Obat Buat Asam Lambung: Analisis Mendalam Mengenai Pilihan Terapi GERD dan Maag
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease, atau GERD) dan maag (dispepsia) adalah kondisi kesehatan umum yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Sensasi terbakar di dada, yang sering disebut heartburn, adalah gejala paling khas yang dapat sangat mengganggu kualitas hidup. Gejala ini terjadi ketika asam lambung kembali naik ke kerongkongan, iritasi dan bahkan merusak lapisan esofagus.
Manajemen yang efektif terhadap GERD membutuhkan pemahaman yang komprehensif mengenai berbagai pilihan terapi yang tersedia, mulai dari perubahan gaya hidup yang ketat hingga penggunaan obat-obatan yang bekerja dengan mekanisme berbeda. Obat buat asam lambung tidak hanya bertujuan meredakan gejala akut, tetapi juga mencegah komplikasi jangka panjang yang serius, seperti esofagitis, striktur esofagus, dan dalam kasus yang jarang, Barrett’s Esophagus.
Asam lambung naik melewati sfingter esofagus bawah yang melemah, menyebabkan sensasi terbakar di dada.
I. Klasifikasi Utama Obat Buat Asam Lambung
Pengobatan asam lambung dibagi menjadi beberapa kelas utama, masing-masing menargetkan mekanisme produksi atau penetralan asam dengan cara yang berbeda. Pilihan obat bergantung pada tingkat keparahan gejala, frekuensi kejadian, dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
1. Antasida (Penetral Asam)
Antasida adalah obat buat asam lambung yang bekerja paling cepat. Obat ini bekerja secara langsung dengan menetralkan asam klorida (HCl) yang sudah ada di dalam lambung, sehingga meningkatkan pH lambung dan meredakan rasa sakit dengan sangat cepat.
Mekanisme Kerja dan Komposisi
Antasida adalah garam basa yang tidak terserap sempurna. Jenis utama antasida meliputi:
- Aluminium Hidroksida: Sering dikombinasikan dengan magnesium. Efek samping yang paling umum adalah konstipasi (sembelit).
- Magnesium Hidroksida: Dikenal juga sebagai susu magnesia. Efek samping yang paling umum adalah diare. Kombinasi Alumunium dan Magnesium sering digunakan untuk menyeimbangkan efek samping ini.
- Kalsium Karbonat: Bekerja cepat dan merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi dapat menyebabkan konstipasi dan memiliki risiko efek samping jika dosis tinggi digunakan dalam jangka panjang (sindrom susu-alkali).
- Natrium Bikarbonat: Bekerja sangat cepat, namun kandungan natriumnya tinggi, sehingga tidak disarankan bagi penderita hipertensi atau gagal jantung.
Waktu Penggunaan yang Tepat
Antasida harus diminum segera setelah gejala muncul. Efeknya hanya bertahan selama 30 menit hingga 1 jam. Jika diminum 1 jam setelah makan, efeknya dapat bertahan hingga 3 jam karena makanan memperlambat pengosongan lambung. Antasida umumnya tidak digunakan untuk pengobatan GERD kronis, melainkan sebagai terapi penyelamat (rescue therapy) untuk meredakan gejala mendadak.
2. Penghambat Reseptor H2 (H2-Blockers)
Obat buat asam lambung kelas H2-Blockers bekerja dengan menghambat reseptor histamin (H2) pada sel parietal lambung. Histamin adalah salah satu stimulan utama produksi asam. Dengan memblokir reseptor ini, produksi asam lambung akan berkurang secara signifikan.
Contoh dan Efektivitas
H2-Blockers tersedia dalam dosis bebas dan resep. Mereka bekerja lebih lambat dari Antasida (sekitar 30-60 menit untuk bereaksi), tetapi efeknya bertahan lebih lama (hingga 12 jam).
- Ranitidin: Meskipun ditarik di beberapa negara karena kekhawatiran kontaminan, ini adalah H2 Blocker yang paling umum.
- Famotidin: Saat ini sering direkomendasikan sebagai alternatif Ranitidin.
- Simetidin: Salah satu yang pertama, tetapi sering dihindari karena berinteraksi dengan banyak obat lain.
- Nizatidin: Pilihan lain yang efektif.
H2-Blockers sangat efektif untuk pengobatan GERD non-erosif dan maag ringan hingga sedang. Namun, jika digunakan secara terus-menerus, tubuh dapat mengembangkan toleransi (tachyphylaxis) terhadap obat ini, sehingga efektivitasnya berkurang seiring waktu.
3. Penghambat Pompa Proton (Proton Pump Inhibitors - PPIs)
PPIs adalah obat buat asam lambung yang paling kuat dan paling sering diresepkan. Mereka dianggap sebagai standar emas untuk pengobatan GERD erosif, esofagitis berat, dan kondisi hipersekresi asam lainnya.
Mekanisme Kerja PPIs
PPIs bekerja dengan secara ireversibel menghambat pompa proton (H+/K+-ATPase) yang terletak di sel parietal lambung. Pompa ini adalah langkah terakhir dalam proses sekresi asam. Dengan mematikan pompa ini, PPIs dapat mengurangi produksi asam hingga 90%.
Jenis PPIs yang Umum Ditemui
Meskipun semua PPIs memiliki mekanisme kerja yang serupa, mereka berbeda dalam metabolisme, dosis, dan beberapa interaksi obat:
- Omeprazole (Prilosec): Salah satu PPIs pertama, sering digunakan sebagai dosis awal.
- Esomeprazole (Nexium): Dikenal sebagai S-isomer Omeprazole, dianggap memiliki bioavailabilitas yang sedikit lebih baik.
- Lansoprazole (Prevacid): Sering tersedia dalam bentuk kapsul yang mudah ditelan atau bubuk larut.
- Pantoprazole (Protonix): Diketahui memiliki potensi interaksi obat yang lebih rendah dibanding PPIs lain.
- Rabeprazole (Aciphex): Diketahui memiliki waktu onset yang lebih cepat dibanding beberapa PPIs lain.
- Dexlansoprazole (Dexilant): Diformulasikan untuk pelepasan ganda (dua kali pelepasan obat) untuk efek yang lebih lama.
Aturan Kunci Penggunaan PPIs
Efektivitas PPI sangat bergantung pada waktu pemberian dosis. PPIs adalah prodrug yang hanya aktif setelah dimetabolisme oleh sel parietal yang aktif. Oleh karena itu, obat ini harus diminum 30 hingga 60 menit sebelum makan pertama pada hari itu (biasanya sarapan). Jika diminum setelah makan atau sebelum tidur, efektivitasnya berkurang drastis. Dosis ganda (jika diresepkan) harus diminum sebelum makan pagi dan makan malam.
4. Agen Prokinetik
Agen prokinetik bukan obat buat asam lambung dalam arti mengurangi keasaman, tetapi mereka membantu mengatasi GERD dengan meningkatkan motilitas saluran pencernaan. Obat ini mempercepat pengosongan lambung, sehingga mengurangi waktu asam lambung stagnan di perut dan mengurangi risiko refluks.
- Metoclopramide: Meningkatkan kontraksi otot sfingter esofagus bawah dan mempercepat pengosongan lambung. Penggunaannya sering dibatasi karena risiko efek samping neurologis.
- Domperidone: Bekerja serupa tetapi dengan risiko efek samping neurologis yang lebih rendah.
Obat ini sering digunakan ketika GERD disertai dengan gastroparesis (pengosongan lambung yang lambat).
5. Alginat (Pembentuk Rakit)
Obat buat asam lambung yang mengandung alginat (misalnya natrium alginat) bekerja dengan membentuk lapisan pelindung atau "rakit" di atas isi lambung. Rakit gel ini bertindak sebagai penghalang fisik, mencegah asam naik ke kerongkongan. Obat ini sangat berguna untuk meredakan gejala refluks setelah makan.
II. Pertimbangan Khusus: Jangka Pendek vs. Jangka Panjang
Pengobatan asam lambung harus selalu dipertimbangkan dalam konteks durasi terapi. Ada perbedaan mendasar dalam tujuan penggunaan antara obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi gejala akut dan yang digunakan untuk penyembuhan atau pemeliharaan jangka panjang.
1. Penggunaan Jangka Pendek (Akut)
Untuk kasus maag sesekali atau GERD ringan, penggunaan Antasida atau H2-Blockers (dosis rendah) secara intermiten (hanya saat dibutuhkan) sudah cukup. Tujuan utamanya adalah peredaan gejala cepat.
2. Penggunaan Jangka Panjang (Kronis)
Jika GERD bersifat kronis, erosif, atau menyebabkan komplikasi seperti esofagitis, terapi PPIs selama 8-12 minggu biasanya diperlukan untuk penyembuhan. Setelah penyembuhan, dokter mungkin merekomendasikan strategi berikut:
- Dosis Pemeliharaan PPI: Menggunakan PPI dosis rendah setiap hari.
- Terapi Sesuai Permintaan (On-Demand): Menggunakan PPI atau H2-Blockers hanya pada hari-hari ketika gejala terjadi.
- Stepping Down: Pindah dari PPI ke H2-Blockers, dan kemudian ke Antasida, untuk melihat apakah gejala dapat dikendalikan dengan obat yang kurang poten.
3. Risiko Jangka Panjang Penggunaan PPIs
Meskipun PPIs sangat aman untuk penggunaan jangka pendek, penggunaan obat buat asam lambung yang sangat efektif ini dalam waktu bertahun-tahun telah menimbulkan beberapa kekhawatiran klinis. Penting untuk memastikan dosis PPI adalah yang terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala.
Potensi Efek Samping Jangka Panjang:
- Gangguan Penyerapan Nutrisi: Penurunan keasaman lambung dapat mengganggu penyerapan Vitamin B12, zat besi, dan magnesium. Defisiensi B12 dapat menyebabkan anemia.
- Peningkatan Risiko Infeksi: Asam lambung berfungsi sebagai garis pertahanan pertama terhadap patogen. Mengurangi keasaman dapat meningkatkan risiko infeksi gastrointestinal, terutama Clostridium difficile (C. diff), dan pneumonia.
- Risiko Fraktur Tulang: Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko fraktur pinggul dan tulang belakang pada pengguna PPI jangka panjang, kemungkinan terkait dengan gangguan penyerapan kalsium.
- Masalah Ginjal: Terdapat korelasi yang diamati antara penggunaan PPI kronis dan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis (CKD).
- Fenomena Rebound Asam: Ketika PPIs dihentikan mendadak setelah penggunaan lama, terjadi peningkatan sementara sekresi asam lambung di atas tingkat normal, yang dapat menyebabkan gejala GERD yang parah. Oleh karena itu, penarikan PPI harus dilakukan secara bertahap (tapering).
Perbedaan visual antara kapsul PPI, tablet H2 blocker, dan antasida cair yang bekerja dengan mekanisme berbeda.
III. Manajemen Non-Farmakologis: Pondasi Pengobatan Asam Lambung
Obat buat asam lambung adalah alat bantu yang kuat, tetapi manajemen GERD yang berhasil, terutama GERD kronis, sangat bergantung pada modifikasi gaya hidup. Dalam banyak kasus, perubahan diet dan perilaku dapat mengurangi frekuensi dan keparahan gejala, bahkan memungkinkan pasien untuk mengurangi dosis obat.
1. Modifikasi Diet Ketat
Beberapa makanan dan minuman tertentu diketahui melemahkan tekanan sfingter esofagus bawah (LES) atau secara langsung mengiritasi kerongkongan.
- Hindari Pemicu LES Lemah:
- Makanan Berlemak Tinggi: Makanan berlemak memerlukan waktu lama untuk dicerna, menunda pengosongan lambung dan meningkatkan risiko refluks.
- Cokelat: Mengandung metilxantin, yang terbukti melemaskan LES.
- Peppermint dan Spearmint: Secara inheren melemaskan otot LES.
- Alkohol dan Kafein: Keduanya dapat mengendurkan LES dan meningkatkan sekresi asam.
- Hindari Iritan Langsung:
- Makanan Asam: Jeruk, tomat (dan produk berbasis tomat seperti saus pasta), cuka.
- Minuman Berkarbonasi: Meningkatkan tekanan gas di dalam perut, yang mendorong asam naik.
- Makanan Pedas: Meskipun mekanisme kerjanya masih diperdebatkan, banyak penderita GERD melaporkan bahwa makanan pedas memperburuk gejala.
2. Strategi Makan dan Waktu
Bukan hanya apa yang Anda makan, tetapi kapan dan bagaimana Anda makan yang sangat memengaruhi refluks.
- Makan Porsi Kecil dan Sering: Porsi makan yang besar meregangkan perut dan meningkatkan tekanan internal, yang dapat memaksa LES terbuka.
- Jangan Berbaring Setelah Makan: Usahakan untuk tetap tegak minimal 2-3 jam setelah makan besar. Gravitasi adalah sekutu terpenting dalam mencegah refluks.
- Batasi Asupan Cairan Saat Makan: Minum banyak cairan saat makan dapat meningkatkan volume lambung secara keseluruhan.
- Hindari Ngemil Malam Hari: Makan mendekati waktu tidur adalah pemicu refluks malam hari yang paling umum.
3. Penyesuaian Posisi Tidur dan Berat Badan
Tekanan mekanis memainkan peran besar dalam GERD, terutama saat tidur.
- Angkat Kepala Tempat Tidur (Head-of-Bed Elevation): Ini berbeda dengan hanya menggunakan bantal lebih banyak. Kepala tempat tidur harus diangkat 6-9 inci (15-23 cm) menggunakan balok di bawah kaki tempat tidur atau baji khusus. Tujuannya adalah memastikan kerongkongan berada di atas perut.
- Penurunan Berat Badan: Obesitas, terutama obesitas perut, meningkatkan tekanan intra-abdominal. Tekanan ini mendorong isi perut ke atas dan merupakan penyebab signifikan GERD. Penurunan berat badan sering kali menjadi terapi paling efektif untuk banyak pasien GERD.
- Pakaian Longgar: Hindari pakaian ketat, ikat pinggang yang terlalu kencang, atau korset yang menekan perut.
Mengangkat kepala tempat tidur menggunakan balok atau baji membantu gravitasi mencegah refluks malam hari.
IV. Terapi Alternatif dan Suplemen
Beberapa individu mencari obat buat asam lambung dari sumber alami atau suplemen. Meskipun kurang didukung oleh uji klinis besar dibandingkan dengan PPIs, beberapa di antaranya menawarkan bantuan dan dapat digunakan sebagai pelengkap manajemen gaya hidup.
1. Pengobatan Herbal Tradisional
- Jahe: Jahe memiliki sifat anti-inflamasi alami dan sering digunakan dalam pengobatan tradisional untuk meredakan mual dan masalah pencernaan.
- Chamomile (Kamomil): Dipercaya dapat menenangkan perut dan mengurangi stres, faktor yang berkontribusi terhadap GERD.
- Akar Licorice (Deglycyrrhizinated Licorice - DGL): DGL diyakini dapat membantu membentuk lapisan pelindung pada esofagus dan lambung, meskipun perlu lebih banyak bukti ilmiah.
- Lidah Buaya (Aloe Vera): Jus lidah buaya kadang-kadang digunakan untuk mengurangi peradangan esofagus, tetapi harus berhati-hati karena beberapa produk dapat bersifat pencahar.
2. Probiotik dan Enzim Pencernaan
Meskipun probiotik tidak secara langsung mengurangi asam, mereka dapat membantu menyeimbangkan mikrobioma usus, yang dapat mengurangi gejala kembung dan tekanan perut yang sering memperburuk refluks. Namun, bukti langsung bahwa probiotik menyembuhkan GERD masih terbatas.
V. Penyakit Penyerta dan Populasi Khusus
Pengobatan asam lambung harus disesuaikan ketika pasien memiliki kondisi kesehatan lain atau termasuk dalam populasi khusus (misalnya, kehamilan, anak-anak, atau lansia).
1. Pengobatan Asam Lambung pada Ibu Hamil
GERD sangat umum terjadi selama kehamilan karena perubahan hormonal dan tekanan fisik dari janin yang membesar. Pilihan pengobatan harus sangat hati-hati:
- Lini Pertama: Perubahan gaya hidup dan diet.
- Lini Kedua: Antasida berbasis kalsium (kecuali natrium bikarbonat). Alginat juga dianggap aman.
- Lini Ketiga: H2-Blockers seperti Famotidin dan Ranitidin (dosis rendah) umumnya aman.
- PPIs: Omeprazole sering dianggap aman jika diperlukan, tetapi penggunaannya harus dibatasi jika mungkin.
2. GERD pada Lansia
Lansia sering mengalami GERD dengan gejala yang tidak khas atau tumpang tindih dengan penyakit lain. Penggunaan obat buat asam lambung pada lansia perlu pertimbangan khusus karena:
- Polifarmasi: PPIs dapat berinteraksi dengan banyak obat yang biasa digunakan lansia (misalnya, pengencer darah seperti Clopidogrel).
- Risiko Fraktur: Peningkatan risiko fraktur tulang memerlukan pemantauan penyerapan kalsium dan vitamin D.
- Clostridium difficile: Risiko infeksi C. diff lebih tinggi pada populasi lansia yang menggunakan PPI.
3. Interaksi Obat Kritis
Salah satu interaksi paling penting melibatkan PPI dan obat antiplatelet Clopidogrel. Clopidogrel memerlukan aktivasi oleh enzim CYP2C19, enzim yang juga dihambat oleh beberapa PPIs (terutama Omeprazole). Menghambat aktivasi ini dapat mengurangi efektivitas Clopidogrel, meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular. Dokter mungkin merekomendasikan Pantoprazole atau H2-Blockers sebagai alternatif pada pasien jantung yang membutuhkan pencegahan asam.
VI. Kapan Obat Saja Tidak Cukup: Pilihan Intervensi
Pada sejumlah kecil pasien, gejala GERD persisten meskipun telah menggunakan obat buat asam lambung dosis tertinggi (PPI dosis ganda) dan telah melakukan modifikasi gaya hidup. Kondisi ini disebut Refluks yang Refrakter (Refractory GERD). Dalam kasus ini, intervensi medis atau bedah mungkin diperlukan.
1. Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan
Jika pengobatan farmakologis gagal, pasien mungkin menjalani:
- Endoskopi: Untuk melihat kerusakan esofagus (erosi) atau memeriksa Barrett’s Esophagus.
- pH Monitoring (Pemantauan pH 24 jam): Mengukur berapa kali dan berapa lama asam lambung benar-benar naik.
- Manometri Esofagus: Mengukur kekuatan dan koordinasi otot esofagus, termasuk LES.
- Impedansi-pH Monitoring: Sangat berguna untuk mendeteksi refluks non-asam (seperti refluks gas atau cairan empedu) yang tidak akan merespons PPI.
2. Pilihan Bedah
Pembedahan bertujuan untuk memperkuat sfingter esofagus bawah (LES) dan sering dipertimbangkan pada pasien muda yang tidak ingin bergantung pada obat seumur hidup, atau mereka yang GERD-nya tidak merespons obat.
- Fundoplikasi Nissen: Prosedur bedah standar di mana bagian atas lambung (fundus) dililitkan di sekitar esofagus bagian bawah untuk menciptakan LES yang lebih kuat. Ini adalah prosedur yang sangat efektif tetapi invasif.
- Prosedur Magnetik (LINX): Cincin magnetik kecil ditanamkan di sekitar LES. Magnet menahan sfingter tertutup terhadap refluks, tetapi akan terbuka saat pasien menelan. Ini adalah pilihan yang kurang invasif.
- Prosedur Endoskopik: Beberapa prosedur yang bertujuan mengencangkan LES melalui endoskopi, meskipun efektivitas jangka panjangnya bervariasi.
VII. Mengelola Kecemasan dan GERD
Hubungan antara sistem saraf dan pencernaan (sumbu usus-otak) sangat erat. Kecemasan, stres, dan kondisi psikologis lainnya tidak menyebabkan GERD secara langsung, tetapi dapat memperburuk gejala dan menurunkan ambang batas nyeri esofagus, membuat refluks normal terasa jauh lebih menyakitkan.
1. Peningkatan Sensitivitas
Stres dapat meningkatkan sensitivitas saraf di esofagus, menyebabkan sensasi terbakar yang parah meskipun jumlah refluks asam yang terjadi mungkin minimal. Ini disebut hipersensitivitas esofagus.
2. Peran Obat Kecemasan
Dalam kasus di mana stres dan kecemasan adalah faktor utama yang memperburuk gejala, dokter mungkin merekomendasikan terapi tambahan yang tidak secara langsung merupakan obat buat asam lambung, seperti:
- Antidepresan Trisiklik Dosis Rendah: Beberapa antidepresan dapat membantu mengurangi sensitivitas nyeri esofagus (visceral hypersensitivity).
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT): Untuk membantu mengelola respons terhadap stres dan rasa sakit kronis.
VIII. Strategi Penghentian Obat (Tapering PPIs)
Karena risiko fenomena rebound asam, menghentikan PPI harus dilakukan secara bertahap, terutama setelah penggunaan rutin selama 6 bulan atau lebih. Menghentikan PPI secara tiba-tiba dapat menyebabkan gejala GERD kembali dengan intensitas yang lebih parah, yang seringkali salah diinterpretasikan pasien sebagai indikasi bahwa mereka harus melanjutkan obat dosis tinggi.
1. Protokol Pengurangan Dosis (Tapering)
- Langkah Pertama: Kurangi dosis PPI menjadi setengah dari dosis awal (misalnya, dari 40 mg menjadi 20 mg) selama 2 hingga 4 minggu.
- Langkah Kedua: Jika gejala terkontrol, ganti PPI harian menjadi penggunaan H2-Blocker dosis rendah (misalnya, Famotidin 10 mg) atau PPI dosis sangat rendah secara bergantian (misalnya, PPI setiap dua hari sekali).
- Langkah Terakhir: Gunakan Antasida atau Alginat sebagai ‘rescue therapy’ (hanya saat dibutuhkan) selama beberapa minggu hingga sistem pencernaan menyesuaikan diri kembali dengan produksi asam normal.
Proses ini memerlukan kesabaran dan seringkali memakan waktu beberapa bulan, namun penting untuk menghindari ketergantungan seumur hidup pada obat buat asam lambung yang paling kuat.
IX. Mitos dan Kesalahpahaman Tentang Pengobatan Asam Lambung
Terdapat banyak mitos yang beredar tentang cara kerja dan keamanan obat buat asam lambung yang perlu diluruskan:
Mitos 1: PPIs bekerja instan seperti Antasida.
Fakta: PPIs membutuhkan waktu 3-4 hari untuk mencapai efektivitas penuh karena mereka perlu waktu untuk menghambat pompa proton yang baru disintesis. Antasida adalah satu-satunya yang memberikan bantuan instan.
Mitos 2: Semua orang yang minum PPI akan mengalami masalah tulang.
Fakta: Risiko fraktur sangat kecil dan terutama terlihat pada pasien yang menggunakan dosis sangat tinggi selama lebih dari satu tahun dan yang sudah memiliki risiko osteoporosis. Bagi kebanyakan pasien, manfaat penyembuhan GERD jauh lebih besar daripada risiko ini.
Mitos 3: Minum susu akan menyembuhkan maag.
Fakta: Susu mungkin terasa menenangkan pada awalnya karena melapisi esofagus, tetapi protein dan kalsium dalam susu sebenarnya merangsang lambung untuk memproduksi lebih banyak asam tak lama setelah diminum (efek rebound). Ini bisa memperburuk gejala jangka panjang.
X. Kesimpulan Akhir: Pendekatan Komprehensif
Pengobatan asam lambung, baik itu GERD atau maag, adalah perjalanan yang melibatkan lebih dari sekadar mengonsumsi pil. Pilihan obat buat asam lambung yang paling tepat—Antasida, H2-Blockers, atau PPIs—harus didasarkan pada diagnosis yang tepat mengenai tingkat keparahan penyakit dan frekuensi refluks. PPIs menawarkan penekanan asam paling kuat, ideal untuk penyakit erosif, tetapi memerlukan pengawasan medis ketat untuk penggunaan jangka panjang.
Kunci keberhasilan jangka panjang terletak pada penekanan manajemen gaya hidup. Perubahan kebiasaan makan, menghindari pemicu, dan mempertahankan berat badan yang sehat adalah fondasi yang akan menentukan apakah Anda dapat mengendalikan GERD tanpa harus bergantung pada terapi farmakologis dosis tinggi seumur hidup. Selalu bekerja sama dengan profesional kesehatan Anda untuk menyesuaikan dosis dan strategi pengobatan saat gejala Anda berubah atau merespons terapi.