Dalam keindahan susunan Al-Qur'an, setiap surat memiliki peran vitalnya masing-masing. Di antara surat-surat pendek yang paling sering kita baca, terutama sebagai perlindungan harian, adalah Surat An-Nas (Manusia). Surat ke-114 ini adalah penutup mushaf dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Surat Al-Falaq. Fokus pembahasan kita kali ini adalah pada inti dari surat ini, yaitu **ayat terakhir surat An Nas berbunyi** apa, dan bagaimana implikasi maknanya bagi kehidupan seorang Muslim.
Surat An-Nas diturunkan untuk memberikan penawar (ruqyah) langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dari gangguan bisikan jahat. Ayat-ayatnya secara bertahap mengarahkan kita untuk berlindung kepada Tuhan semesta alam, Pemilik manusia, dan Ilah (Penyembah) manusia, dari tiga sumber kejahatan utama: Al-Khannas (syaitan yang bersembunyi saat diingat), syaitan dari kalangan jin, dan syaitan dari kalangan manusia.
Ayat Terakhir Surat An-Nas: Puncak Permohonan Perlindungan
Setelah memohon perlindungan dari segala sumber keburukan tersebut, ayat penutup memberikan klimaks berupa penegasan bahwa perlindungan sejati hanya bersumber dari Allah SWT.
"Min syarril waswasil khannas"
(Dari kejahatan pembisik yang tersembunyi) - Jika kita merujuk pada konteks Surat An-Nas secara keseluruhan, ayat terakhirnya adalah yang keenam.
Ayat keenam, yang merupakan penutup surat, secara lengkap dan final berbunyi:
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
(Min syarril waswasil khannas)
Namun, seringkali penafsiran mengenai "ayat terakhir" merujuk pada kesatuan penutup doa perlindungan. Jika dilihat dalam urutan lengkap enam ayat An-Nas:
1. Qul a'uudzu birabbin naas (Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (pemelihara) manusia) 2. Malikin naas (Raja manusia) 3. Ilaahin naas (Penyembah manusia) 4. Min syarri al-waswaasi al-khannaas (Dari kejahatan pembisik yang tersembunyi) 5. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas (Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia) 6. Minal jinnati wan naas (Dari (setan) golongan jin dan manusia)
**Ayat terakhir surat An-Nas adalah ayat keenam:** مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (ayat 4) atau secara keseluruhan ayat ke 6: مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ tergantung pembacaan dan penekanan. Dalam redaksi standar mushaf, ayat terakhir (ke-6) berbunyi: مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (Minal jinnati wan naas).
Mari kita fokus pada ayat terakhir secara urutan naskah, yaitu ayat keenam: مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (Minal jinnati wan naas). Ayat ini adalah penutup yang komprehensif. Setelah kita mengidentifikasi sumber gangguan (pembisik tersembunyi), ayat ini mengklasifikasikan dari mana sumber bisikan itu berasal: dari jin dan dari manusia.
Mengapa Klasifikasi Jin dan Manusia Penting?
Penyebutan jin dan manusia secara eksplisit dalam ayat terakhir An-Nas memberikan cakupan perlindungan yang sangat luas. Kita seringkali mudah menyadari adanya godaan dari luar, seperti godaan jin yang kasat mata dalam bentuk bisikan halus yang mendorong kepada kemaksiatan. Namun, kelemahan terbesar seringkali datang dari sesama manusia.
Gangguan dari manusia bisa berupa fitnah, hasad (dengki), hasutan, atau ajakan buruk secara terang-terangan maupun terselubung. Dengan berlindung kepada Allah dari kejahatan keduanya, seorang Muslim menegaskan bahwa medan pertempuran spiritualnya mencakup dimensi gaib (jin) dan dimensi sosial (manusia). Ini menunjukkan kedalaman ajaran Islam yang tidak hanya fokus pada ibadah vertikal tetapi juga kesadaran akan interaksi horizontal.
Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan "Minal jinnati wan naas" di akhir pembacaan, kita sedang menyatakan pengakuan penuh bahwa kejahatan datang dari dua ranah yang berbeda namun sama-sama berbahaya. Keterkaitan antara Surat Al-Falaq (perlindungan dari kejahatan umum di malam hari, sihir, dan hasad) dan An-Nas (perlindungan dari bisikan spiritual dan godaan internal/eksternal) menunjukkan strategi perlindungan yang berlapis. An-Nas secara spesifik menutup celah godaan yang menyentuh ranah kehendak bebas dan pikiran kita.
Memahami arti dari ayat terakhir surat An-Nas ini menjadi pengingat konstan bahwa kekuatan untuk melawan keduanya bersumber dari dzikir dan ketergantungan total kepada Sang Pencipta. Ia bukan sekadar hafalan, melainkan sebuah deklarasi iman dan benteng pertahanan yang harus diperbarui setiap hari, terutama sebelum tidur dan sesudah salat fajar.
Dengan demikian, ayat terakhir surat An-Nas, "Minal jinnati wan naas", adalah penutup yang sempurna, mengikat semua permohonan perlindungan ke dalam sumber tunggal yaitu Allah SWT, dari segala bentuk kejahatan yang mengancam jiwa manusia, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.