Penyakit lambung adalah istilah umum yang mencakup serangkaian kondisi yang memengaruhi lapisan perut dan kerongkongan, mulai dari Gastritis (radang lambung), penyakit refluks gastroesofageal (GERD), hingga tukak (ulkus) lambung. Pemahaman mendalam mengenai bagaimana penyakit lambung disebabkan oleh berbagai faktor—baik yang bersifat biologis, gaya hidup, maupun kimiawi—sangat krusial untuk diagnosis yang tepat dan penanganan yang efektif.
Faktor biologis merupakan pemicu paling fundamental, di mana interaksi antara mikroorganisme patogen atau respons imun tubuh yang salah dapat secara langsung merusak mukosa pelindung lambung.
H. pylori adalah bakteri Gram-negatif berbentuk spiral yang merupakan penyebab paling umum dari gastritis kronis dan tukak peptik di seluruh dunia. Bakteri ini memiliki kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup di lingkungan asam lambung yang sangat keras.
Infeksi H. pylori yang tidak terobati adalah faktor risiko signifikan tidak hanya untuk tukak lambung tetapi juga untuk bentuk kanker perut tertentu, seperti Adenokarsinoma dan Lymphoma MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue).
Meskipun jarang terjadi dibandingkan infeksi bakteri, gastritis autoimun adalah penyebab penyakit lambung yang disebabkan oleh kekeliruan sistem kekebalan tubuh. Alih-alih menyerang patogen, tubuh justru menyerang sel-selnya sendiri di lambung.
Dalam kondisi ini, sistem imun menghasilkan antibodi yang menargetkan:
Serangan ini mengakibatkan kehancuran sel parietal. Dampaknya adalah hipoklorhidria (asam lambung rendah) atau aklorhidria (asam lambung tidak ada) dan anemia pernisiosa (karena kurangnya B12). Asam lambung yang rendah justru mengubah lingkungan lambung, meningkatkan risiko infeksi bakteri lain dan, dalam jangka panjang, meningkatkan risiko kanker lambung.
Penggunaan obat-obatan tertentu secara rutin atau konsumsi zat kimia dapat menjadi penyebab langsung kerusakan lapisan pelindung lambung (mukosa), yang berfungsi sebagai garis pertahanan pertama.
NSAID (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs), seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen, adalah penyebab ulkus dan gastritis yang paling umum setelah H. pylori. Kerusakan ini terjadi melalui dua mekanisme utama:
Risiko tukak akibat NSAID meningkat drastis pada individu lanjut usia, mereka yang memiliki riwayat tukak sebelumnya, dan mereka yang menggunakan dosis tinggi atau kombinasi NSAID.
Alkohol, terutama dalam jumlah berlebihan dan konsentrasi tinggi, merupakan iritan mukosa yang kuat. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan langsung pada sel epitel permukaan, meningkatkan permeabilitas mukosa, dan membuat lambung lebih rentan terhadap kerusakan asam.
Merokok memperburuk penyakit lambung melalui beberapa cara:
Meskipun sering dianggap sebagai faktor sekunder, gaya hidup modern memainkan peran dominan dalam memicu dan memperburuk penyakit lambung, terutama GERD dan gastritis fungsional. Penyakit lambung disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur, kurang tidur, dan manajemen stres yang buruk.
Meskipun stres tidak menyebabkan ulkus secara langsung (kecuali dalam kasus stres fisiologis berat seperti trauma atau luka bakar parah), stres kronis adalah faktor risiko utama yang memperburuk gejala dan memperlambat penyembuhan.
Stres memengaruhi lambung melalui Sumbu Otak-Usus (Gut-Brain Axis):
Penyakit lambung disebabkan oleh berbagai kebiasaan diet yang salah yang sering diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup kuantitas, kualitas, dan waktu makan.
Memahami penyebab penyakit lambung juga memerlukan pemeriksaan mendalam mengenai mekanisme spesifik di balik kondisi yang berbeda, seperti GERD dan sindrom Zollinger-Ellison.
GERD terjadi ketika isi lambung—asam, pepsin, dan kadang empedu—mengalir balik ke kerongkongan. Penyebab utama GERD adalah kegagalan mekanis pada katup antara kerongkongan dan lambung, yang disebut Sfingter Esofagus Bawah (LES).
Tukak adalah luka terbuka yang terbentuk di lapisan mukosa lambung atau duodenum (usus dua belas jari). Tukak selalu disebabkan oleh ketidakseimbangan agresor (asam/pepsin) dan mekanisme pertahanan (mukosa/bikarbonat).
Selain penyebab inti, penyakit lambung juga dapat dipicu atau diperburuk oleh sejumlah kondisi medis dan lingkungan lain.
Tidak semua penyakit lambung bersifat genetik murni, tetapi kerentanan terhadap kondisi tertentu dapat diturunkan. Individu dengan riwayat keluarga ulkus peptik, GERD parah, atau kanker lambung memiliki risiko lebih tinggi. Ini mungkin terkait dengan faktor genetik yang memengaruhi jumlah sel parietal atau kemampuan regenerasi mukosa.
Selain itu, ada faktor genetik yang memengaruhi bagaimana seseorang merespons infeksi H. pylori atau bagaimana tubuhnya memetabolisme NSAID, yang secara tidak langsung menentukan risiko penyakit lambung.
Meskipun H. pylori adalah penyebab bakteri kronis utama, gastroenteritis akut (radang lambung dan usus) sering disebabkan oleh infeksi virus (misalnya, Norovirus) atau bakteri lain (misalnya, Salmonella, E. coli). Infeksi ini biasanya menyebabkan gastritis akut yang mereda dalam beberapa hari, tetapi peradangan intens yang terjadi dapat memicu kekambuhan pada penderita penyakit lambung kronis.
Beberapa penyakit sistemik dapat memengaruhi kesehatan lambung:
Untuk memahami sepenuhnya bagaimana penyakit lambung disebabkan, kita harus mengapresiasi sistem pertahanan luar biasa yang dimiliki lambung. Penyakit terjadi saat salah satu dari tiga lini pertahanan ini rusak, memungkinkan zat agresif (asam klorida dan pepsin) untuk menang.
Lini pertama adalah lapisan lendir (mukus) yang tebal, seperti gel, yang menutupi seluruh permukaan epitel lambung. Di dalam lendir ini terperangkap ion bikarbonat (HCO3-), yang merupakan basa lemah.
NSAID dan infeksi H. pylori secara langsung mengganggu produksi lendir dan bikarbonat, meruntuhkan lini pertahanan ini.
Sel-sel epitel yang melapisi lambung memiliki tight junctions (sambungan erat) yang mencegah asam meresap ke lapisan submukosa. Sel-sel ini juga memiliki kemampuan regenerasi yang sangat cepat. Prostaglandin sangat penting untuk mendukung integritas dan kecepatan perbaikan sel epitel.
Ketika asam klorida menembus lapisan lendir dan merusak sambungan erat ini, asam tersebut bocor ke lapisan di bawahnya, menyebabkan kerusakan vaskular dan memicu peradangan hebat.
Aliran darah yang baik ke mukosa lambung sangat penting. Darah membawa bikarbonat dari seluruh tubuh untuk membantu menetralkan asam dan membawa nutrisi serta oksigen yang diperlukan untuk perbaikan sel. Kurangnya aliran darah (misalnya akibat stres fisiologis parah, seperti syok, atau penggunaan kokain) akan menyebabkan iskemia, di mana sel mati karena kekurangan oksigen, menyebabkan tukak stres akut.
Memahami penyebab penyakit lambung adalah langkah pertama untuk pencegahan. Pencegahan harus bersifat multifaktorial, menargetkan agresi biologis, kimiawi, dan gaya hidup.
Jika penyakit lambung disebabkan oleh infeksi bakteri H. pylori, penanganan standar adalah terapi eradikasi. Ini biasanya melibatkan kombinasi dua jenis antibiotik yang berbeda (misalnya Amoksisilin dan Klaritromisin) bersama dengan obat penghambat pompa proton (PPI) untuk mengurangi produksi asam, yang meningkatkan efektivitas antibiotik di lingkungan yang kurang asam.
Pentingnya eradikasi bukan hanya untuk menyembuhkan tukak saat ini, tetapi juga untuk mencegah kekambuhan dan menurunkan risiko perkembangan kanker lambung.
Bagi pasien yang memerlukan NSAID jangka panjang (misalnya penderita arthritis), strategi pencegahan ulkus harus diterapkan:
Intervensi gaya hidup memainkan peran kritis dalam mengelola GERD dan gastritis fungsional, dan mengatasi penyebab penyakit lambung yang dipicu oleh perilaku:
Mengingat peran kuat sumbu otak-usus dalam sensitivitas lambung, teknik relaksasi adalah bagian integral dari pengobatan penyakit lambung yang persisten.
Ini termasuk meditasi, olahraga teratur (yang terbukti menurunkan kadar kortisol), dan dalam beberapa kasus, terapi perilaku kognitif (CBT) atau penggunaan antidepresan dosis rendah untuk mengurangi sensitivitas visceral (sensitivitas nyeri internal).
Paradoks dalam memahami penyakit lambung disebabkan oleh asam adalah bahwa asam itu sendiri sangat vital untuk kesehatan. Penyakit terjadi bukan karena asam itu ada, tetapi karena asam berada di tempat yang salah (esofagus) atau sistem pertahanan gagal menahannya di lambung.
Meskipun sebagian besar pengobatan lambung berfokus pada pengurangan asam, kondisi kekurangan asam (hipoklorhidria), yang disebabkan oleh penggunaan PPI jangka panjang, gastritis autoimun, atau atrofi lambung, juga menimbulkan masalah serius:
Oleh karena itu, pengobatan penyakit lambung adalah tentang mengembalikan keseimbangan, bukan sekadar menghilangkan asam sepenuhnya.
Penyakit lambung bukanlah hasil dari satu faktor tunggal, melainkan sebuah rantai kausalitas yang kompleks. Meskipun infeksi H. pylori dan penggunaan NSAID adalah penyebab utama yang merusak lapisan pelindung, gaya hidup (stres, diet) adalah faktor pemicu dan pemelihara yang sangat kuat, terutama dalam kasus GERD dan dispepsia kronis.
Penyakit lambung disebabkan oleh interaksi konstan antara agresi internal dan kegagalan pertahanan. Penanganan yang sukses memerlukan diagnosis penyebab spesifik—apakah itu bakteri, obat, atau hernia struktural—dan kemudian diikuti oleh komitmen jangka panjang terhadap modifikasi gaya hidup untuk memperkuat pertahanan alami tubuh terhadap agresi yang terus menerus terjadi.
Dengan fokus pada eradikasi patogen, penggunaan obat yang bijak, dan pengelolaan stres, individu dapat secara signifikan mengurangi beban penyakit lambung kronis dan mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Untuk melengkapi pemahaman tentang bagaimana penyakit lambung disebabkan, penting untuk menguraikan detail mekanisme kerusakan yang terjadi pada tingkat seluler. Ketika asam lambung menyerang jaringan, kerusakan yang terjadi melibatkan kaskade inflamasi yang kompleks.
Asam klorida sering disalahkan, tetapi sebenarnya kombinasi HCl dan Pepsin-lah yang mematikan. Pepsin adalah enzim protease yang dirancang untuk memecah protein. Ketika mukosa rusak, pepsin mulai mencerna sel-sel itu sendiri. Karena pepsin aktif hanya dalam lingkungan asam (pH kurang dari 4), obat-obatan PPI bekerja sangat efektif tidak hanya dengan mengurangi asam tetapi juga dengan menonaktifkan pepsin.
Ketika inflamasi dipicu (misalnya oleh H. pylori), terjadi pelepasan mediator kimia seperti sitokin dan leukotrien. Zat ini menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah kecil) di lapisan submukosa. Penyempitan ini mengurangi aliran darah (iskemia) yang mencegah pengiriman bikarbonat dan oksigen, mempercepat kematian seluler dan memperluas area tukak.
Dalam beberapa kasus tukak atau gastritis (terutama setelah operasi lambung), penyakit lambung disebabkan oleh refluks cairan empedu dari usus halus kembali ke lambung. Empedu mengandung garam empedu yang bertindak sebagai deterjen kuat. Garam empedu dapat merusak lapisan lipid (lemak) membran sel mukosa, menyebabkan kerusakan yang berbeda tetapi sama merusaknya dengan kerusakan akibat asam.
Tidak semua penyakit lambung menunjukkan gejala klasik (nyeri ulu hati, mual). Beberapa penyakit lambung disebabkan oleh mekanisme yang sulit dideteksi tanpa prosedur invasif.
Ini adalah kondisi umum di mana pasien mengalami gejala seperti kembung, kenyang dini, atau nyeri lambung, tetapi tidak ada kerusakan struktural (ulkus atau radang) yang ditemukan saat endoskopi. Dispepsia fungsional sangat terkait dengan disfungsi sumbu otak-usus, sensitivitas visceral yang tinggi, dan pengosongan lambung yang abnormal.
Ini adalah kondisi langka yang ditandai dengan pembesaran lipatan lambung. Penyebabnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga melibatkan pertumbuhan sel yang berlebihan dan peningkatan sekresi lendir, yang mengarah pada kehilangan protein ke saluran pencernaan (protein-losing enteropathy).
Meskipun EoE secara teknis adalah penyakit kerongkongan, gejalanya sering disalahartikan sebagai GERD. EoE adalah kondisi alergi-imunologis di mana sel darah putih (eosinofil) menumpuk di kerongkongan, menyebabkan peradangan kronis dan kesulitan menelan. Dalam kasus ini, penyakit lambung disebabkan bukan oleh asam yang berlebihan, tetapi oleh respons alergi terhadap makanan atau lingkungan.
Apabila penyebab penyakit lambung tidak diatasi secara tuntas, risiko komplikasi serius meningkat.
Ulkus yang dalam dapat mengikis pembuluh darah besar di dinding lambung, menyebabkan pendarahan akut yang memerlukan intervensi darurat, atau pendarahan kronis yang menyebabkan anemia defisiensi besi.
Perforasi terjadi ketika tukak mengikis seluruh dinding lambung atau duodenum, memungkinkan isi lambung bocor ke rongga perut. Ini menyebabkan peritonitis (infeksi serius) dan merupakan darurat bedah. Perforasi paling sering terjadi pada ulkus yang disebabkan oleh NSAID atau H. pylori yang tidak terdiagnosis.
Refluks asam kronis (GERD) menyebabkan kerusakan pada lapisan kerongkongan. Tubuh merespons dengan mengganti sel epitel normal dengan jenis sel yang lebih tahan asam, yang disebut Barrett’s Esophagus (metaplasia). Kondisi pra-kanker ini meningkatkan risiko adenocarcinoma esofagus secara signifikan. Ini menekankan pentingnya mengontrol GERD, yang disebabkan oleh kegagalan mekanis LES.
Infeksi H. pylori kronis menyebabkan kaskade peradangan yang panjang (Gastritis Kronis → Atrofi → Metaplasia Intestinal → Displasia → Kanker). Penyakit lambung yang disebabkan oleh infeksi ini memerlukan pemantauan jangka panjang melalui endoskopi, terutama jika ditemukan atrofi mukosa parah.
Mengelola penyakit lambung adalah perjalanan yang memerlukan kolaborasi antara pasien dan profesional kesehatan, berfokus pada akar penyebab daripada sekadar meredakan gejala. Pemahaman mendalam mengenai patogenesis memberikan kekuatan untuk membuat perubahan gaya hidup dan kepatuhan pengobatan yang diperlukan untuk pemulihan optimal.