Kitab Perjanjian Lama, sebagai fondasi utama bagi kepercayaan Yahudi dan titik tolak pemahaman Kristen mengenai keselamatan, menyimpan kekayaan makna yang seringkali terabaikan dalam pemahaman kontemporer. Lebih dari sekadar kumpulan kisah sejarah dan hukum-hukum kuno, Perjanjian Lama menyajikan sebuah narasi perkembangan ilahi yang menyingkap karakter Allah, janji-janji-Nya, dan rencana penebusan yang membentang sepanjang sejarah. Memahami esensi "dalam Perjanjian Lama" berarti menggali jauh ke dalam teologi, etika, dan nubuat yang membentuk dasar bagi wahyu selanjutnya.
Inti dari Perjanjian Lama adalah konsep "perjanjian" (bahasa Ibrani: *brit*). Ini bukanlah sekadar kontrak biasa, melainkan sebuah ikatan sakral dan mengikat antara Allah dan umat pilihan-Nya. Perjanjian ini bervariasi dalam cakupan dan penerima: mulai dari perjanjian dengan Nuh, Abraham, Musa, hingga Daud. Masing-masing perjanjian ini menandai tahapan penting dalam pengungkapan rencana Allah dan penegasan hubungan-Nya yang unik dengan manusia. Melalui perjanjian-perjanjian ini, Allah mendirikan komunitas yang dikuduskan bagi-Nya, menetapkan standar moral dan spiritual, serta memberikan jaminan perlindungan dan berkat. Memahami natur perjanjian ini krusial untuk mengerti mengapa Allah bertindak seperti yang Dia lakukan dan bagaimana Dia membangun hubungan dengan umat manusia.
Taurat atau Hukum Musa, yang terkandung dalam lima kitab pertama Perjanjian Lama (Pentateukh), menjadi komponen sentral. Hukum ini bukan hanya seperangkat aturan ritual, tetapi juga sebuah panduan komprehensif untuk kehidupan yang kudus, adil, dan tertib. Dari Sepuluh Perintah Allah yang fundamental hingga hukum-hukum sipil dan seremonial yang lebih rinci, Taurat bertujuan untuk membedakan umat Israel dari bangsa-bangsa lain, mencerminkan kekudusan Allah dalam setiap aspek kehidupan mereka. Ia juga berfungsi sebagai pengingat akan ketidakmampuan manusia untuk mematuhi standar kesempurnaan Allah secara sempurna, sebuah poin penting yang menunjuk pada kebutuhan akan keselamatan melalui cara lain. Analisis mendalam terhadap hukum ini mengungkap prinsip-prinsip moral abadi yang relevan hingga kini, serta penunjukkan menuju pemenuhan yang lebih besar di masa depan.
Bagian kenabian dalam Perjanjian Lama memainkan peran vital dalam membimbing umat Israel, mengoreksi penyimpangan mereka, dan terutama, mengumumkan pengharapan akan seorang Mesias. Para nabi, diutus oleh Allah, berbicara dengan otoritas ilahi, menyerukan pertobatan, keadilan, dan kesetiaan. Lebih dari itu, mereka menubuatkan kedatangan seorang Juruselamat yang akan memulihkan umat Allah, mendirikan kerajaan keadilan, dan membawa pendamaian universal. Nubuat-nubuat ini, meskipun seringkali simbolis dan membutuhkan penafsiran, memberikan gambaran yang kaya tentang pribadi dan pekerjaan Sang Mesias yang akan datang. Keberadaan nubuat-nubuat ini dalam Perjanjian Lama menjadi bukti kuat dari konsistensi rencana penebusan Allah sepanjang sejarah.
Salah satu aspek yang paling menarik dari Perjanjian Lama adalah cara ia berfungsi sebagai "bayangan" atau penunjuk menuju penggenapan dalam Perjanjian Baru. Ritual pengorbanan, institusi keimaman, dan bahkan peristiwa-peristiwa sejarah tertentu sering kali dilihat sebagai prototipe atau tipe yang mengantisipasi realitas spiritual yang lebih besar yang akan diwujudkan dalam Yesus Kristus. Misalnya, pengorbanan Paskah yang membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir diinterpretasikan sebagai bayangan dari pengorbanan Kristus yang membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa. Memahami hubungan ini memungkinkan kita untuk melihat keseluruhan narasi Alkitab sebagai kesatuan yang koheren, di mana Perjanjian Lama membangun landasan dan Perjanjian Baru menyelesaikannya.