Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", adalah surat kedua dalam Al-Qur'an. Surat ini memuat berbagai ajaran penting yang berkaitan dengan hukum keluarga, hak-hak wanita, dan berbagai aspek kehidupan sosial dalam Islam. Salah satu ayat yang sarat makna dan sering menjadi bahan perenungan adalah ayat ke-79.
Ayat ini secara ringkas mengingatkan kita tentang sumber segala kenikmatan dan musibah yang kita alami. Memahami QS An Nisa ayat 79 berarti membuka jendela pemahaman yang lebih luas tentang hubungan antara usaha manusia, takdir Allah, dan konsekuensi dari setiap tindakan.
"Apa pun nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa pun bencana yang menimpamu, adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami pun mengutusmu (Muhammad) sebagai seorang rasul (yang tugasnya) menjadi saksi bagi manusia. Dan cukuplah Allah sebagai saksi." (QS. An Nisa: 79)
Ayat 79 Surat An Nisa ini dapat dipecah menjadi beberapa poin penting:
1. Nikmat dari Allah SWT: Bagian pertama ayat ini menegaskan bahwa segala kebaikan, kenikmatan, dan keberuntungan yang kita terima adalah murni karunia dari Allah SWT. Ini mencakup kesehatan, rezeki, ilmu, keluarga yang harmonis, dan berbagai anugerah lainnya. Pengakuan ini menumbuhkan rasa syukur dan rendah hati, serta mengajarkan kita untuk tidak menyombongkan diri atas pencapaian yang kita miliki, karena semuanya berasal dari Sang Pemberi Nikmat.
2. Bencana dari Diri Sendiri: Poin kedua adalah penegasan yang sangat krusial: "dan apa pun bencana yang menimpamu, adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri." Ini bukan berarti Allah tidak adil atau bahwa Dia membebani hamba-Nya dengan penderitaan tanpa alasan. Sebaliknya, ayat ini menggarisbawahi prinsip sebab-akibat dalam Islam. Banyak musibah, kesulitan, atau kegagalan yang kita alami merupakan akibat langsung dari pilihan, tindakan, kelalaian, atau bahkan niat buruk yang kita lakukan.
Ini adalah pengingat kuat tentang tanggung jawab pribadi. Dosa, maksiat, pelanggaran terhadap perintah Allah, kelalaian dalam menjalankan kewajiban, atau perbuatan zalim kepada sesama, semuanya berpotensi mendatangkan kesulitan di dunia ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ini juga mencakup konsep "sunnatullah" atau hukum alam yang diciptakan Allah. Jika seseorang tidak menjaga kesehatannya, wajar saja ia sakit. Jika seseorang tidak bekerja keras, ia akan kesulitan mendapatkan rezeki. Jika seseorang berbuat curang, ia berisiko mendapat balasan setimpal.
3. Posisi Rasulullah SAW: Bagian terakhir ayat ini menyebutkan, "Kami pun mengutusmu (Muhammad) sebagai seorang rasul (yang tugasnya) menjadi saksi bagi manusia." Ini menjelaskan peran mulia Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam, pemberi petunjuk, dan saksi atas amal perbuatan umat manusia di hadapan Allah SWT. Tugas beliau adalah menyampaikan kebenaran, mengajarkan ajaran agama, dan menjadi teladan. Dan dalam konteks ayat ini, beliau juga menjadi saksi atas implementasi ajaran tersebut oleh umatnya.
4. Allah Sebagai Saksi: "Dan cukuplah Allah sebagai saksi." Pernyataan ini memberikan penegasan terakhir dan paling kuat. Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk niat terdalam manusia, setiap tindakan yang dilakukan, dan setiap konsekuensi yang ditimbulkannya. Keberadaan Allah sebagai saksi menghilangkan keraguan dan memberikan kepastian bahwa setiap perbuatan akan dihisab. Ini adalah penenang bagi orang yang berbuat baik dan peringatan keras bagi mereka yang berbuat buruk.
Memahami QS An Nisa ayat 79 memiliki implikasi praktis yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari:
QS An Nisa ayat 79 adalah ayat yang mengajak kita pada refleksi mendalam mengenai hubungan sebab-akibat dalam kehidupan, tanggung jawab pribadi, dan kerendahan hati di hadapan kekuasaan Allah SWT. Dengan memahami dan mengamalkan maknanya, semoga kita senantiasa berada dalam lindungan-Nya dan mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang kita alami.