ligamentum inguinalis. Titik transisi ini sangat penting dan menjadi batas superior anatomis dari arteri femoralis.

1.1. Perjalanan dan Kompartemen

Setelah melewati ligamentum inguinalis, arteri femoralis memasuki trigonum femoralis (segitiga Scarpa). Di trigonum ini, arteri berada dalam fasia femoralis dan dikelilingi oleh struktur vital lainnya, membentuk suatu susunan neurovaskular yang terorganisir. Susunan dari lateral ke medial sering diingat dengan akronim VAN (Vena, Arteri, Nervus), meskipun susunan anatomis yang lebih tepat di area ini melibatkan saraf femoralis yang berada di luar selubung femoralis.

Dari trigonum femoralis, arteri terus berlanjut ke inferior, melalui kanalis aduktor (saluran Hunter). Kanalis aduktor adalah lorong fibromuskular yang panjang dan sempit, dibentuk oleh otot aduktor longus dan magnus, serta muskulus vastus medialis. Melewati kanalis ini, arteri femoralis superficialis (SFA) semakin dalam dan rentan terhadap kompresi, sebuah faktor penting dalam perkembangan penyakit aterosklerosis di area ini.

Perjalanan arteri berakhir ketika ia melewati celah pada muskulus aduktor magnus, yang dikenal sebagai hiatus aduktorius. Setelah melewati hiatus ini, nama pembuluh darah berubah menjadi arteri poplitea, menandai transisi penting ke belakang lutut.

1.2. Struktur Cabang Utama

Arteri femoralis secara tradisional dibagi menjadi dua segmen utama berdasarkan lokasinya relatif terhadap arteri profunda femoralis (PFA):

a. Arteri Femoralis Komunis (CFA)

Ini adalah segmen awal yang pendek, biasanya sepanjang 3-5 cm, sebelum bercabang menjadi PFA dan SFA. Segmen CFA adalah lokasi yang paling sering digunakan untuk akses perkutan. Cabang-cabang kecil yang berasal dari CFA meliputi:

b. Arteri Profunda Femoralis (PFA)

Juga dikenal sebagai arteri femoralis dalam. PFA adalah cabang suplai darah utama untuk otot-otot paha, terutama otot-otot aduktor dan hamstring. PFA muncul dari sisi lateral atau posterolateral CFA, sekitar 3.5 cm di bawah ligamentum inguinalis. PFA memiliki peran kolateral yang vital. Jika arteri femoralis superfisialis tersumbat (oklusi SFA), PFA melalui cabangnya (seperti arteri sirkumfleks femoralis lateral dan medial) dapat menyediakan sirkulasi kolateral untuk menopang aliran darah ke bagian bawah tungkai. Kapasitas kolateral PFA menentukan tingkat keparahan klaudikasio pada pasien dengan penyakit arteri perifer (PAD).

c. Arteri Femoralis Superficialis (SFA)

Setelah PFA bercabang, arteri femoralis terus berlanjut sebagai SFA. Meskipun namanya superfisial, SFA menjadi sangat dalam saat memasuki kanalis aduktor. Ini adalah pembuluh darah utama yang memasok darah ke otot-otot anterior paha dan, yang terpenting, berlanjut menjadi arteri poplitea. SFA adalah lokasi paling umum untuk aterosklerosis oklusif di tungkai bawah.

1.3. Selubung Femoralis dan Hubungan Saraf

Selubung femoralis adalah perpanjangan berbentuk corong dari fasia transversalis dan fasia iliaka yang menutupi bagian atas CFA, vena femoralis, dan saluran limfatik. Saraf femoralis (Nervus Femoralis), yang sangat penting untuk inervasi otot paha depan, berada di luar selubung femoralis, di kompartemen yang lebih lateral. Kesadaran akan hubungan anatomis ini penting saat melakukan blok saraf atau prosedur akses vaskular untuk mencegah cedera saraf iatrogenik.

Diagram Skematis Arteri Femoralis dan Cabangnya Diagram menunjukkan arteri iliaka eksterna yang menjadi arteri femoralis komunis (CFA) di bawah ligamentum inguinalis, bercabang menjadi arteri femoralis profunda (PFA) dan superfisialis (SFA). Ligamentum Inguinalis Arteri Iliaka Eksterna CFA PFA (Profunda) SFA (Superficialis) Ke Arteri Poplitea © Diagram Vaskular Ekstremitas Bawah

Gambar 1: Anatomi Dasar Arteri Femoralis di Trigonum Femoralis.

2. Arteri Femoralis sebagai Akses Vaskular Utama

Dalam prosedur medis modern, arteri femoralis, khususnya arteri femoralis komunis (CFA), adalah jalur akses arteri paling umum untuk berbagai intervensi. Stabilitas anatominya, ukurannya yang relatif besar, dan lokasinya yang mudah dipalpasi menjadikannya pilihan ideal.

2.1. Teknik Akses Seldinger dan Modifikasi

Akses ke arteri femoralis hampir selalu dicapai menggunakan teknik Seldinger standar. Inti dari teknik ini adalah penusukan jarum, diikuti penempatan kawat pemandu (guidewire) ke dalam lumen pembuluh, dan kemudian introduksi selubung (sheath) yang memungkinkan instrumentasi lebih lanjut.

Beberapa poin kunci dalam mendapatkan akses femoral yang aman:

  1. Lokalisasi Pungsi: Idealnya, pungsi dilakukan pada CFA, di atas bifurkasi ke SFA dan PFA. Lokasi ini menjamin pembuluh darah memiliki diameter yang cukup besar dan berada di atas tulang kepala femur, yang menyediakan bantalan keras untuk kompresi hemostasis pasca-prosedur.
  2. Panduan Pencitraan: Meskipun palpasi denyut nadi adalah metode tradisional, penggunaan ultrasonografi (USG) kini menjadi standar emas. USG memungkinkan visualisasi real-time lokasi tusukan, memastikan pungsi anterior dinding arteri tunggal, dan menghindari puntung (stump) PFA yang pendek atau pembuluh darah yang mengalami kalsifikasi parah.
  3. Hemostasis Pasca-Prosedur: Setelah selubung dikeluarkan, hemostasis dicapai baik melalui kompresi manual yang berkepanjangan (minimal 15-20 menit) atau melalui penggunaan alat penutup vaskular (Vascular Closure Devices / VCDs), yang memasukkan kolagen, jahitan, atau klip untuk menutup lokasi tusukan secara internal.

2.2. Indikasi Prosedur Akses Femoral

2.3. Komplikasi Akses Femoral

Meskipun CFA adalah target yang aman, komplikasi tetap dapat terjadi dan memerlukan penanganan segera. Tingkat keparahan komplikasi berkorelasi dengan diameter selubung yang digunakan dan status antikoagulasi pasien.

3. Penyakit Arteri Perifer (PAD) yang Melibatkan Femoralis

Arteri femoralis, terutama SFA, adalah area yang sangat rentan terhadap aterosklerosis. Penyakit yang paling umum adalah Penyakit Arteri Perifer (Peripheral Artery Disease, PAD), yang menyebabkan penyempitan (stenosis) atau oklusi total pada pembuluh darah, membatasi aliran darah ke otot-otot di bawahnya.

3.1. Patofisiologi di Segmen Femoropopliteal

Segmen femoropopliteal, yang mencakup SFA, mengalami stres biomekanik tinggi. Fleksi dan ekstensi lutut yang berulang kali menyebabkan pembuluh darah meregang, berputar, dan tertekuk. Stres mekanik ini diyakini mempercepat kerusakan endotel, memicu respons inflamasi, dan mempercepat pembentukan plak aterosklerotik dibandingkan segmen arteri lainnya. Daerah ini sering disebut sebagai "daerah engsel".

3.2. Manifestasi Klinis PAD Femoral

Gejala utama PAD adalah klaudikasio intermiten, rasa nyeri kram atau berat pada otot betis, paha, atau bokong yang dipicu oleh aktivitas fisik dan reda saat istirahat. Lokasi nyeri klaudikasio seringkali mengindikasikan tingkat sumbatan:

Dalam kasus PAD yang parah, pasien dapat mengalami iskemia tungkai kritis (Critical Limb Ischemia / CLI), yang ditandai dengan:

3.3. Diagnosis Vaskular

Diagnosis PAD melibatkan kombinasi pemeriksaan fisik dan tes non-invasif.

  1. Indeks Ankle-Brachial (ABI): Rasio antara tekanan darah sistolik di pergelangan kaki (arteri tibialis posterior atau dorsalis pedis) dan lengan (arteri brakialis). ABI normal adalah 1.0–1.4. ABI < 0.9 mengindikasikan PAD.
  2. Ultrasonografi Dupleks: Metode utama untuk memvisualisasikan stenosis, mengukur kecepatan aliran (velocity), dan menghitung rasio kecepatan puncak sistolik (PSVR) untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan stenosis pada SFA/PFA.
  3. Angiografi Tomografi Komputer (CTA) atau Pencitraan Resonansi Magnetik (MRA): Digunakan untuk merencanakan intervensi, memberikan peta vaskular yang sangat detail, menunjukkan panjang dan karakteristik lesi.

4. Penanganan dan Prosedur Intervensi Femoralis

Manajemen PAD pada arteri femoralis melibatkan modifikasi gaya hidup, terapi obat, dan prosedur revaskularisasi. Keputusan antara terapi endovaskular (minimal invasif) dan bedah terbuka tergantung pada karakteristik lesi (panjang, kalsifikasi, total oklusi) dan kondisi keseluruhan pasien (komorbiditas).

4.1. Terapi Endovaskular (Intervensi Perkutan)

Intervensi endovaskular telah merevolusi penanganan stenosis SFA. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kateter dan kawat pemandu melalui CFA atau kadang melalui arteri poplitea (akses retrograd).

a. Angioplasti Balon (Percutaneous Transluminal Angioplasty / PTA)

Balon dimasukkan ke dalam lesi dan dikembangkan untuk memecahkan plak dan melebarkan lumen. Angioplasti sering diikuti dengan penempatan stent untuk mempertahankan patensi pembuluh darah.

b. Stenting Femoral

Stent, terutama stent nitinol yang fleksibel, digunakan secara luas di SFA. Stent diperlukan karena segmen SFA rentan terhadap rekoleksi (penciutan kembali) dan diseksi setelah angioplasti. Stent dapat berupa stent telanjang (bare metal) atau stent yang dilapisi obat (Drug-Coated Stent / DCS) atau Drug-Coated Balloon (DCB), yang melepaskan obat anti-proliferasi (seperti Paclitaxel) untuk mengurangi risiko restenosis.

c. Atherektomi

Teknik ini melibatkan penggunaan perangkat mekanis untuk memotong, menghancurkan, atau menguapkan plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah sebelum angioplasti atau stenting. Atherektomi sangat berguna pada lesi yang sangat terkalsifikasi di SFA.

4.2. Bedah Revaskularisasi (Bypass)

Pembedahan terbuka tetap menjadi pilihan terapi untuk lesi oklusif yang panjang, kalsifikasi berat yang tidak dapat ditangani secara endovaskular, atau kegagalan intervensi sebelumnya (restenosis). Prosedur utama adalah bypass femoropopliteal.

a. Bypass Femoropopliteal

Tujuan operasi ini adalah membuat jalur baru untuk mengalirkan darah melewati segmen SFA yang tersumbat, menghubungkan CFA (di atas sumbatan) ke arteri poplitea (di bawah sumbatan). Graft (saluran baru) yang digunakan bisa berupa:

b. Endarterektomi Femoral

Ini adalah prosedur bedah untuk menghilangkan plak aterosklerotik secara langsung dari lapisan dalam CFA, seringkali dilakukan saat akses vaskular untuk prosedur lain terganggu oleh penyakit oklusif di bifurkasi femoralis. Setelah plak dilepaskan, tambalan (patch) vaskular sering dijahitkan untuk melebarkan lumen CFA.

5. Peran Arteri Femoralis dalam Trauma dan Perdarahan

Karena lokasinya yang relatif superfisial di paha atas, arteri femoralis rentan terhadap cedera traumatis, baik tumpul maupun tajam (misalnya, luka tembak atau tusuk). Cedera arteri femoralis dapat menyebabkan kehilangan darah yang cepat dan berpotensi fatal, menjadikannya keadaan darurat vaskular yang memerlukan kontrol perdarahan segera.

5.1. Penanganan Trauma Vaskular

Kontrol perdarahan awal di lapangan (pre-hospital) melibatkan kompresi langsung atau penggunaan tourniquet. Di ruang operasi, tujuan utama adalah revaskularisasi untuk menyelamatkan tungkai (limb salvage). Prosedur reparasi melibatkan:

5.2. Iskemia Akut Tungkai (Acute Limb Ischemia / ALI)

Oklusi akut arteri femoralis (biasanya akibat emboli yang berasal dari jantung atau trombosis in situ pada lesi aterosklerotik) merupakan kondisi gawat darurat. Gejala klasik ALI adalah 6 P: Pain (nyeri), Pulselessness (tidak ada denyut), Pallor (pucat), Paresthesia (kesemutan), Paralysis (kelumpuhan), dan Poikilothermia (dingin). Penanganan melibatkan trombolisis kateter-terarah atau embolektomi bedah (menggunakan kateter Fogarty) untuk mengembalikan aliran darah secepat mungkin.

6. Variasi Anatomi dan Implikasi Klinis Lanjutan

Meskipun anatomi femoralis secara umum konsisten, variasi dapat memengaruhi diagnosis dan penanganan intervensi.

6.1. Variasi Bifurkasi

Lokasi bifurkasi CFA menjadi PFA dan SFA tidak selalu sama. Bifurkasi yang sangat tinggi (lebih dekat ke ligamentum inguinalis) atau sangat rendah dapat mempersulit penempatan selubung akses yang ideal. Jika bifurkasi terlalu tinggi, area CFA yang tersedia untuk pungsi menjadi sangat pendek, meningkatkan risiko pungsi ganda atau cedera pada PFA.

6.2. Duplikasi dan Anomalies

Jarang terjadi, arteri femoralis dapat mengalami duplikasi, di mana ada dua pembuluh darah yang berjalan paralel. Pengetahuan tentang anomali semacam itu, sering terdeteksi melalui pencitraan pra-prosedural, sangat penting untuk menghindari kesalahan tusukan atau komplikasi iatrogenik.

7. Detail Prosedur Intervensi Arteri Femoralis: Studi Kasus Lanjutan

Untuk memahami kompleksitas penggunaan arteri femoralis, perlu mendalami detail teknis yang digunakan oleh ahli bedah vaskular dan intervensi radiolog/kardiolog.

7.1. Akses Vaskular Jarak Jauh (Cross-Over Technique)

Ketika arteri femoralis di satu sisi tersumbat atau tidak dapat diakses, dokter sering menggunakan teknik 'cross-over'. Selubung dimasukkan melalui CFA di sisi yang sehat, dan kateter diposisikan melintasi bifurkasi aorta (di arteri iliaka umum) untuk mencapai arteri iliaka dan femoralis di sisi yang sakit. Teknik ini membutuhkan kateter yang panjang dan stabil, tetapi sering digunakan untuk intervensi SFA unilateral.

7.2. Penanganan Oklusi Total Kronis (CTO) SFA

Oklusi total kronis (CTO) SFA adalah tantangan besar dalam terapi endovaskular. CTO adalah sumbatan yang berlangsung minimal 3 bulan dan ditandai dengan plak fibrosa yang keras. Intervensi CTO memerlukan:

7.3. Peran Farmakologi Jangka Panjang

Setelah revaskularisasi arteri femoralis (baik bypass maupun stenting), terapi antiplatelet ganda (DAPT), biasanya Aspirin dan P2Y12 inhibitor (seperti Clopidogrel), sering diresepkan untuk periode waktu tertentu untuk mencegah trombosis stent atau graft. Pengelolaan faktor risiko (diabetes, hipertensi, dislipidemia) sangat esensial untuk mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut pada segmen femoralis atau di pembuluh darah lainnya.

8. Rehabilitasi dan Prognosis Pasca-Intervensi Femoralis

Keberhasilan intervensi femoralis tidak hanya ditentukan oleh patensi segera pembuluh darah, tetapi juga oleh pemulihan fungsi pasien dan pencegahan reoklusi.

8.1. Program Latihan Supervised (Supervised Exercise Programs / SEP)

SEP adalah komponen paling efektif dari terapi non-invasif untuk klaudikasio. Meskipun intervensi bedah atau endovaskular telah dilakukan, program jalan kaki terstruktur membantu meningkatkan efisiensi otot, meningkatkan sirkulasi kolateral (terutama melalui PFA), dan memperbaiki jarak tempuh klaudikasio. Program ini harus diawasi oleh terapis fisik yang memahami batas toleransi klaudikasio pasien.

8.2. Pemantauan Jangka Panjang

Pasien yang telah menjalani revaskularisasi pada arteri femoralis memerlukan pemantauan vaskular berkala. Ultrasonografi Dupleks dilakukan pada interval 3, 6, dan 12 bulan pasca-prosedur, dan kemudian setiap tahun. Pemantauan ini bertujuan mendeteksi dini restenosis (penyempitan berulang) pada stent atau graft. Stenosis ulang dapat sering ditangani secara minimal invasif jika terdeteksi sebelum menyebabkan iskemia signifikan.

9. Penelitian dan Inovasi Masa Depan Arteri Femoralis

Area penelitian saat ini berfokus pada peningkatan durabilitas intervensi pada segmen SFA, yang secara historis memiliki tingkat restenosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan arteri di tempat lain.

9.1. Bioabsorbable Stents (Stent yang Dapat Diserap)

Inovasi utama adalah pengembangan stent yang larut atau diserap sepenuhnya oleh tubuh setelah beberapa bulan atau tahun. Ide di baliknya adalah bahwa stent memberikan dukungan mekanis selama masa penyembuhan awal, tetapi kemudian menghilang, mengembalikan kemampuan pembuluh darah untuk bergerak secara fisiologis tanpa disinhibisi oleh kerangka logam permanen, sehingga mengurangi risiko fraktur stent dan inflamasi kronis.

9.2. Graft dengan Teknologi Rekayasa Jaringan

Untuk bypass femoropopliteal, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan graft vaskular buatan yang memiliki sifat yang mendekati vena autologus, dengan kemampuan untuk 'hidup' dan beradaptasi dengan lingkungan aliran darah yang tinggi, mengurangi risiko hiperplasia neointimal dan trombosis, yang merupakan masalah utama pada graft sintetis konvensional.

9.3. Pemahaman Biomekanik

Studi lanjutan tentang bagaimana tekukan, torsi, dan tekanan geser (shear stress) memengaruhi lapisan endotel SFA di kanalis aduktor akan membantu merancang perangkat intervensi (stent dan balon) yang lebih tahan terhadap lingkungan biomekanik ekstrem di ekstremitas bawah.

10. Hubungan Arteri Femoralis dengan Struktur Neurovaskular Lain

Penting untuk mengulas kembali interaksi erat antara arteri femoralis dengan struktur pendampingnya, Vena Femoralis (FV) dan Saraf Femoralis (FN).

10.1. Vena Femoralis (FV)

Vena femoralis berjalan medial dan sedikit posterior dari arteri femoralis di trigonum femoralis. Hubungan yang dekat ini menjelaskan mengapa komplikasi seperti fistula arteriovenosa sering terjadi setelah pungsi arteri yang tidak disengaja menembus kedua pembuluh. FV adalah pembuluh utama yang membawa darah terdeoksigenasi kembali dari tungkai dan merupakan lokasi umum untuk trombosis vena dalam (DVT). Kompresi pada FV oleh hematoma besar pasca-prosedur akses arteri dapat memicu atau memperburuk DVT.

10.2. Saraf Femoralis (FN)

Saraf femoralis berada paling lateral dan bertanggung jawab atas fungsi motorik (ekstensi lutut melalui Quadriceps Femoris) dan sensorik (kulit paha anterior). Meskipun FN berada di luar selubung femoralis, ia rentan terhadap cedera akibat trauma langsung, kompresi oleh hematoma masif, atau cedera iatrogenik selama prosedur pembedahan di trigonum femoralis. Kerusakan FN dapat menyebabkan kelemahan signifikan pada tungkai, mengganggu ambulasi pasien, dan membutuhkan terapi rehabilitasi neurologis yang intensif.

11. Manajemen Faktor Risiko Aterosklerosis

Karena aterosklerosis adalah penyebab utama penyakit arteri femoralis, manajemen agresif terhadap faktor risiko adalah kunci untuk pencegahan dan manajemen jangka panjang.

12. Aneurisma Arteri Femoralis

Selain penyakit oklusif, arteri femoralis juga dapat mengalami pembesaran abnormal yang disebut aneurisma. Aneurisma femoralis adalah aneurisma arteri perifer yang paling umum setelah aneurisma poplitea.

12.1. Etiologi dan Presentasi

Aneurisma femoralis biasanya disebabkan oleh aterosklerosis. Mereka lebih sering terjadi pada pria dan seringkali terkait dengan aneurisma lain (misalnya, aneurisma aorta perut). Mereka dapat bermanifestasi sebagai massa berdenyut di paha atas. Risiko utama aneurisma femoralis adalah ruptur (jarang) atau trombosis, yang menyebabkan oklusi mendadak dan iskemia akut tungkai distal.

12.2. Penanganan Aneurisma

Indikasi untuk perbaikan (repair) biasanya didasarkan pada ukuran aneurisma (biasanya > 2.5 cm) atau adanya gejala, seperti emboli atau nyeri. Perbaikan dapat dilakukan melalui:

13. Kesimpulan: Sentralitas Arteri Femoralis

Arteri femoralis bukan hanya pembuluh darah di tungkai; ia adalah arteri yang secara klinis paling sering digunakan, dipelajari, dan diobati dalam tubuh manusia. Signifikansinya meluas dari anatomi bedah dasar di trigonum femoralis hingga jalur akses endovaskular yang kompleks dan target utama dari penyakit vaskular aterosklerotik. Pengetahuan yang mendalam mengenai bifurkasi, selubung femoralis, variasi, dan segmen rentan SFA di kanalis aduktor adalah penentu keberhasilan diagnostik dan terapeutik. Dengan terus berkembangnya teknologi, penanganan lesi femoralis menjadi semakin canggih, menawarkan harapan besar bagi pasien dengan iskemia tungkai untuk mempertahankan fungsi dan kualitas hidup.

Pemahaman mengenai karakteristik unik dari sirkulasi femoralis, termasuk ketergantungan pada sirkulasi kolateral dari arteri profunda femoralis, memungkinkan para klinisi untuk merencanakan strategi revaskularisasi yang disesuaikan, memastikan aliran darah yang optimal tidak hanya untuk kelangsungan hidup tungkai tetapi juga untuk kemampuan berjalan pasien.

Perawatan berkelanjutan, termasuk modifikasi gaya hidup radikal dan terapi farmakologis yang agresif, tetap menjadi pilar utama dalam memastikan patensi jangka panjang dari setiap intervensi yang dilakukan pada arteri femoralis. Dalam konteks penuaan populasi dan meningkatnya prevalensi diabetes, peran arteri femoralis dalam kesehatan vaskular akan terus menjadi fokus utama penelitian dan praktik klinis.

Kontinuitas sirkulasi yang vital ini, dari aorta hingga kaki, menjadikan arteri femoralis sebagai subjek yang tak pernah habis dibahas dalam ilmu kedokteran vaskular, menghubungkan diagnosis, intervensi, dan rehabilitasi ekstremitas bawah.

Detail Tambahan: Segmen SFA dan Fisiologi Aliran

Aliran darah melalui arteri femoralis superfisialis (SFA) sangat dipengaruhi oleh kebutuhan metabolik otot paha dan betis. Saat istirahat, sebagian besar darah dari CFA dialirkan melalui arteri profunda femoralis (PFA) untuk memberi makan massa otot besar di paha. Namun, selama aktivitas, terutama saat berjalan, terjadi vasodilatasi perifer yang masif. Peningkatan permintaan oksigen ini harus dipenuhi oleh SFA. Jika SFA mengalami stenosis signifikan (penyempitan >70%), mekanisme vasodilatasi ini tidak dapat meningkatkan aliran darah yang cukup, menyebabkan defisit oksigen dan akumulasi metabolit, yang dirasakan sebagai klaudikasio (nyeri kram).

Pengukuran tekanan di SFA menunjukkan bahwa area stenosis kronis dapat mempertahankan tekanan normal saat istirahat, tetapi tekanan distal akan turun drastis selama dan setelah latihan. Fenomena ini, yang disebut gradien tekanan post-exercise, adalah dasar fisiologis untuk uji treadmill dalam diagnosis PAD. Kemampuan arteri untuk beradaptasi terhadap perubahan volume darah dan tekanan (compliance) sangat penting. Aterosklerosis menggantikan jaringan elastis normal dengan plak kaku, yang secara substansial mengurangi compliance arteri femoralis, memperburuk turbulensi aliran dan risiko trombosis.

Manajemen Stenosis Pendek vs. Panjang

Karakteristik lesi (klasifikasi TASC II) sangat menentukan pilihan terapi. Lesi pendek, non-kalsifikasi, pada SFA biasanya memberikan hasil yang sangat baik dengan PTA atau DCB. Sebaliknya, lesi oklusi total kronis (CTO) yang panjang (melebihi 15 cm) dan sangat terkalsifikasi (TASC D) memiliki tingkat restenosis yang sangat tinggi setelah endovaskular primer, sehingga bedah bypass femoropopliteal sering dianggap sebagai pilihan yang lebih duratif. Perdebatan antara 'Endo First' versus 'Bedah Dini' terus mendominasi literatur vaskular, didasarkan pada profil risiko pasien dan harapan hidup.

Peran Antikoagulasi pada Segmen Femoropopliteal

Setelah revaskularisasi, terutama pada pasien dengan oklusi total kronis yang telah berhasil dibuka, penggunaan antikoagulan oral dosis rendah (misalnya, Rivaroxaban dosis vaskular) ditambahkan ke terapi antiplatelet ganda. Ini dilakukan untuk mengurangi risiko trombosis stent atau bypass graft yang dapat terjadi akibat lingkungan aliran rendah dan hiperkoagulabilitas. Namun, penambahan antikoagulan harus menyeimbangkan risiko perdarahan, yang merupakan komplikasi utama.

14. Komplikasi Jangka Panjang Prosedur Akses Femoralis

Meskipun akses femoralis aman dalam banyak kasus, komplikasi minor yang tidak terdeteksi dapat berkembang menjadi masalah kronis. Contohnya, pseudoaneurisma kecil yang tidak diobati dapat mengalami trombosis spontan dan kemudian menyebabkan iskemia distal. Selain itu, tusukan CFA yang berulang pada pasien yang menjalani prosedur berulang dapat menyebabkan scarring (jaringan parut) pada CFA, membuatnya kaku, terkalsifikasi, dan sangat sulit untuk dipungsi pada prosedur di masa depan. Dalam situasi ini, ahli intervensi mungkin beralih ke akses alternatif, seperti arteri radialis (pergelangan tangan) atau arteri brakialis (lengan), meskipun akses femoralis tetap lebih disukai untuk instrumentasi berdiameter besar.

Pentingnya Pemeliharaan Jaringan Lunak

Integritas jaringan lunak di sekitar trigonum femoralis juga krusial. Pasien obesitas atau mereka dengan jaringan parut inguinal yang signifikan dapat menghadirkan tantangan teknis dalam palpasi dan pungsi CFA. Dalam kasus ini, penggunaan ultrasonografi adalah keharusan mutlak untuk memastikan tusukan yang aman dan akurat, meminimalkan risiko kerusakan struktur neurovaskular yang tersembunyi oleh jaringan adiposa.

Secara keseluruhan, arteri femoralis adalah jembatan arteri yang menghubungkan sistem sirkulasi sentral dengan kebutuhan ekstremitas bawah. Keberhasilannya menjamin mobilitas, dan kegagalannya menyebabkan morbiditas yang signifikan. Manajemen yang efektif menuntut pemahaman mendalam tentang anatomi, patofisiologi, dan pilihan terapeutik yang semakin beragam.

Aspek edukasi pasien sangat ditekankan. Pasien harus dididik untuk mengenali tanda-tanda iskemia akut (6 P) dan tanda-tanda komplikasi minor akses, seperti pembengkakan yang cepat atau memar yang meluas, agar penanganan dapat diberikan dengan cepat. Keterlibatan pasien dalam program rehabilitasi dan kepatuhan terhadap obat-obatan adalah kunci untuk memelihara kinerja arteri femoralis yang telah direvitalisasi, mendukung aliran darah yang berkelanjutan untuk aktivitas sehari-hari dan pencegahan amputasi. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa kepatuhan yang ketat terhadap terapi antiplatelet dan statin meningkatkan patensi graft bypass dan stent femoralis secara signifikan, menyoroti bahwa manajemen vaskular adalah sebuah proses berkelanjutan, bukan hanya sebuah prosedur tunggal.

Faktor lain yang sering diabaikan adalah biomekanika gait (cara berjalan) pasien. Perubahan gait yang disebabkan oleh nyeri pinggul atau lutut dapat membebani SFA dengan gerakan menekuk yang abnormal, berpotensi memicu atau memperburuk kegagalan stent atau graft. Oleh karena itu, pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli ortopedi, ahli terapi fisik, dan ahli vaskular seringkali memberikan hasil terbaik bagi pasien dengan penyakit arteri femoralis yang kompleks.

🏠 Homepage