Surat An-Nas merupakan surat ke-114 sekaligus penutup dalam susunan Mushaf Al-Qur'an. Surat ini tergolong dalam golongan surat Makkiyah, diturunkan di Makkah, dan memiliki kedudukan yang sangat penting karena menjadi benteng perlindungan spiritual bagi seorang Muslim. Surat ini terdiri dari enam ayat pendek yang penuh makna mendalam.
Ayat Kedua Surat An-Nas Berbunyi
Pertanyaan mengenai **ayat kedua surat an nas berbunyi** adalah inti dari pembahasan spiritual yang krusial. Ayat kedua ini menjadi jembatan penghubung antara pengakuan keesaan Allah (pada ayat pertama) dengan permohonan perlindungan dari kejahatan yang tersembunyi.
Ayat kedua ini menegaskan salah satu sifat agung Allah SWT: Al-Malik (Raja atau Pemilik). Ketika kita mengucapkan "Malikin-nās," kita sedang menyatakan bahwa Allah adalah penguasa absolut atas seluruh umat manusia. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi kekuasaan-Nya, dan semua urusan manusia berada di bawah kendali-Nya.
Konteks dan Kedudukan Ayat Kedua
Surat An-Nas secara keseluruhan adalah permohonan perlindungan (disebut juga sebagai Al-Mu'awwidzatain bersama Surat Al-Falaq). Ayat pertama, "Qul a'ūdzu bi Rabbin-nās" (Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (pemelihara) manusia"), menetapkan subjek perlindungan, yaitu Rabb (Tuhan Pemelihara). Ayat kedua, "Malikin-nās," kemudian memperkuat mengapa kita harus berlindung kepada-Nya—karena Dia adalah Raja atas mereka semua.
Mengetahui bahwa Allah adalah Raja seluruh manusia memberikan rasa aman yang tak tertandingi. Dalam menghadapi kegelisahan, ketakutan, atau godaan, seorang mukmin diingatkan bahwa sumber kekuatan tertinggi dan otoritas mutlak hanya ada pada Sang Raja manusia. Pemahaman ini menumbuhkan tawakal yang sesungguhnya.
Mengapa Penekanan pada "Malik"?
Dalam kehidupan duniawi, seringkali kita melihat manusia saling berebut kekuasaan. Namun, surat ini secara tegas mengarahkan fokus kita dari raja-raja duniawi yang fana menuju Raja yang kekal. Jika Allah adalah Malikun-Nās, maka segala bentuk kekuasaan di bumi adalah pinjaman dan tunduk pada kehendak-Nya. Ini adalah pelajaran penting tentang kerendahan hati dan pengakuan atas keagungan Ilahi.
Ayat kedua ini berfungsi sebagai landasan teologis sebelum memasuki ayat ketiga, yaitu penegasan status Allah sebagai Ilah (sembahan) manusia ("Ilāhin-nās"). Urutan ini sangat logis: Perlindungan diminta kepada Tuhan (Rabb) yang memelihara, karena Dia adalah Raja (Malik) mereka, dan karena Dia adalah satu-satunya Ilah (Penyembah) yang berhak disembah.
Visualisasi Perlindungan
Perlindungan yang diminta dalam An-Nas bukan hanya dari bahaya fisik semata, tetapi lebih dominan ditujukan kepada bahaya spiritual, yaitu bisikan jahat dari setan (jin dan manusia). Membaca ayat ini, terutama setelah memahami makna "Malikin-nās," membantu memperkuat benteng jiwa.
Implikasi Spiritual Ayat Kedua
Pengakuan bahwa Allah adalah Malikun-Nās memiliki implikasi luas dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ia menuntut agar ketaatan kita diarahkan hanya kepada Sang Raja yang sesungguhnya. Kedua, ia memberikan optimisme bahwa setiap masalah yang dihadapi umat manusia—kesulitan ekonomi, konflik sosial, atau penyakit—berada di bawah kendali Sang Raja yang Maha Bijaksana.
Oleh karena itu, ketika membaca atau merenungkan **ayat kedua surat an nas berbunyi** "Malikin-nās," kita tidak hanya mengulang lafadz, tetapi mengikrarkan kesetiaan kepada otoritas tertinggi. Ini adalah fondasi iman yang kuat, yang memampukan kita untuk menghadapi godaan yang akan disebutkan pada ayat-ayat berikutnya, yaitu godaan dari Al-Khannas (setan yang bersembunyi).
Surat An-Nas, yang diawali dengan pengakuan Rabb, dilanjutkan dengan pengakuan Malik, dan ditutup dengan pengakuan Ilah, membentuk rangkaian perlindungan tauhid yang sempurna. Ayat kedua ini, singkat namun padat, adalah penegasan tentang kedaulatan penuh Allah atas semua ciptaan-Nya, khususnya manusia.