Gambar 1: Visualisasi Pendarahan di Saluran Cerna Atas.
Pendarahan lambung, atau lebih tepatnya pendarahan saluran cerna atas (SCAT), merupakan kondisi medis darurat yang memerlukan intervensi cepat dan terkoordinasi. SCAT didefinisikan sebagai pendarahan yang berasal dari esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), atau duodenum (usus dua belas jari) yang terletak di atas ligamentum Treitz.
Tingkat mortalitas SCAT, meskipun telah menurun berkat kemajuan dalam endoskopi dan terapi farmakologis, masih signifikan, berkisar antara 5% hingga 10%. Keberhasilan penanganan sangat bergantung pada stabilisasi hemodinamik pasien, identifikasi sumber pendarahan yang akurat, dan penerapan rejimen obat yang tepat untuk menghentikan pendarahan dan mencegah kekambuhan.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluruh aspek penanganan farmakologis pendarahan lambung, mulai dari obat-obatan lini pertama yang digunakan di ruang gawat darurat (UGD) hingga strategi pencegahan jangka panjang, menekankan peran sentral dari berbagai kelas obat dalam mengelola krisis klinis ini.
Memahami penyebab adalah kunci untuk menentukan terapi obat yang paling efektif. Meskipun manifestasinya serupa (muntah darah atau tinja hitam), pendekatannya bisa sangat berbeda.
Ini adalah penyebab pendarahan SCAT yang paling umum, mencakup hingga 50% kasus. Ulkus (luka terbuka) di lambung atau duodenum biasanya terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, H. pylori, NSAID) dan mekanisme pertahanan mukosa. Pendarahan terjadi ketika ulkus mengikis pembuluh darah di dinding lambung.
Ini adalah penyebab yang lebih mengancam jiwa, biasanya terjadi pada pasien dengan hipertensi portal akibat penyakit hati kronis (sirosis). Vena di esofagus dan lambung membengkak (varises) dan dapat pecah, menyebabkan pendarahan masif yang memerlukan pendekatan farmakologis dan endoskopik yang berbeda dari ulkus biasa.
Peradangan parah pada lapisan lambung (gastritis) atau esofagus (esofagitis), sering dipicu oleh penggunaan alkohol, stres berat (ulkus stres), atau penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Pendarahan biasanya bersifat merembes (oozing) namun bisa menjadi signifikan.
Robekan pada mukosa di persimpangan esofagus dan lambung, biasanya disebabkan oleh muntah yang parah dan berulang. Pendarahan ini seringkali berhenti secara spontan, tetapi intervensi mungkin diperlukan jika pendarahan berlanjut.
Sebelum obat dapat bekerja, prioritas utama di UGD adalah resusitasi. Pasien yang mengalami pendarahan hebat mungkin mengalami syok hipovolemik (kekurangan cairan). Penanganan farmakologis yang agresif tidak akan efektif jika sirkulasi pasien belum distabilkan.
Skor risiko (seperti Glasgow-Blatchford Score atau Rockall Score) digunakan untuk memprediksi risiko pendarahan ulang dan kebutuhan intervensi. Pasien risiko tinggi harus segera dialihkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk pemantauan ketat.
Pendekatan farmakologis pada pendarahan SCAT non-varises (ulkus) berpusat pada penetralan dan penekanan produksi asam lambung. Asam lambung adalah musuh utama dalam proses penyembuhan, karena ia menghambat pembentukan bekuan darah (trombus) dan memecah bekuan yang sudah terbentuk. Semakin tinggi pH lambung, semakin stabil bekuan darah, sehingga obat yang paling kuat dalam menaikkan pH adalah kunci.
Gambar 2: Representasi Aksi Farmakologis Obat.
PPI adalah pilar utama terapi farmakologis untuk pendarahan ulkus non-varises. Obat ini bekerja dengan cara menonaktifkan secara ireversibel pompa proton (H+/K+-ATPase) yang bertanggung jawab memproduksi asam di sel parietal lambung. Efeknya sangat kuat, memungkinkan pH lambung dipertahankan di atas 6, suatu kondisi yang optimal untuk pembekuan darah.
Untuk kasus pendarahan aktif atau ulkus risiko tinggi (berdasarkan klasifikasi Forrest), protokol yang standar meliputi:
Peran PPI bukan hanya mengurangi rasa sakit, tetapi secara fundamental mengubah lingkungan lambung. Inhibisi sekresi asam memungkinkan dua proses krusial terjadi:
Setelah 72 jam infus kontinu dan pendarahan dianggap telah berhenti, pasien beralih ke dosis oral PPI dua kali sehari selama 4-8 minggu untuk memastikan penyembuhan ulkus total. Dosis oral standar misalnya Esomeprazole 40 mg atau Omeprazole 20-40 mg, tergantung tingkat risiko dan penyebab ulkus (misalnya, jika terkait NSAID).
Contoh: Ranitidin (meskipun penggunaannya berkurang), Famotidin, Cimetidin. Obat ini bekerja dengan memblokir reseptor histamin-2 pada sel parietal, mengurangi stimulasi produksi asam. Walaupun efektif mengurangi asam, H2RAs dianggap kurang poten dibandingkan PPI, terutama dalam konteks pendarahan akut yang masif.
Peran dalam SCAT Akut: Saat ini, H2RAs jarang digunakan sebagai lini pertama monoterapi untuk pendarahan aktif ulkus, namun masih dapat digunakan pada kasus pendarahan ringan atau sebagai terapi lanjutan/pemeliharaan pada pasien yang tidak mentoleransi PPI. Cimetidin, salah satu H2RA tertua, kini kurang disukai karena potensi interaksinya yang luas dengan obat lain melalui sistem sitokrom P450.
Obat ini tidak secara langsung menghentikan pendarahan secara akut, tetapi sangat penting untuk perlindungan dan penyembuhan mukosa pasca-pendarahan.
Walaupun bukan obat untuk menghentikan pendarahan, prokinetik seperti Eritromisin (dosis rendah) sering diberikan sebelum endoskopi darurat. Obat ini meningkatkan motilitas lambung, membantu membersihkan sisa darah, bekuan, dan makanan dari lambung. Lambung yang bersih memungkinkan endoskopis memiliki visualisasi yang lebih baik untuk menemukan dan mengobati sumber pendarahan.
Pendarahan varises memerlukan pendekatan yang berbeda karena masalahnya bukan hanya asam, tetapi tekanan tinggi dalam sistem vena porta (hipertensi portal). Terapi obat bertujuan untuk menurunkan tekanan ini secepat mungkin.
Obat ini harus dimulai segera setelah varises dicurigai sebagai penyebab pendarahan, bahkan sebelum diagnosis endoskopik dikonfirmasi.
Semua pasien sirosis yang mengalami pendarahan varises memiliki risiko tinggi mengalami infeksi bakteri (terutama peritonitis bakterial spontan/SBP). Pemberian antibiotik profilaksis (misalnya Ciprofloxacin atau Ceftriaxone) selama 5-7 hari telah terbukti sangat penting dalam mengurangi risiko infeksi dan meningkatkan kelangsungan hidup pada kasus ini. Antibiotik harus diberikan segera setelah pasien masuk.
Setelah pendarahan varises akut diatasi dan pasien stabil, terapi jangka panjang (pencegahan sekunder) dimulai, biasanya melibatkan Beta Blocker non-selektif (seperti Propranolol atau Nadolol). Obat ini mengurangi curah jantung dan menyebabkan vasokonstriksi splanknik, secara berkelanjutan menurunkan tekanan portal untuk mencegah pendarahan ulang. Beta blocker biasanya dikombinasikan dengan ligasi pita endoskopik varises (Endoscopic Variceal Ligation/EVL).
Endoskopi saluran cerna atas (esophagogastroduodenoscopy/EGD) bukan hanya alat diagnostik, tetapi juga alat terapeutik utama. Dalam SCAT non-varises (ulkus), terapi endoskopik berfungsi menghentikan pendarahan secara mekanis, yang kemudian didukung oleh terapi farmakologis PPI dosis tinggi.
Gambar 3: Alat untuk Terapi Endoskopik.
Epinefrin diencerkan disuntikkan langsung ke lokasi pendarahan. Epinefrin memiliki dua fungsi: (a) Vasokonstriksi, menyempitkan pembuluh darah yang berdarah, dan (b) Efek tamponade mekanis, tekanan volume cairan yang disuntikkan menekan pembuluh darah. Injeksi epinefrin hampir selalu diikuti oleh metode hemostasis kedua (seperti klip atau koagulasi) karena risiko pendarahan ulang yang tinggi jika hanya menggunakan epinefrin.
Menggunakan probe termal (panas) untuk ‘membakar’ dan menyegel pembuluh darah yang berdarah. Metode ini meliputi koagulasi bipolar (BICAP) atau probe pemanas (heater probe). Panas yang dihasilkan mendenaturasi protein dan menyebabkan trombosis (pembekuan) di dalam pembuluh darah.
Klip logam kecil dipasang melalui endoskop dan ditempatkan langsung pada pembuluh darah yang berdarah. Klip bertindak sebagai jahitan mekanis, menutup pembuluh darah secara permanen. Penggunaan klip telah menjadi metode hemostasis yang populer karena tingkat keberhasilannya yang tinggi dan kerusakan jaringan yang minimal dibandingkan koagulasi termal.
Standar emas penanganan ulkus risiko tinggi saat ini adalah terapi kombinasi: injeksi Epinefrin untuk hemostasis sementara, diikuti oleh metode hemostasis permanen seperti klip atau koagulasi. Kombinasi ini, ketika didukung oleh PPI IV dosis tinggi, memberikan hasil terbaik dalam mencegah pendarahan ulang.
Endoskopi menentukan strategi obat pasca-prosedur berdasarkan tampilan ulkus (Klasifikasi Forrest):
Menghentikan pendarahan akut hanyalah langkah pertama. Mencegah pendarahan ulang (rebleeding) adalah tantangan jangka panjang, terutama pada pasien dengan kondisi komorbiditas atau yang memerlukan penggunaan obat-obatan yang berisiko tinggi.
Jika ulkus disebabkan oleh infeksi bakteri H. pylori (mayoritas ulkus duodenum dan banyak ulkus lambung), eradikasi bakteri ini adalah wajib untuk mencegah kekambuhan pendarahan. Eradikasi dilakukan dengan terapi tripel atau kuadripel, yang biasanya meliputi:
Durasi terapi ini biasanya 10 hingga 14 hari, diikuti dengan PPI lanjutan untuk memastikan penyembuhan ulkus total.
NSAID (seperti Aspirin, Ibuprofen, Naproxen) adalah penyebab utama kedua pendarahan ulkus. NSAID merusak mukosa lambung dengan dua mekanisme: efek topikal iritatif dan penghambatan sistemik terhadap enzim COX-1, yang bertanggung jawab memproduksi prostaglandin pelindung.
Pasien yang menggunakan antiplatelet (misalnya Clopidogrel, Aspirin) atau antikoagulan (misalnya Warfarin, Rivaroxaban) untuk kondisi jantung atau tromboemboli menghadapi dilema besar setelah pendarahan lambung. Penghentian obat ini meningkatkan risiko stroke atau serangan jantung, sementara melanjutkan obat ini meningkatkan risiko pendarahan ulang.
Konsensus medis saat ini sering merekomendasikan:
Pada kasus di mana pendarahan disebabkan atau diperburuk oleh gangguan pembekuan darah (koagulopati), fokus obat bergeser dari penekan asam ke koreksi faktor pembekuan.
Meskipun PPI adalah obat yang sangat aman dan efektif dalam jangka pendek, penggunaannya yang berkelanjutan (terutama dosis tinggi) memerlukan pertimbangan efek samping potensial yang harus diwaspadai pasien dan klinisi.
Pengurangan asam lambung dapat mengganggu penyerapan beberapa nutrisi:
Asam lambung bertindak sebagai penghalang alami terhadap bakteri. Pengurangan asam dapat meningkatkan risiko:
Ini adalah efek samping ginjal yang jarang tetapi serius, di mana peradangan menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Jika pasien yang menggunakan PPI menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal yang tidak jelas penyebabnya, penghentian PPI harus dipertimbangkan.
Mengingat risiko ini, penggunaan PPI harus selalu ditinjau secara berkala (setiap 6-12 bulan) dan diupayakan menggunakan dosis terendah yang efektif, atau dihentikan jika penyebab pendarahan (seperti H. pylori) telah teratasi sepenuhnya.
Pengobatan farmakologis tidak dapat berdiri sendiri. Pemulihan total dan pencegahan kekambuhan sangat bergantung pada kepatuhan pasien terhadap modifikasi gaya hidup dan diet yang bertujuan mengurangi iritasi pada mukosa lambung yang sedang menyembuh.
Perubahan perilaku tertentu secara sinergis mendukung efek obat anti-sekretori:
Selain NSAID, ada obat lain yang dapat meningkatkan risiko pendarahan atau memperlambat penyembuhan dan harus digunakan dengan hati-hati atau dihindari:
Meskipun PPI adalah standar emas, efektivitasnya dapat bervariasi secara signifikan antar individu karena perbedaan genetik dalam metabolisme obat. PPI dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P450, terutama CYP2C19.
Individu dapat diklasifikasikan sebagai metabolis cepat, metabolis normal, atau metabolis lambat terhadap PPI. Metabolis cepat mungkin memecah obat terlalu cepat, sehingga kadar pH lambung tidak mencapai target terapeutik (>6) secara konsisten, meningkatkan risiko pendarahan ulang.
Di masa depan, pengujian genetik (farmakogenetik) dapat digunakan untuk menentukan dosis PPI yang optimal atau memilih PPI yang tidak terlalu bergantung pada CYP2C19 (misalnya Rabeprazole) untuk pasien yang diketahui sebagai metabolis cepat. Saat ini, penggunaan dosis PPI IV yang sangat tinggi (seperti protokol 80 mg bolus diikuti infus 8 mg/jam) dirancang untuk mengatasi variasi genetik ini, memastikan kadar plasma yang cukup tinggi pada hampir semua pasien.
Penelitian terus berlanjut mencari obat yang dapat mengontrol asam lebih cepat dan lebih efektif daripada PPI:
Pendarahan akibat ulkus Dieulafoy (pembuluh darah abnormal besar yang menembus mukosa) adalah tantangan. Meskipun jarang, pendarahan ini masif dan memerlukan kombinasi terapi endoskopik yang kuat (banding atau koagulasi ganda) dan PPI intensif. Kesuksesan penanganan pada kasus-kasus kompleks ini sangat bergantung pada kecepatan respons dan ketersediaan peralatan endoskopi yang canggih.
Pendarahan lambung (SCAT) adalah kondisi yang kompleks dan mengancam jiwa yang memerlukan respons multi-disiplin. Penanganan yang sukses berakar pada tiga pilar utama: stabilisasi hemodinamik, hemostasis endoskopik, dan terapi farmakologis agresif.
Untuk SCAT non-varises, Proton Pump Inhibitors (PPI) IV dosis tinggi selama 72 jam tetap menjadi fondasi terapi farmakologis untuk menstabilkan bekuan darah. Untuk pendarahan varises, obat vasoaktif (Octreotide/Terlipressin) dan antibiotik profilaksis adalah esensial.
Kepatuhan terhadap rejimen PPI jangka panjang, terutama pada pasien yang harus melanjutkan antiplatelet atau NSAID, serta eradikasi H. pylori, adalah langkah-langkah kritis dalam mencegah kekambuhan yang dapat berakibat fatal. Pasien harus selalu berhati-hati dan segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala pendarahan ulang (melena atau hematemesis), karena intervensi yang cepat dapat menyelamatkan nyawa.
Edukasi pasien mengenai interaksi obat (terutama dengan NSAID dan antikoagulan) dan pentingnya mengikuti protokol pengobatan PPI dan gaya hidup adalah bagian integral dari perawatan untuk memastikan pemulihan yang lengkap dan berkelanjutan.
| Kondisi | Lini Pertama Akut | Terapi Penunjang | Pencegahan Jangka Panjang |
|---|---|---|---|
| Ulkus Non-Varises | PPI IV (Bolus + Infus 72 jam) | Endoskopi (Klip, Koagulasi) | PPI Oral, Eradikasi H. pylori |
| Pendarahan Varises | Octreotide / Terlipressin IV | Antibiotik Profilaksis | Beta Blocker Non-Selektif (Propranolol), EVL |
| Pendarahan NSAID | PPI IV dosis tinggi | Penghentian NSAID | PPI Oral seumur hidup (jika NSAID dilanjutkan) |
Setiap pasien harus ditangani berdasarkan panduan klinis terbaru dan kebutuhan individu, memastikan bahwa keputusan mengenai obat dan intervensi didasarkan pada penilaian risiko yang menyeluruh.