Radang tenggorokan, atau faringitis, adalah keluhan umum yang sering membuat tidak nyaman. Meskipun mayoritas kasus disebabkan oleh virus dan akan sembuh dengan sendirinya, sebagian kecil kasus disebabkan oleh infeksi bakteri, terutama oleh Streptococcus pyogenes (Streptokokus Grup A), yang memerlukan penanganan antibiotik yang tepat. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak sesuai dosis justru dapat memperburuk kondisi global resistensi antibiotik.
Radang tenggorokan dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan penyebabnya. Sangat penting untuk membedakannya karena hanya infeksi bakteri yang merespons terhadap antibiotik.
Sebanyak 85% hingga 95% kasus pada orang dewasa dan sebagian besar kasus pada anak disebabkan oleh virus (misalnya, Rhinovirus, Adenovirus, Influenza, Epstein-Barr Virus). Gejala biasanya disertai pilek, batuk, suara serak, dan konjungtivitis. Kasus viral akan sembuh sendiri dalam 5-7 hari, dan antibiotik sama sekali tidak efektif dan tidak boleh digunakan.
Penyebab bakteri yang paling penting adalah Streptococcus pyogenes, yang menyebabkan radang tenggorokan 'Strep Throat'. Strep Throat biasanya tidak disertai batuk atau pilek, namun seringkali melibatkan demam tinggi, bintik-bintik putih (eksudat) pada tonsil, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Infeksi ini wajib diobati dengan antibiotik untuk mencegah komplikasi serius seperti Demam Rematik.
Pengobatan antibiotik difokuskan pada radang tenggorokan yang terbukti disebabkan oleh Streptokokus Grup A Beta-Hemolitik (GABHS). Tujuannya bukan hanya untuk meredakan gejala, tetapi yang paling utama adalah untuk:
Dokter sering menggunakan sistem penilaian untuk menentukan kemungkinan infeksi Strep, yang kemudian memandu keputusan untuk melakukan tes atau memulai pengobatan empiris:
Semakin tinggi skornya, semakin besar kemungkinan radang tersebut membutuhkan antibiotik.
Berdasarkan pedoman klinis, terapi lini pertama untuk radang tenggorokan yang terbukti disebabkan Strep adalah antibiotik golongan penisilin atau amoksisilin. Pilihan alternatif digunakan jika pasien memiliki alergi terhadap penisilin.
Penisilin tetap menjadi pilihan utama karena efektif, murah, dan memiliki spektrum sempit (yang membantu mengurangi resistensi terhadap bakteri lain). Strep A hingga saat ini belum menunjukkan resistensi signifikan terhadap penisilin.
Amoksisilin sering menjadi pilihan praktis, terutama untuk anak-anak, karena rasanya yang lebih enak dan penyerapan yang lebih baik dibandingkan Penicillin V. Selain itu, dosisnya umumnya cukup diminum dua kali sehari, yang meningkatkan kepatuhan pasien.
Penisilin V adalah pilihan klasik dan sangat efektif, meskipun harus diminum 3-4 kali sehari.
Dalam beberapa kasus, terutama jika kepatuhan pasien diragukan atau pasien memiliki riwayat Demam Rematik, dokter mungkin memilih Penisilin Benzatin yang diberikan melalui injeksi intramuskular dosis tunggal. Dosis tunggal ini memberikan kadar obat yang cukup lama untuk memberantas Strep A secara total, menghilangkan masalah lupa minum obat harian.
Jika pasien memiliki alergi terkonfirmasi terhadap penisilin, golongan makrolida adalah alternatif lini kedua yang paling sering diresepkan. Namun, perlu dicatat bahwa resistensi Strep A terhadap makrolida (khususnya Eritromisin) dilaporkan semakin meningkat di beberapa wilayah.
Azitromisin sangat populer karena durasi pengobatan yang singkat dan dosis yang sederhana. Meskipun memiliki masa pengobatan yang lebih pendek, obat ini masih efektif karena memiliki waktu paruh yang sangat panjang, memungkinkan efek terapi bertahan lama setelah dosis terakhir diminum.
Klaritromisin adalah makrolida lain yang efektif. Penggunaannya serupa dengan Azitromisin, tetapi biasanya diberikan selama 10 hari, seperti halnya Penisilin.
Sefalosporin, khususnya generasi pertama, digunakan pada pasien yang alergi penisilin tetapi alergi tersebut dianggap 'ringan' atau tidak berupa anafilaksis (karena ada kemungkinan alergi silang antara penisilin dan sefalosporin, meskipun risikonya rendah).
Sefaleksin sering digunakan 2-4 kali sehari selama 10 hari. Sefadroksil memiliki keunggulan karena dapat diberikan sekali atau dua kali sehari, yang meningkatkan kepatuhan.
Klindamisin digunakan ketika pasien memiliki alergi penisilin yang parah (anafilaksis) dan juga resisten terhadap makrolida, atau ketika ada kecurigaan bahwa radang tenggorokan disertai oleh infeksi peritonsilar atau abses.
Memahami bagaimana obat bekerja di dalam tubuh (Farmakokinetik) dan apa efeknya terhadap bakteri (Farmakodinamik) sangat penting untuk memastikan eradikasi bakteri Strep A secara tuntas.
Amoksisilin diserap dengan baik di saluran pencernaan, bahkan dengan adanya makanan, yang merupakan keunggulan besar dibandingkan Penicillin V. Puncak konsentrasi plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Obat ini didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan tubuh, termasuk mencapai konsentrasi yang efektif di jaringan tonsil dan mukosa tenggorokan, memastikan bakteri Strep A terpapar dosis mematikan.
Amoksisilin memiliki bioavailabilitas oral sekitar 70-90%. Waktu paruh eliminasinya cukup singkat (sekitar 1-1,5 jam), yang menjelaskan mengapa dosis perlu diberikan 2-3 kali sehari untuk menjaga konsentrasi terapeutik yang stabil di dalam darah dan jaringan selama 24 jam penuh.
Azitromisin menampilkan farmakokinetik yang sangat unik. Meskipun konsentrasi dalam plasma mungkin rendah, obat ini memiliki kemampuan luar biasa untuk menembus sel dan jaringan (terutama sel fagosit), di mana ia mencapai konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada di darah. Azitromisin kemudian dilepaskan perlahan dari sel, menghasilkan waktu paruh eliminasi yang sangat panjang (sekitar 68 jam).
Keunikan ini memungkinkan dosis yang lebih jarang dan durasi terapi yang lebih singkat (5 hari), tetapi tetap memberikan efek antibakteri yang berkelanjutan, atau yang dikenal sebagai efek pasca-antibiotik (PAE).
Salah satu pertimbangan terbesar dalam pemilihan antibiotik adalah alergi. Jika pasien alergi terhadap Penisilin:
Apoteker di apotik harus selalu mengonfirmasi riwayat alergi pasien sebelum dispensing, terutama jika resepnya berasal dari kelas Penisilin atau Sefalosporin.
Penggunaan antibiotik yang tidak perlu (untuk infeksi viral) atau penggunaan dosis yang tidak tepat adalah pendorong utama resistensi. Meskipun Strep A masih sensitif terhadap Penisilin, penggunaan makrolida secara berlebihan dapat meningkatkan prevalensi resistensi makrolida, mempersulit pengobatan di masa depan.
Kepatuhan (adherence) adalah faktor tunggal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi antibiotik Strep Throat. Kegagalan kepatuhan dapat menyebabkan kegagalan klinis atau, yang lebih parah, memicu komplikasi Demam Rematik.
Untuk penisilin, durasi 10 hari ditetapkan bukan hanya untuk membunuh semua bakteri yang menyebabkan gejala akut, tetapi juga untuk menghilangkan kolonisasi Strep A dari tenggorokan. Ini adalah waktu minimum yang dibutuhkan untuk membasmi sepenuhnya GABHS dan mencegah timbulnya respons autoimun yang menyebabkan Demam Rematik.
Setiap golongan antibiotik memiliki profil efek samping yang berbeda, tetapi pasien harus disiapkan untuk hal-hal umum berikut:
Apoteker harus memberikan konseling terkait interaksi obat yang dapat mengurangi efektivitas atau meningkatkan toksisitas:
Untuk mengurangi diare dan mual akibat antibiotik, pasien sering disarankan untuk mengambil langkah-langkah berikut:
Meskipun antibiotik adalah inti pengobatan Strep Throat, penanganan radang tenggorokan viral (yang paling umum) sepenuhnya bergantung pada terapi simtomatik. Terapi ini juga membantu meredakan ketidaknyamanan selama antibiotik bekerja pada infeksi bakteri.
Obat-obatan ini tersedia bebas di apotik dan sangat penting untuk meningkatkan kenyamanan pasien:
Terapi topikal dapat memberikan kelegaan instan di area yang sakit:
Dehidrasi adalah risiko nyata ketika pasien merasa sakit untuk menelan. Rekomendasi apoteker meliputi:
Alasan utama mengapa radang tenggorokan bakteri (Strep A) harus diobati dengan antibiotik, dan mengapa kepatuhan 10 hari sangat penting, adalah untuk mencegah dua komplikasi autoimun yang berpotensi mematikan:
ARF adalah kondisi inflamasi serius yang dapat berkembang 2-4 minggu setelah infeksi Strep Throat yang tidak diobati. Ini terjadi karena antibodi tubuh yang seharusnya menyerang bakteri Strep A, malah menyerang jaringan tubuh sendiri, terutama jantung, sendi, kulit, dan otak.
APSGN adalah inflamasi serius pada ginjal (glomeruli) yang terjadi sekitar 10 hari setelah infeksi tenggorokan. Gejala meliputi darah dalam urin (hematuria), bengkak (edema), dan tekanan darah tinggi. Meskipun sebagian besar pasien pulih sepenuhnya, ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal permanen pada kasus tertentu.
Penting: Tidak seperti ARF, pengobatan antibiotik tampaknya tidak 100% efektif dalam mencegah APSGN, namun tetap dianjurkan untuk memberantas bakteri. Pencegahan utamanya adalah diagnosis dan pengobatan infeksi Strep A yang cepat.
Jika infeksi bakteri tidak ditangani, komplikasi dapat menyebar secara lokal di area tenggorokan dan leher:
Penggunaan antibiotik pada anak-anak, ibu hamil, dan lansia memerlukan pertimbangan dosis dan keamanan yang lebih mendalam.
Anak usia 5 hingga 15 tahun adalah kelompok usia dengan insiden Strep Throat dan risiko ARF tertinggi. Dosis antibiotik pada anak harus selalu disesuaikan dengan berat badan, bukan usia, untuk memastikan dosis yang efektif.
Radang tenggorokan bakteri harus diobati pada ibu hamil untuk melindungi ibu dari komplikasi dan memastikan kesehatan janin secara keseluruhan.
Pasien lansia seringkali memiliki fungsi ginjal yang menurun dan menggunakan banyak obat lain (polifarmasi), yang meningkatkan risiko interaksi obat dan akumulasi antibiotik.
Di Indonesia, antibiotik tergolong obat keras (berlabel K berwarna merah) dan secara hukum memerlukan resep dokter. Peran apoteker sangat krusial dalam memastikan penggunaan yang bertanggung jawab.
Ketika Anda membawa resep antibiotik untuk radang tenggorokan ke apotik, apoteker akan melakukan beberapa langkah penting:
Meskipun apoteker memiliki kewenangan terbatas untuk memberikan obat keras dalam keadaan darurat (OOT, Obat-Obat Tertentu), antibiotik untuk infeksi serius seperti Strep Throat harus selalu melalui resep. Apoteker akan menolak permintaan pasien untuk membeli antibiotik tanpa resep jika tidak ada bukti diagnosis bakteri yang jelas. Sebaliknya, apoteker akan merekomendasikan terapi simtomatik (Parasetamol/Ibuprofen) dan merujuk pasien ke dokter jika gejala mengindikasikan infeksi bakteri.
Penyimpanan yang salah dapat menurunkan efektivitas obat. Pembuangan yang salah berkontribusi pada pencemaran lingkungan dan resistensi mikroba.
Jika pasien sudah menjalani terapi antibiotik yang benar (misalnya 10 hari Amoksisilin), tetapi gejala muncul kembali dalam waktu 1-2 minggu, ini bisa menjadi tanda kegagalan terapi. Kegagalan ini bisa disebabkan oleh:
Dalam kasus kegagalan terapi, dokter biasanya akan mempertimbangkan perubahan ke golongan obat lain, seperti Sefalosporin Generasi Pertama (Sefaleksin atau Sefadroksil) atau Klindamisin, dan mungkin memerlukan tes diagnosis ulang untuk mengidentifikasi patogen penyebab kegagalan tersebut.
Karena Amoksisilin adalah salah satu antibiotik yang paling umum digunakan dan direkomendasikan untuk Strep Throat, penting untuk memahami profil obat ini secara menyeluruh, termasuk variasi dosis dan kapan harus menggunakannya dengan hati-hati.
Dosis standar untuk Strep Throat seringkali adalah dosis tinggi untuk memastikan penetrasi yang efektif ke jaringan tenggorokan. Untuk orang dewasa, 500 mg setiap 8 jam (tiga kali sehari) atau 875 mg setiap 12 jam (dua kali sehari) adalah regimen umum. Dosis 875 mg bid (dua kali sehari) sering disukai karena kepatuhan yang lebih mudah.
Amoksisilin, meskipun umumnya aman, memiliki beberapa interaksi yang perlu dicatat apoteker:
Radang tenggorokan bakteri (Streptokokus) adalah salah satu dari sedikit infeksi pernapasan atas yang memerlukan intervensi antibiotik yang cepat dan tuntas. Di apotik, obat seperti Amoksisilin, Penicillin V, dan Azitromisin (untuk alergi) adalah standar emas yang digunakan untuk mencegah komplikasi fatal seperti Demam Rematik.
Kunci keberhasilan pengobatan terletak pada kepatuhan pasien untuk menyelesaikan seluruh rangkaian dosis 10 hari (atau 5 hari untuk Azitromisin) dan kolaborasi yang erat antara dokter, pasien, dan apoteker. Penggunaan antibiotik yang bijaksana, berdasarkan diagnosis yang akurat, adalah langkah terpenting dalam upaya kolektif melawan ancaman global resistensi antibiotik.
Jangan pernah memulai pengobatan antibiotik tanpa konfirmasi bahwa radang tenggorokan Anda disebabkan oleh bakteri. Jika Anda menerima resep, pastikan Anda menyelesaikan setiap dosisnya. Kesehatan tenggorokan Anda, dan pencegahan Demam Rematik, bergantung pada disiplin ini.
— Artikel ini disajikan sebagai informasi edukasi dan bukan pengganti konsultasi medis profesional. Selalu konsultasikan kondisi kesehatan Anda dan resep obat yang tepat kepada dokter dan apoteker berlisensi. —