Al-Qur'an adalah sumber petunjuk utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia. Di antara banyak ayat yang mengandung hikmah mendalam, QS An-Nahl ayat 43 (Surah ke-16, ayat ke-43) menempati posisi penting sebagai landasan dalam mencari pengetahuan dan kebenaran. Ayat ini merupakan penegasan kuat tentang pentingnya bertanya kepada ahli ilmu ketika kita tidak mengetahui suatu hal.
Makna dari qs an nahl 16 43 ini sangat universal dan relevan, tidak hanya pada konteks turunnya wahyu di masa Nabi Muhammad SAW, tetapi juga dalam konteks kehidupan modern. Ayat ini secara eksplisit memerintahkan kita untuk tidak ragu bertanya kepada mereka yang memiliki ilmu, keahlian, atau pemahaman mendalam mengenai suatu subjek. Ini adalah prinsip dasar dalam pembelajaran dan pengambilan keputusan yang bijaksana.
Pentingnya Merujuk pada Sumber yang Tepat
Mengapa Allah SWT menekankan hal ini? Karena kebodohan atau ketidaktahuan adalah gerbang menuju kesesatan dan kesalahan fatal. Dalam berbagai aspek kehidupan—mulai dari masalah agama, kedokteran, teknik, hingga urusan sosial—memaksakan diri membuat keputusan tanpa pengetahuan yang cukup seringkali berakhir dengan kerugian. Ayat ini mengajarkan kerendahan hati intelektual. Ia mengakui bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan pengetahuan.
Dalam tradisi Islam, ketika orang-orang Quraisy datang kepada Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang jawabannya belum diwahyukan, Allah memerintahkan beliau untuk merujuk kepada Ahlul Kitab (orang-orang yang diberi kitab sebelumnya) yang saat itu dianggap memiliki pemahaman tentang narasi kenabian terdahulu. Hal ini menunjukkan bahwa validitas ilmu tidak terikat pada waktu atau kelompok tertentu, melainkan pada kebenaran substansi ilmunya. Oleh karena itu, prinsip dalam An-Nahl 16:43 ini menjadi fondasi etika keilmuan Islam.
Aplikasi Modern dari An-Nahl 16:43
Di era informasi saat ini, di mana informasi (dan misinformasi) menyebar dengan kecepatan tinggi, ayat ini menjadi semakin krusial. Internet penuh dengan klaim dan opini, namun tidak semuanya didasarkan pada penelitian yang valid atau otoritas yang diakui. Ketika kita berhadapan dengan isu kesehatan, misalnya, perintah untuk bertanya kepada "orang yang mempunyai pengetahuan" berarti kita harus merujuk kepada dokter atau peneliti terpercaya, bukan sekadar mengikuti tren viral.
Demikian pula dalam urusan agama. Ketika dihadapkan pada perbedaan mazhab atau persoalan fiqih yang rumit, umat Muslim dianjurkan untuk mencari penjelasan dari ulama yang mumpuni dan memiliki sanad keilmuan yang jelas. Mengabaikan nasihat ahli dan mengikuti klaim amatir adalah pelanggaran nyata terhadap perintah yang terdapat dalam qs an nahl 16 43. Prinsip ini menumbuhkan budaya literasi dan penghormatan terhadap otoritas keilmuan yang teruji.
Kesimpulan: Menjaga Integritas Pengetahuan
Inti dari QS An-Nahl 16:43 adalah pembentukan komunitas yang bertanggung jawab secara intelektual. Ia mendorong dialog konstruktif, menanamkan rasa ingin tahu yang sehat, dan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada dasar pengetahuan yang kokoh. Dengan mematuhi petunjuk ini, seorang mukmin tidak hanya mencari kebenaran, tetapi juga meneladani cara seorang pencari ilmu yang diakui dalam syariat. Ini adalah warisan hikmah yang abadi dari Al-Qur'anul Karim.
Semoga kita senantiasa termasuk golongan yang mencari ilmu dan bertanya kepada ahlinya.