Perimetri: Pemeriksaan Lapang Pandang Terkini

Perimetri adalah pemeriksaan diagnostik kritis dalam bidang oftalmologi dan neurologi, yang bertujuan untuk memetakan dan mengukur sensitivitas visual di seluruh lapang pandang. Pemeriksaan ini vital karena kerusakan pada lapang pandang seringkali asimtomatik pada tahap awal, terutama pada penyakit progresif seperti glaukoma. Memahami perimetri secara mendalam—mulai dari prinsip fisik hingga interpretasi klinis yang kompleks—adalah kunci untuk manajemen penyakit yang efektif.

Definisi Dasar Lapang Pandang

Lapang pandang didefinisikan sebagai area ruang yang dapat dilihat oleh mata yang diam, termasuk objek di depan dan di samping tanpa menggerakkan kepala atau mata. Normalnya, lapang pandang manusia mencakup sekitar 60 derajat superior, 70-75 derajat inferior, 60 derajat nasal, dan 100-110 derajat temporal. Kerusakan atau penyempitan lapang pandang mengindikasikan gangguan pada jalur visual, mulai dari retina, saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus, hingga korteks visual di otak.

I. Prinsip Fisika dan Psikofisika Perimetri

Perimetri, pada intinya, adalah uji psikofisika. Alat ini mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi stimulus cahaya (target) pada latar belakang yang seragam. Hasil yang diperoleh bukanlah pengukuran anatomi semata, melainkan respons fungsional subjek terhadap rangsangan visual.

1. Kuantifikasi Sensitivitas Visual (Skala Desibel)

Sensitivitas visual diukur dalam unit desibel (dB). Ini adalah skala logaritmik terbalik. Nilai dB tertinggi (misalnya, 35-40 dB) menunjukkan sensitivitas tertinggi, yang berarti mata mampu melihat stimulus yang sangat redup. Sebaliknya, nilai dB rendah (0-5 dB) menunjukkan sensitivitas yang sangat buruk, di mana diperlukan stimulus yang sangat terang untuk dideteksi. Titik 0 dB merepresentasikan stimulus paling terang yang mampu dihasilkan oleh perimeter.

Hubungan logaritmik ini penting karena jalur visual merespons perubahan intensitas secara non-linear. Peningkatan sensitivitas sebesar 10 dB setara dengan penurunan intensitas stimulus sebesar faktor 10. Oleh karena itu, penurunan beberapa dB dapat merepresentasikan perubahan fungsional yang signifikan secara klinis.

2. Elemen Stimulus

Stimulus yang digunakan dalam perimetri memiliki tiga parameter kunci yang harus dikontrol secara ketat:

3. Adaptasi dan Latar Belakang

Latar belakang perimeter (biasanya berwarna kuning-putih) dijaga pada tingkat pencahayaan yang konstan (31.5 asb). Ini memastikan bahwa mata pasien berada dalam kondisi adaptasi fotopik (penglihatan siang hari) yang stabil, memungkinkan pengukuran yang konsisten terhadap sel kerucut (cones) di retina.

II. Klasifikasi Jenis Pemeriksaan Perimetri

Perimetri dapat diklasifikasikan berdasarkan dua parameter utama: cara penyajian stimulus dan tingkat otomatisasi.

1. Perimetri Kinetik (Kinetic Perimetry)

Dalam perimetri kinetik (sering dikaitkan dengan Perimeter Goldmann), stimulus dengan intensitas dan ukuran yang konstan digerakkan dari area non-visual ke area visual (dari luar ke dalam) hingga pasien mendeteksinya. Titik-titik deteksi ini kemudian dihubungkan untuk membentuk garis kontur yang disebut isopter.

2. Perimetri Statik (Static Perimetry)

Perimetri statik, yang menjadi standar emas dengan perangkat otomatis (seperti Humphrey Field Analyzer/HFA), menyajikan stimulus dengan lokasi yang tetap, tetapi intensitasnya bervariasi. Intensitas ditingkatkan atau diturunkan di lokasi spesifik hingga ambang batas deteksi ditemukan.

Ilustrasi Pengaturan Perimetri Statik Kubah Perimeter (Latar Belakang 31.5 asb) Mata Pasien Titik Fiksasi Stimulus Uji Prinsip: Menguji sensitivitas terhadap intensitas cahaya yang bervariasi.

Ilustrasi pengaturan pemeriksaan lapang pandang perimetri otomatis, menunjukkan mata pasien yang berhadapan dengan kubah stimulus dan titik fiksasi.

III. Metodologi dan Algoritma Uji Perimetri Otomatis

Perimeter otomatis modern bergantung pada algoritma yang efisien untuk menentukan ambang batas. Akurasi dan durasi pemeriksaan sangat bergantung pada strategi yang dipilih.

1. Penentuan Ambang Batas (Threshold Determination)

Tujuan utama adalah menemukan intensitas cahaya terlemah yang memiliki peluang 50% untuk dideteksi oleh pasien pada lokasi tertentu. Ini disebut ambang batas (threshold) di lokasi tersebut.

A. Strategi Ambang Batas Penuh (Full Threshold)

Ini adalah metode kuno yang sangat memakan waktu. Prosesnya menggunakan algoritma 4-2-1 dB (atau modifikasi Staircase):

  1. Stimulus disajikan, dan intensitasnya ditingkatkan dalam langkah 4 dB hingga dideteksi (perkiraan kasar).
  2. Setelah deteksi, intensitas diturunkan 2 dB (stimulus menghilang).
  3. Ketika stimulus gagal dideteksi lagi, intensitas dinaikkan 1 dB.
  4. Proses ini diulang dua kali untuk setiap titik, membutuhkan empat respons positif atau negatif per titik untuk memastikan ambang batas.

Meskipun sangat akurat, metode ini menyebabkan kelelahan pasien, menghasilkan hasil yang kurang reliabel di akhir pemeriksaan.

B. Algoritma SITA (Swedish Interactive Thresholding Algorithm)

SITA merevolusi perimetri dengan mengurangi waktu pengujian hingga 50-70% tanpa mengorbankan akurasi. SITA adalah algoritma Bayesian yang menggunakan data statistik dari populasi normal dan defek glaukoma untuk memprediksi ambang batas. Ia tidak menggunakan metode Staircase tradisional. Sebaliknya, ia secara dinamis menyesuaikan langkah intensitas berdasarkan probabilitas respons, berhenti segera setelah ambang batas yang paling mungkin tercapai.

2. Program Pengujian Umum (Grid Testing)

Pilihan program pengujian bergantung pada penyakit yang dicurigai. Pola grid standar menguji sensitivitas pada lokasi yang telah ditentukan:

IV. Interpretasi Komprehensif Data Perimetri

Laporan perimetri modern (Humphrey Printout) berisi sejumlah besar data yang harus dianalisis secara sistematis untuk menentukan reliabilitas, keberadaan defek, dan progresivitasnya.

1. Indeks Reliabilitas (Reliability Indices)

Indeks ini sangat penting. Hasil yang tidak dapat diandalkan harus diabaikan atau diuji ulang, karena defek yang terdeteksi mungkin hanya artefak pengujian.

2. Peta Data (Plot Maps)

A. Peta Sensitivitas Ambang Batas (Threshold Sensitivity Map)

Menampilkan nilai dB yang diukur di setiap lokasi. Area dengan nilai dB rendah (gelap) menunjukkan sensitivitas yang buruk (defek). Area dengan nilai dB tinggi (terang) menunjukkan lapang pandang normal.

B. Peta Deviasi Total (Total Deviation Plot - TD)

Membandingkan ambang batas pasien di setiap titik dengan ambang batas rata-rata populasi normal yang sesuai usia (berdasarkan database normatif). Angka negatif (misalnya, -10 dB) menunjukkan seberapa buruk performa pasien dibandingkan dengan rata-rata. Peta ini sensitif terhadap defek lokal dan juga terhadap penurunan sensitivitas secara umum (misalnya, karena katarak atau miop tinggi).

C. Peta Deviasi Pola (Pattern Deviation Plot - PD)

Ini adalah peta yang paling penting untuk glaukoma dan defek neurologis murni. Peta ini menghilangkan komponen penurunan sensitivitas umum (seperti katarak) dengan menyesuaikan data ke tingkat sensitivitas terbaik pasien (menaikkan kurva). PD hanya menunjukkan kerugian fungsional yang terlokalisasi. Jika defek tetap terlihat pada PD, ini adalah defek lapang pandang yang sebenarnya dan terlokalisasi.

3. Indeks Global (Global Indices)

Indeks ini memberikan ringkasan statistik lapang pandang secara keseluruhan:

Integrasi semua indeks dan plot adalah wajib. Dokter harus membandingkan MD untuk melihat tren keseluruhan, PSD untuk melihat pola kerusakan, dan Peta Deviasi Pola untuk mengidentifikasi lokasi anatomis defek.

V. Pola Defek Lapang Pandang dan Korelasi Klinis

Pola defek yang terdeteksi oleh perimetri sering kali dapat dilacak kembali ke lokasi spesifik kerusakan pada jalur visual.

1. Defek Lapang Pandang Glaukoma

Glaukoma menyebabkan kerusakan pada lapisan serat saraf retina (RNFL), yang menghasilkan pola defek yang sangat spesifik yang tidak melewati meridian horizontal (disebut respecting the horizontal midline).

Diagram Skotoma Busur Glaukoma Meridian Horizontal Bintik Buta Skotoma Busur Defek tidak melewati meridian horizontal

Diagram pola defek lapang pandang busur (arcuate scotoma) yang disebabkan oleh glaukoma, menunjukkan area kerusakan yang membengkok dan menghormati meridian horizontal.

2. Defek Lapang Pandang Neurologis

Defek ini terjadi karena lesi di belakang kiasma optikum (traktus optikus, radiasi optikus, atau korteks visual). Ciri khasnya adalah defek menghormati meridian vertikal.

3. Defek Lain yang Relevan

VI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Artefak Pengujian

Keakuratan perimetri sangat bergantung pada kondisi pasien dan parameter teknis. Artefak adalah hasil yang tidak akurat yang disebabkan oleh faktor non-patologis.

1. Faktor Pasien dan Kepatuhan

Kelelahan pasien adalah musuh utama perimetri. Ketika pengujian berlangsung terlalu lama (terutama dengan metode Full Threshold), ambang batas pasien cenderung memburuk, menghasilkan FN tinggi dan MD yang lebih buruk. Strategi SITA meminimalkan kelelahan.

2. Artefak Optik dan Teknik

Pengaturan teknis yang tidak tepat dapat meniru pola defek yang patologis:

VII. Perimetri Khusus dan Metode Pengujian Adaptif

Untuk meningkatkan sensitivitas deteksi dini glaukoma, telah dikembangkan metode perimetri yang menguji sub-populasi sel ganglion tertentu.

1. Perimetri SWAP (Short-Wavelength Automated Perimetry)

SWAP menggunakan stimulus biru pada latar belakang kuning. Teknik ini secara spesifik menguji sistem penglihatan "kuning-biru" (Blue-Yellow System) yang dimediasi oleh sel ganglion konio. Sel-sel ini diperkirakan lebih rentan terhadap kerusakan glaukoma awal dibandingkan sel-sel yang diuji oleh perimetri putih-putih standar.

2. Perimetri Penggandaan Frekuensi (Frequency Doubling Technology - FDT)

FDT menggunakan stimulus grating (garis-garis yang berkedip) dengan frekuensi kontras rendah. Teknik ini menargetkan sel ganglion M-sel (My-cell) atau subset sel magnocellular yang disebut sel Midget. Sel-sel ini juga rentan pada glaukoma awal.

Meskipun SWAP dan FDT memberikan sensitivitas yang lebih tinggi, perimetri putih-putih standar (menggunakan SITA 24-2) tetap menjadi standar emas klinis karena ketersediaan, kecepatan, dan basis data normatif yang luas.

VIII. Aplikasi Klinis: Glaukoma, Neuropati, dan Monitoring Progresi

Perimetri adalah alat utama dalam pemantauan penyakit yang melibatkan kerusakan saraf optik.

1. Glaukoma: Deteksi, Staging, dan Progresi

Dalam glaukoma, perimetri tidak hanya digunakan untuk diagnosis, tetapi juga untuk menentukan seberapa cepat penyakit tersebut memburuk.

2. Neuropati Optik dan Penyakit Inflamasi

Pemeriksaan perimetri memainkan peran penting dalam diagnosis neuropati optik akut (misalnya, neuritis optik).

3. Penyakit Neurologis dan Jalur Visual Posterior

Untuk lesi di belakang kiasma, perimetri mengonfirmasi dan melokalisasi lesi otak:

IX. Perbandingan Platform Teknologi Perimetri

Dua pemain utama dalam bidang perimetri otomatis adalah Humphrey Field Analyzer (HFA) dari Carl Zeiss Meditec dan Octopus Perimeter dari Haag-Streit.

1. Humphrey Field Analyzer (HFA)

HFA adalah perimeter yang paling banyak digunakan secara global dan dianggap sebagai standar emas. Algoritma SITA dan format plotnya adalah referensi klinis. HFA menggunakan sistem monitor titik buta Heijl-Krakau untuk melacak fiksasi, yang menjadi ciri khas reliabilitasnya. Plot yang dihasilkan, termasuk Indeks Global MD dan PSD, telah menjadi bahasa universal dalam literatur glaukoma.

2. Octopus Perimeter

Octopus memiliki pendekatan berbeda, menggunakan sistem penentuan ambang batas dinamis yang disebut TOP (Tendency-Oriented Perimetry), yang bahkan lebih cepat dari SITA. Octopus juga menawarkan analisis progresif yang kuat. Perbedaan utamanya adalah penggunaan skala sensitivitas dan metode fiksasi. Octopus sering menggunakan sistem fiksasi internal berdasarkan pupil (menggunakan kamera), dan juga menawarkan beberapa tes spesialisasi yang unik.

Meskipun format plot dan istilah yang digunakan berbeda antara HFA dan Octopus, prinsip dasarnya (menguji ambang batas dan membandingkannya dengan populasi normal) tetap sama. Konversi data antar platform dimungkinkan, namun interpretasi harus selalu disesuaikan dengan standar masing-masing perangkat.

X. Tantangan, Keterbatasan, dan Inovasi Masa Depan

Meskipun perimetri otomatis sangat canggih, ia menghadapi tantangan, terutama karena ketergantungannya pada respons subjektif pasien.

1. Tantangan Subjektivitas

Karena perimetri adalah uji psikofisika, ia rentan terhadap variasi diurnal (perubahan fungsi mata sepanjang hari), motivasi, dan kelelahan pasien. Variabilitas respons pasien dapat membuat defek tampak dan hilang di antara pengujian, yang menyulitkan diagnosis progresivitas glaukoma.

2. Keterbatasan pada Lapang Pandang Lanjut

Pada glaukoma yang sangat lanjut, lapang pandang perifer mungkin sudah hilang seluruhnya, dan yang tersisa hanyalah lapang pandang sentral 10 derajat. Pada titik ini, 24-2 menjadi tidak efektif karena titik-titik uji yang tersisa terlalu sedikit. Pemeriksaan 10-2 menjadi wajib untuk memantau sisa pulau penglihatan sentral yang sangat berharga.

3. Inovasi Perimetri

Masa depan perimetri bergerak menuju otomatisasi dan objektivitas yang lebih besar:

Perimetri tetap menjadi pilar fundamental dalam oftalmologi modern. Meskipun kemajuan dalam pencitraan struktural (seperti OCT) memberikan detail anatomi yang luar biasa, perimetri adalah satu-satunya alat yang mengukur fungsi visual, memberikan bukti langsung tentang dampak penyakit terhadap penglihatan pasien. Pemahaman mendalam tentang teknik, artefak, dan interpretasi pola adalah esensial untuk memastikan bahwa setiap pasien menerima diagnosis dan rencana perawatan yang optimal berdasarkan kondisi fungsional lapang pandang mereka.

Analisis progresif yang berkelanjutan, yang melibatkan pembandingan lapang pandang saat ini dengan baseline awal, sangat penting. Glaukoma adalah penyakit seumur hidup yang memerlukan pengujian berkala. Jika terjadi perubahan yang signifikan dan berulang pada MD atau PSD, atau munculnya defek baru pada Pattern Deviation, ini harus ditindaklanjuti dengan penyesuaian regimen pengobatan. Penekanan harus selalu diberikan pada pengujian yang reliabel, yang berarti memastikan pasien mendapatkan koreksi refraksi yang tepat, berada dalam kondisi istirahat, dan durasi tes (berkat SITA) tidak menyebabkan kelelahan ekstrem. Reliabilitas data adalah fondasi dari semua keputusan klinis yang didasarkan pada hasil perimetri.

Perluasan aplikasi perimetri, khususnya dalam konteks neurologis, juga terus berkembang. Dalam kasus cedera otak traumatis atau stroke, peta lapang pandang yang dihasilkan membantu tim neurologi dan rehabilitasi memahami sejauh mana defisit visual memengaruhi kualitas hidup pasien. Pemahaman tentang kongruensi defek (seberapa mirip defek di mata kanan dan kiri) menjadi petunjuk utama dalam melokalisasi lesi di jalur retrochiasmal. Semakin posterior lesi (lebih dekat ke korteks), semakin tinggi tingkat kongruensinya, kecuali ada pengecualian seperti penyelamatan makula.

Aspek lain yang sering terlewatkan adalah pentingnya pengujian yang berulang dan konsisten pada waktu yang sama. Variasi biologis tekanan intraokular dan sensitivitas lapang pandang dapat berbeda antara pagi dan sore hari. Untuk membandingkan hasil yang akurat dari waktu ke waktu (analisis progresif), protokol standar harus diikuti: menggunakan program pengujian yang sama (misalnya, 24-2 SITA Standard), ukuran stimulus yang sama, dan, jika memungkinkan, waktu pengujian yang serupa.

Akhir kata, perimetri bukanlah sekadar tes visual; ini adalah jendela ke dalam kesehatan struktural dan fungsional dari seluruh jalur visual. Hasilnya, ketika ditafsirkan dengan hati-hati dan dalam konteks pencitraan struktural, menyediakan peta jalan yang jelas bagi dokter untuk melindungi sisa penglihatan pasien dari ancaman penyakit progresif seperti glaukoma dan memandu diagnosis kondisi neurologis yang kompleks. Pembaruan berkelanjutan dalam strategi pengujian dan perangkat lunak analisis memastikan bahwa perimetri tetap menjadi alat diagnostik yang dinamis dan relevan.

Pengenalan teknologi yang lebih baru seperti Perimetri Mikro, yang menguji sensitivitas di area makula yang sangat kecil, menunjukkan bagaimana teknik ini terus beradaptasi. Perimetri Mikro sangat berguna dalam memetakan fungsi retina secara detail setelah perawatan laser, atau pada pasien dengan penyakit makula non-eksudatif yang subtil. Berbeda dengan perimetri standar yang biasanya menggunakan titik fiksasi tunggal, Perimetri Mikro dapat melacak pergerakan mata dan mengaitkan setiap titik uji dengan lokasi anatomi spesifik pada retina.

Dalam konteks Glaukoma Lanjut, tantangan terbesar adalah "variabilitas ambang batas tinggi" (high threshold variability). Ketika kerusakan sudah sangat parah, sensitivitas di area yang rusak bisa sangat fluktuatif, membuat sulit untuk membedakan antara variasi alami dan kerusakan progresif yang sesungguhnya. Untuk mengatasi ini, profesional harus lebih ketat dalam menerima hasil reliabilitas dan mungkin perlu meningkatkan frekuensi pengujian. Strategi seperti 10-2 SITA Faster, yang fokus pada zona sentral kritis, menawarkan solusi yang efisien tanpa menambah kelelahan pasien secara signifikan.

Kesimpulannya, penguasaan perimetri, dari kalibrasi instrumen hingga analisis plot deviasi pola dan indeks global, adalah keterampilan mendasar. Ini memungkinkan dokter untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat pasien—kerusakan asimtomatik yang mengancam fungsi penglihatan mereka. Peran perimetri tidak tergantikan dalam alur kerja oftalmologi, menyediakan bukti fungsional yang objektif dan terukur tentang kondisi jalur visual, memastikan bahwa keputusan pengobatan bersifat tepat waktu dan terinformasi.

🏠 Homepage