Gamaliel: Kebijaksanaan dalam Pergumulan Iman

Gamaliel dalam Alkitab: Guru Bijak dan Pembela Kebenaran

Dalam narasi Alkitab, khususnya dalam Kisah Para Rasul, muncul satu nama yang begitu penting dan berpengaruh dalam perkembangan awal Kekristenan: Gamaliel. Ia bukan seorang rasul yang mengikuti Yesus secara langsung, namun perannya sebagai seorang guru hukum Taurat yang terkemuka di Yerusalem, dan seorang Farisi, memberikannya otoritas serta rasa hormat yang tinggi di kalangan orang Yahudi. Kisah-kisah yang melibatkannya memberikan pelajaran berharga tentang kebijaksanaan, toleransi, dan cara pandang yang visioner dalam menghadapi perbedaan keyakinan.

Siapakah Gamaliel?

Gamaliel adalah seorang tokoh Yahudi terkemuka yang hidup pada abad pertama Masehi. Ia dikenal sebagai seorang rabi (guru agama) yang sangat dihormati dan seorang Farisi. Kaum Farisi pada masa itu adalah kelompok keagamaan yang sangat ketat dalam menjalankan hukum Taurat, namun mereka juga dikenal memiliki pandangan yang lebih moderat dan terbuka terhadap interpretasi hukum dibandingkan beberapa kelompok lain. Ayah Gamaliel, Simeon ben Hillel, dan kakeknya, Hillel yang Agung, adalah tokoh-tokoh penting dalam tradisi rabinik Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa Gamaliel datang dari garis keturunan para cendekiawan dan pemimpin agama yang memiliki kedalaman intelektual dan spiritual.

Dalam tradisi Yahudi, Gamaliel sendiri dianggap sebagai salah satu dari tujuh guru terbaik yang pernah ada, dan dihormati sebagai "Rabban" (guru kami), gelar kehormatan yang diberikan kepada para pemimpin yang paling bijak dan berpengaruh. Reputasinya sebagai seorang pendidik yang brilian dan pengacara yang cerdas membuatnya menjadi figur yang disegani di kalangan Sanhedrin, badan legislatif dan yudikatif tertinggi orang Yahudi.

Pertemuan dengan Para Rasul

Peran Gamaliel menjadi sorotan dalam Kisah Para Rasul pasal 5. Setelah para rasul, termasuk Petrus dan Yohanes, melakukan banyak mukjizat dan memberitakan Injil tentang Yesus, mereka ditangkap oleh Mahkamah Agama dan dimasukkan ke dalam penjara. Namun, pada malam harinya, seorang malaikat Tuhan membebaskan mereka dan memerintahkan mereka untuk kembali ke Bait Allah dan memberitakan perkataan hidup.

Keesokan paginya, ketika Mahkamah Agama berkumpul untuk mengadili para rasul, mereka terkejut mendapati para rasul tidak lagi di penjara. Bahkan, mereka sedang mengajar di Bait Allah. Para rasul kembali ditangkap, dan dibawa ke hadapan Mahkamah Agama. Dalam suasana yang tegang dan penuh ancaman, para pemimpin agama bersiap untuk menghukum mati mereka.

Di sinilah Gamaliel tampil dengan kebijaksanaan yang luar biasa. Ia meminta agar para rasul diberi waktu sejenak, dan kemudian ia berbicara di hadapan Mahkamah Agama. Pidatonya bukan tentang membela para rasul secara langsung, melainkan sebuah nasihat yang didasarkan pada sejarah dan pengalaman. Ia mengingatkan para anggota Mahkamah Agama tentang beberapa pemberontak di masa lalu yang mengklaim diri mereka sebagai tokoh besar. Ketika gerakan mereka tidak didukung oleh sesuatu yang ilahi, gerakan itu akhirnya hancur dan pengikutnya tercerai-berai.

Nasihat Bijak Gamaliel

Gamaliel berargumen, "Oleh karena itu, dalam hal orang-orang ini, saya katakan: menjauhlah dari mereka dan biarkan mereka pergi! Sebab jika maksud atau pekerjaan ini berasal dari manusia, ia akan lenyap. Tetapi jika ia berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkannya, supaya jangan kamu ternyata melawan Allah." (Kisah Para Rasul 5:38-39).

Nasihat ini sungguh jenius. Gamaliel tidak memihak kepada para rasul, namun ia meminta agar Mahkamah Agama tidak bertindak gegabah dan menghakimi sesuatu yang mungkin berasal dari Tuhan. Ia menggunakan logika sejarah untuk menghentikan potensi kekerasan yang lebih besar. Jika gerakan Yesus ini hanya sekadar gerakan manusia biasa, ia akan lenyap dengan sendirinya. Namun, jika gerakan ini didukung oleh Tuhan, maka upaya untuk melenyapkannya hanya akan sia-sia dan justru berujung pada perlawanan terhadap Allah.

Para anggota Mahkamah Agama, termasuk para imam besar, mendengarkan nasihat Gamaliel. Meskipun mereka masih marah, mereka memutuskan untuk tidak mengeksekusi para rasul. Mereka memanggil para rasul, memerintahkan mereka agar tidak lagi berbicara atau mengajar dalam nama Yesus, lalu melepaskan mereka. Namun, para rasul, dengan hati yang penuh sukacita karena dianggap layak menderita cela demi nama Yesus, terus memberitakan Injil.

Warisan Gamaliel

Peran Gamaliel dalam Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa dalam menghadapi perpecahan keyakinan, kebijaksanaan, pertimbangan, dan pandangan jangka panjang sangatlah penting. Ia menjadi simbol seorang cendekiawan yang mampu melihat melampaui emosi dan prasangka sesaat, serta memberikan solusi yang justru mencegah konflik lebih lanjut.

Bahkan, sebagian tradisi menyebutkan bahwa Rasul Paulus sendiri pernah menjadi murid dari Gamaliel. Jika ini benar, maka pidato Gamaliel di hadapan Mahkamah Agama bisa jadi merupakan momen penting yang membentuk pandangan Paulus di kemudian hari. Paulus, yang awalnya gigih menganiaya gereja, kelak menjadi rasul yang paling berpengaruh dalam menyebarkan Kekristenan ke bangsa-bangsa lain.

Kisah Gamaliel mengingatkan kita bahwa keberagaman pandangan bukanlah selalu ancaman, melainkan bisa menjadi kesempatan untuk belajar dan bertumbuh, asalkan dihadapi dengan kebijaksanaan dan kerendahan hati. Ia mengajarkan kita untuk tidak tergesa-gesa menghakimi, melainkan memeriksa segalanya dan berpegang pada apa yang baik.

🏠 Homepage