Penyakit maag, atau dalam istilah medis sering disebut sebagai dispepsia atau bahkan terkait erat dengan penyakit refluks gastroesofageal (GERD), merupakan keluhan kesehatan yang sangat umum terjadi di tengah masyarakat. Sensasi nyeri, perih, rasa terbakar di dada (heartburn), dan kembung dapat mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan. Untuk mengatasi gejala ini, berbagai jenis obat maag tersedia, baik yang dijual bebas maupun yang memerlukan resep dokter. Namun, efektivitas pengobatan tidak hanya bergantung pada jenis obat yang dipilih, melainkan juga pada cara meminumnya—terutama terkait dosis, waktu, dan interaksinya dengan makanan atau obat lain. Kesalahan dalam jadwal minum obat dapat mengurangi potensi penyembuhan, bahkan berpotensi menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Panduan ini dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai prinsip dasar pengobatan maag, mulai dari mengenali jenis-jenis obat, memahami mekanisme kerjanya, hingga petunjuk spesifik mengenai kapan waktu terbaik untuk mengonsumsi masing-masing golongan obat agar tercapai manfaat terapeutik yang maksimal. Adalah penting untuk selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai regimen pengobatan baru, tetapi pemahaman yang baik akan membantu pasien menjadi mitra aktif dalam proses penyembuhan.
I. Mengenal Jenis-Jenis Obat Maag dan Mekanisme Kerjanya
Pengobatan maag bertujuan utama untuk menetralkan asam lambung yang sudah ada atau mengurangi produksi asam lambung secara keseluruhan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat maag dibagi menjadi beberapa golongan utama. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk menentukan jadwal konsumsi yang paling tepat.
1. Antasida (Acid Neutralizers)
Antasida adalah golongan obat maag yang paling cepat bereaksi dan paling sering dijual bebas. Obat ini bekerja dengan menetralkan asam lambung yang sudah ada di dalam perut, bukan dengan mencegah pembentukan asam. Bahan aktif umumnya berupa garam mineral, seperti aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, atau kalsium karbonat.
- Mekanisme: Bekerja secara lokal di lambung dengan reaksi kimia cepat yang mengubah asam klorida (pH sangat rendah) menjadi zat yang lebih netral.
- Kecepatan Kerja: Sangat cepat, meredakan gejala dalam hitungan menit.
- Durasi Kerja: Relatif singkat (sekitar 1-3 jam).
2. Penghambat Reseptor H2 (H2 Receptor Blockers / H2RA)
Obat golongan ini bekerja dengan menghalangi reseptor histamin H2 pada sel parietal di lambung. Histamin adalah zat kimia yang merangsang sel-sel tersebut untuk memproduksi asam. Dengan memblokirnya, produksi asam berkurang. Contoh obat termasuk Ranitidin (meski penggunaannya kini banyak dibatasi), Famotidin, dan Simetidin.
- Mekanisme: Menghambat sinyal kimia yang memicu produksi asam lambung.
- Kecepatan Kerja: Lebih lambat dari antasida (sekitar 30-60 menit) tetapi bertahan lebih lama.
- Durasi Kerja: Cukup lama, dapat memberikan perlindungan hingga 12 jam.
3. Penghambat Pompa Proton (Proton Pump Inhibitors / PPIs)
PPIs adalah golongan obat yang paling kuat dalam menekan produksi asam lambung. Obat ini bekerja dengan memblokir ‘pompa proton’ (enzim H+/K+-ATPase) secara permanen yang bertanggung jawab atas tahap akhir produksi asam. Contoh obat: Omeprazole, Lansoprazole, Esomeprazole, dan Pantoprazole.
- Mekanisme: Secara efektif mematikan mekanisme produksi asam lambung di sel parietal.
- Kecepatan Kerja: Tidak instan. Membutuhkan waktu 1-4 hari untuk mencapai efek penekanan asam maksimal.
- Durasi Kerja: Sangat lama, efeknya bertahan hingga 24 jam atau lebih setelah dosis terakhir.
4. Pelindung Mukosa (Cytoprotective Agents)
Obat seperti Sukralfat tidak secara langsung mempengaruhi asam lambung, tetapi membentuk lapisan pelindung di atas luka atau ulkus pada dinding lambung dan usus halus, melindungi area tersebut dari kerusakan lebih lanjut akibat asam dan pepsin.
- Mekanisme: Membentuk lapisan seperti plester pada ulkus.
- Fokus: Pengobatan tukak lambung dan ulkus duodenum.
5. Agen Prokinetik
Obat seperti Domperidone atau Metoclopramide digunakan untuk maag yang disertai keluhan kembung atau rasa cepat kenyang. Obat ini membantu mempercepat pengosongan lambung, sehingga mengurangi tekanan dan risiko refluks.
Gambar 1: Representasi aksi obat maag di dalam lambung. Keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada kontak obat dengan area target pada waktu yang optimal.
II. Cara Minum Obat Maag Berdasarkan Golongan: Waktu adalah Kunci
Aturan emas dalam pengobatan maag adalah memahami bahwa asam lambung diproduksi secara berkelanjutan, tetapi puncaknya terjadi saat tubuh bersiap untuk makan (fase sefalik dan gastrik). Oleh karena itu, waktu minum obat harus disesuaikan untuk mengantisipasi atau meredakan puncak produksi asam tersebut.
1. Aturan Minum Antasida
Karena antasida hanya menetralkan asam yang sudah ada, mereka harus diminum saat gejala muncul atau saat asam lambung diperkirakan sedang tinggi.
- Saat Gejala Akut: Minum segera setelah merasakan nyeri, perih, atau heartburn. Antasida memberikan bantuan instan.
- Setelah Makan: Waktu terbaik untuk efek yang lebih tahan lama adalah 1 hingga 3 jam setelah makan. Mengapa? Karena makanan merangsang produksi asam. Mengonsumsi antasida setelah makan memastikan obat tersebut berada di lambung saat produksi asam sedang tinggi dan makanan berfungsi sebagai penyangga, memperlambat pengosongan antasida dari lambung.
- Sebelum Tidur: Jika gejala maag memburuk saat berbaring (refluks malam), dosis sebelum tidur dapat membantu, tetapi perhatikan bahwa efeknya mungkin tidak bertahan sepanjang malam.
- Bentuk Obat: Antasida cair (suspensi) cenderung bekerja lebih cepat daripada tablet kunyah karena permukaannya lebih luas dan mudah bercampur dengan asam lambung.
- Peringatan Penting: Antasida dapat mengganggu penyerapan obat lain (seperti antibiotik tertentu atau zat besi). Beri jeda minimal 2 jam antara konsumsi antasida dengan obat lain.
2. Aturan Minum H2 Blockers (H2RA)
H2RA bekerja lebih lambat tetapi durasinya lebih panjang. Obat ini sering diresepkan untuk mengendalikan asam yang berlangsung lebih lama atau untuk mencegah refluks malam.
- Untuk Pencegahan Malam Hari: Jika gejala memburuk di malam hari, dosis tunggal H2RA (misalnya Famotidin) sebaiknya diminum sebelum tidur.
- Untuk Gejala Siang Hari: Jika diresepkan dua kali sehari (misalnya, pagi dan malam), obat bisa diminum tanpa harus terikat ketat dengan waktu makan, meskipun beberapa dokter menyarankan dosis pagi diminum 30-60 menit sebelum sarapan.
- Relief Cepat (Over-the-Counter/OTC): Jika digunakan sebagai obat bebas untuk gejala sesekali, minum H2RA 30 hingga 60 menit sebelum Anda mengantisipasi makanan pemicu gejala (misalnya, makanan pedas atau asam).
3. Aturan Minum Proton Pump Inhibitors (PPIs)
PPIs adalah golongan yang aturan minumnya paling krusial dan sering salah dipahami. PPI tidak bekerja segera setelah dikonsumsi. Mereka harus diserap ke dalam aliran darah dan kemudian dibawa ke sel parietal lambung, di mana mereka baru bisa diaktifkan oleh lingkungan asam. Pompa proton paling aktif saat tubuh bersiap untuk mencerna makanan.
Aturan Utama Konsumsi PPI (Omeprazole, Lansoprazole, Esomeprazole, dll.):
PPI HARUS DIMINUM 30 hingga 60 MENIT SEBELUM MAKAN PERTAMA (SARAPAN)
- Waktu Kritis: Mengapa sebelum makan? Ini memastikan obat mencapai sel parietal saat pompa proton sedang 'bangun' atau aktif, dipicu oleh isyarat hormonal dan saraf dari antisipasi makanan. Jika PPI diminum setelah makan, banyak pompa proton sudah aktif tanpa sempat diblokir oleh obat, sehingga efektivitasnya berkurang drastis.
- Dosis Harian Tunggal: Jika hanya satu dosis sehari, selalu minum sebelum sarapan.
- Dosis Dua Kali Sehari: Jika diresepkan dua kali sehari (misalnya pada kasus GERD parah atau Eradikasi H. pylori), dosis pertama harus 30-60 menit sebelum sarapan, dan dosis kedua harus 30-60 menit sebelum makan malam.
- Minum Utuh: PPI dalam bentuk kapsul atau tablet salut enterik tidak boleh dihancurkan, dikunyah, atau dibuka. Salutan tersebut melindungi obat dari asam lambung agar bisa mencapai usus, tempat penyerapan yang optimal.
4. Aturan Minum Pelindung Mukosa (Sukralfat)
Sukralfat bekerja dengan melapisi ulkus, dan ini hanya efektif jika lambung tidak dipenuhi makanan. Obat ini memerlukan lingkungan asam minimal untuk dapat teraktivasi dan menempel pada ulkus.
- Waktu: Sukralfat biasanya diminum 4 kali sehari: satu jam sebelum setiap kali makan (sarapan, makan siang, makan malam) dan satu dosis tambahan sebelum tidur.
- Interaksi: Karena Sukralfat bekerja secara fisik melapisi dinding lambung, ia dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan obat-obatan lain. Jeda minimal 2 jam sebelum atau sesudah obat lain sangat diperlukan. Jika pasien juga mengonsumsi antasida, antasida harus diminum 30 menit sebelum atau sesudah Sukralfat.
5. Aturan Minum Prokinetik (Domperidone)
Agen prokinetik bekerja dengan meningkatkan pergerakan saluran cerna. Efek maksimal dicapai jika obat diminum saat perut kosong, sehingga obat bisa diserap dan mulai bekerja sebelum makanan masuk.
- Waktu: Biasanya diminum 15 hingga 30 menit sebelum makan.
Gambar 2: Sinkronisasi waktu minum obat (terutama PPI) dengan jam makan sangat penting untuk mencapai penekanan asam yang optimal.
III. Durasi Pengobatan dan Penghentian Obat
Salah satu kesalahan fatal dalam pengobatan maag adalah menghentikan obat segera setelah gejala hilang. Durasi pengobatan harus dipatuhi sesuai resep dokter, karena penyembuhan lapisan lambung membutuhkan waktu.
1. Mengatasi Gejala Akut vs. Pengobatan Jangka Panjang
Antasida biasanya digunakan hanya untuk bantuan gejala akut (sesekali) dan tidak disarankan untuk penggunaan harian jangka panjang tanpa pengawasan medis, terutama karena risiko ketidakseimbangan elektrolit (magnesium, aluminium).
PPIs dan H2RA, di sisi lain, sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi standar untuk GERD atau tukak lambung biasanya berkisar antara 4 hingga 8 minggu. Pada kasus Barrett’s Esophagus atau GERD yang resisten, terapi dapat berlangsung lebih lama, bahkan bertahun-tahun.
2. Risiko Penghentian Mendadak (Acid Rebound)
Menghentikan PPI secara mendadak setelah penggunaan rutin selama beberapa minggu atau bulan dapat menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai acid rebound (produksi asam berlebihan secara mendadak). Hal ini terjadi karena tubuh telah beradaptasi dengan tingkat penekanan asam yang tinggi. Ketika obat dihentikan, pompa proton bereaksi berlebihan, menyebabkan gejala maag yang jauh lebih parah daripada sebelum pengobatan.
- Strategi Penghentian: Penghentian PPI harus dilakukan secara bertahap (tapering). Dokter biasanya menyarankan untuk mengurangi dosis secara perlahan (misalnya, dari dosis harian menjadi dosis berselang, atau menurunkan kekuatan dosis) selama beberapa minggu.
- Beralih ke H2RA: Dalam masa transisi penghentian PPI, dokter mungkin merekomendasikan penggunaan H2RA dosis rendah sebagai jembatan untuk membantu mengendalikan produksi asam yang melonjak.
3. Penggunaan PPI Jangka Panjang dan Pertimbangan Keamanan
Meskipun PPI sangat efektif, penggunaan jangka panjang (lebih dari 1 tahun) telah dikaitkan dengan beberapa potensi risiko, yang memerlukan pemantauan ketat:
- Penyerapan Nutrisi: Penurunan keasaman lambung dapat mengganggu penyerapan vitamin B12, kalsium, dan magnesium. Pasien jangka panjang mungkin memerlukan suplemen.
- Infeksi C. difficile: Asam lambung berfungsi sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen. Menekan asam lambung dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri tertentu, termasuk Clostridium difficile (C. diff) yang menyebabkan diare parah.
- Risiko Patah Tulang: Beberapa penelitian menunjukkan PPI jangka panjang dapat meningkatkan risiko patah tulang pinggul, mungkin terkait dengan gangguan penyerapan kalsium.
IV. Interaksi Obat Maag dengan Obat Lain
Interaksi antara obat maag dengan obat-obatan yang dikonsumsi untuk kondisi lain merupakan isu serius yang harus dihindari. Interaksi ini dapat mengurangi efektivitas obat lain atau meningkatkan toksisitasnya.
1. Interaksi Antasida
Antasida adalah pelaku interaksi terbesar. Mereka dapat mengubah pH lambung dan usus, yang merupakan faktor kunci dalam bagaimana banyak obat lain diserap. Obat yang paling terpengaruh meliputi:
- Antibiotik (Tetrasiklin dan Kuinolon): Garam aluminium, magnesium, atau kalsium dalam antasida dapat mengikat antibiotik ini, membentuk kompleks yang tidak larut dan mencegah penyerapan antibiotik.
- Suplemen Zat Besi (Fero Sulfat): Penyerapan zat besi sangat bergantung pada pH asam. Antasida yang menetralkan asam akan mengurangi penyerapan zat besi.
- Tiroksin (Obat Tiroid): Antasida dapat menghambat penyerapan obat pengganti hormon tiroid.
Solusi: Jeda minimal 2 jam antara Antasida dan obat-obatan yang rentan terhadap interaksi. Jika memungkinkan, konsumsi obat-obatan lain 1 jam sebelum atau 3 jam setelah antasida.
2. Interaksi PPIs
PPIs, karena memblokir asam, dapat mengubah metabolisme obat lain melalui interaksi dengan enzim hati (CYP450) atau dengan mengubah penyerapan obat yang membutuhkan lingkungan asam untuk diserap.
- Clopidogrel (Pencegah Penggumpalan Darah): Ini adalah interaksi paling terkenal. Beberapa PPI (terutama Omeprazole dan Esomeprazole) dapat menghambat enzim hati yang mengaktifkan Clopidogrel. Hal ini dapat mengurangi efektivitas Clopidogrel dan meningkatkan risiko pembekuan darah. PPI yang dianggap lebih aman untuk pasien Clopidogrel adalah Pantoprazole atau Lansoprazole, tetapi konsultasi kardiologis sangat diperlukan.
- Obat Anti-Jamur (Ketoconazole, Itraconazole): Obat-obatan ini memerlukan lingkungan asam untuk diserap dengan baik. PPIs mengurangi penyerapan mereka, sehingga mengurangi efektivitas antijamur.
3. Interaksi Sukralfat
Seperti antasida, Sukralfat dapat secara fisik berikatan dengan obat lain di saluran pencernaan, mencegah penyerapan sistemik obat tersebut. Penting untuk memisahkan waktu konsumsi Sukralfat dengan obat lain minimal 2 jam.
Gambar 3: Interaksi obat. Obat maag tidak boleh diminum bersamaan dengan obat lain atau beberapa jenis makanan tertentu karena dapat menghambat penyerapan.
V. Mengatasi Tantangan Khusus dalam Penggunaan Obat Maag
1. Maag pada Ibu Hamil dan Menyusui
Maag (GERD) sering terjadi pada kehamilan karena perubahan hormonal dan tekanan rahim. Tidak semua obat aman untuk kelompok ini. Antasida berbahan dasar kalsium karbonat (misalnya Tums) umumnya dianggap aman dan sering menjadi lini pertama. Namun, antasida berbasis magnesium harus digunakan dengan hati-hati pada trimester akhir karena risiko toksisitas. PPIs (seperti Omeprazole) dan H2RAs hanya digunakan jika manfaatnya melebihi risiko potensial, dan selalu di bawah pengawasan ketat dokter kandungan.
2. Penggunaan Obat Maag pada Lansia
Pasien lansia sering mengonsumsi banyak obat lain (polifarmasi), sehingga risiko interaksi obat meningkat pesat. Selain itu, mereka mungkin lebih rentan terhadap efek samping tertentu.
- Penyerapan B12: Lansia sudah rentan terhadap defisiensi B12. Penggunaan PPIs pada lansia harus dipantau ketat untuk menghindari anemia terkait B12.
- Gagal Ginjal: Dosis H2RA dan beberapa PPIs mungkin perlu disesuaikan pada lansia dengan penurunan fungsi ginjal.
3. Ketika Obat Maag Gagal Bekerja
Jika pasien telah mematuhi instruksi minum obat maag (terutama PPI) dengan benar selama 8 minggu, tetapi gejala tidak membaik (disebut GERD Refrakter), langkah selanjutnya adalah evaluasi diagnostik lebih lanjut. Kegagalan obat maag mungkin disebabkan oleh:
- Diagnosis yang salah (misalnya, nyeri dada yang bukan dari refluks).
- Adanya penyakit lain (misalnya, gastroparesis atau ulkus yang sangat parah).
- Masalah kepatuhan minum obat (pasien salah jadwal).
- Refluks non-asam (refluks cairan selain asam lambung, yang tidak merespons obat penekan asam).
Dokter mungkin akan merekomendasikan endoskopi, pH metry 24 jam, atau manometri esofagus untuk mengidentifikasi penyebab masalah.
VI. Peran Pola Hidup dan Diet dalam Mendukung Pengobatan
Pengobatan farmakologis hanya efektif jika didukung oleh modifikasi gaya hidup yang tepat. Bahkan dengan obat terbaik, gejala maag akan terus berulang jika kebiasaan makan dan tidur tidak diubah.
1. Aturan Waktu Makan dan Posisi Tidur
- Jendela Makan Malam: Hindari makan besar minimal 2 hingga 3 jam sebelum waktu tidur. Lambung membutuhkan waktu untuk mengosongkan diri. Tidur dengan lambung penuh hampir pasti akan menyebabkan refluks.
- Posisi Tidur: Tinggikan kepala tempat tidur (bukan hanya menggunakan bantal lebih banyak) sekitar 15-20 cm. Gravitasi membantu mencegah asam mengalir kembali ke kerongkongan.
- Porsi: Makan dalam porsi kecil tetapi lebih sering, dibandingkan tiga kali makan besar. Ini mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah (LES).
2. Makanan dan Minuman Pemicu Utama
Beberapa makanan dikenal dapat melemahkan LES atau merangsang produksi asam secara berlebihan, sehingga harus dihindari, terutama selama masa pengobatan aktif:
- Makanan Berlemak: Lemak memperlambat pengosongan lambung dan melemaskan LES.
- Kafein dan Alkohol: Keduanya secara langsung merangsang produksi asam dan melemaskan LES.
- Makanan Asam: Jeruk, tomat, produk olahan tomat, dan cuka dapat mengiritasi kerongkongan yang sudah meradang.
- Mint dan Cokelat: Kedua zat ini memiliki efek relaksasi langsung pada LES, meningkatkan risiko refluks.
- Minuman Berkarbonasi: Menyebabkan kembung dan meningkatkan tekanan intragastrik, memaksa LES terbuka.
3. Faktor Tambahan
- Berhenti Merokok: Nikotin diketahui melemahkan LES secara signifikan dan mengurangi produksi air liur, yang berfungsi sebagai penetral asam alami.
- Penurunan Berat Badan: Kelebihan berat badan, terutama di sekitar perut, meningkatkan tekanan pada lambung dan merupakan faktor risiko utama GERD. Penurunan berat badan seringkali merupakan pengobatan paling efektif dan permanen.
- Hindari Pakaian Ketat: Pakaian ketat di sekitar pinggang dapat meningkatkan tekanan abdominal dan memicu refluks.
VII. Ringkasan Kepatuhan dan Pemantauan Diri
Kepatuhan terhadap rejimen pengobatan maag tidak hanya berarti minum obat, tetapi juga mencakup pemantauan respon tubuh terhadap obat dan mengenali kapan saatnya mencari bantuan medis lebih lanjut. Kepatuhan yang buruk adalah alasan utama kegagalan pengobatan dispepsia dan GERD.
1. Daftar Periksa Kepatuhan Obat Maag:
- PPIs (Omeprazole, dll.): Selalu 30-60 menit sebelum makan pertama. Jika dua kali sehari, pastikan dosis kedua 30-60 menit sebelum makan malam.
- Antasida: Hanya digunakan saat gejala akut atau 1-3 jam setelah makan.
- Jeda Interaksi: Selalu beri jeda minimal 2 jam antara Antasida/Sukralfat dengan obat lain (termasuk vitamin dan antibiotik).
- Dosis: Jangan pernah mengubah dosis atau menghentikan terapi jangka panjang tanpa berkonsultasi dengan dokter.
- Catatan Harian: Catat waktu minum obat dan gejala yang masih muncul. Ini sangat membantu dokter dalam menyesuaikan terapi.
2. Tanda Bahaya yang Memerlukan Perhatian Medis Segera
Meskipun maag umum terjadi, ada gejala yang menunjukkan kondisi yang lebih serius atau komplikasi yang memerlukan evaluasi darurat (dikenal sebagai Alarm Symptoms):
- Disfagia: Kesulitan atau nyeri saat menelan. Ini bisa menjadi tanda penyempitan esofagus.
- Odinofagia: Rasa sakit saat menelan.
- Penurunan Berat Badan Tak Terduga: Bisa mengindikasikan ulkus yang parah atau keganasan.
- Anemia Defisiensi Besi: Seringkali merupakan tanda perdarahan kronis dari ulkus.
- Muntah Darah atau Kotoran Hitam (Melena): Tanda perdarahan aktif di saluran cerna.
- Muntah Terus Menerus: Dapat mengindikasikan penyumbatan lambung (gastric outlet obstruction).
Pengelolaan maag adalah proses yang berkelanjutan yang memerlukan kerja sama antara pasien dan tim kesehatan. Memahami cara kerja obat dan waktu optimal pengonsumsiannya adalah langkah fundamental menuju pemulihan dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Disiplin dalam jadwal minum obat, dipadukan dengan perubahan gaya hidup yang konsisten, akan memberikan hasil terbaik dalam mengendalikan asam lambung dan mencegah kekambuhan gejala yang menyiksa.
3. Penekanan pada Peran Dokter dan Apoteker
Tidak ada panduan umum yang dapat menggantikan saran medis yang dipersonalisasi. Dokter menentukan jenis dan dosis obat berdasarkan diagnosis spesifik (apakah itu GERD, tukak, atau dispepsia fungsional). Apoteker berperan penting dalam memberikan edukasi tentang interaksi obat dan cara penggunaan yang benar. Pasien harus memanfaatkan kedua sumber daya ini untuk memastikan regimen pengobatan mereka aman dan efektif. Setiap kali ada penambahan obat baru, diskusikan dengan apoteker apakah obat tersebut berinteraksi dengan regimen maag yang sedang dijalani.
4. Memahami Perbedaan antara Bantuan Cepat dan Pengobatan
Penting untuk membedakan antara obat yang memberikan 'bantuan cepat' (Antasida) dan obat yang memberikan 'pengobatan' (PPIs dan H2RAs). Antasida hanya meredakan gejala saat itu juga. Jika Anda mengandalkan antasida setiap hari, itu adalah indikasi bahwa Anda memerlukan pengobatan yang lebih kuat seperti PPI. Penggunaan PPI secara teratur sesuai jadwal, meskipun gejalanya belum sepenuhnya hilang, diperlukan untuk memberikan waktu bagi lapisan kerongkongan dan lambung untuk sembuh total dari kerusakan asam.
Kunci sukses dalam pengobatan maag bukan hanya pada seberapa banyak obat yang diminum, melainkan seberapa konsisten dan tepat waktu obat tersebut dikonsumsi. Dengan memahami mekanisme di balik aturan 30-60 menit sebelum makan untuk PPI, atau 1-3 jam setelah makan untuk Antasida, pasien dapat memaksimalkan potensi obat dan meminimalkan durasi penderitaan dari penyakit maag yang mengganggu.