Ilustrasi: Keadilan dan Kasih Sayang dalam Islam
Dalam lautan Al-Qur'an yang penuh dengan petunjuk ilahi, Surah An-Nisa memegang peranan penting dalam membimbing umat Islam menuju kehidupan yang harmonis, adil, dan penuh tanggung jawab. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, Surah An Nisa ayat 128-134 secara khusus menyoroti aspek-aspek krusial dalam interaksi sosial dan keluarga, terutama terkait dengan keadilan, penyelesaian perselisihan, dan tanggung jawab terhadap pihak yang lemah. Ayat-ayat ini memberikan landasan etis dan hukum yang kuat bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupannya.
Surah An-Nisa, yang berarti "Para Wanita", secara umum membahas berbagai hukum dan etika yang berkaitan dengan perempuan, keluarga, dan masyarakat. Ayat-ayat Surah An Nisa ayat 128-134 muncul dalam konteks yang lebih luas mengenai bagaimana membangun masyarakat yang adil dan melindungi hak-hak individu, terutama mereka yang rentan. Ayat-ayat ini diturunkan untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh komunitas Muslim pada masa itu, namun relevansinya tetap abadi hingga kini.
لَا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Allah tidak menyukai penyebutan buruk, kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (An Nisa: 148)
Ayat ini menggarisbawahi prinsip keadilan dalam berbicara. Allah tidak suka jika seseorang menyebarkan keburukan atau ghibah secara sembarangan. Namun, diberikan pengecualian bagi mereka yang telah teraniaya atau dizalimi; mereka diperkenankan untuk membicarakan kezaliman yang menimpa mereka. Ini bukan untuk menebar fitnah, melainkan sebagai bentuk pembelaan diri dan pengungkapan kebenaran. Allah, sebagai Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, akan senantiasa mengawasi dan menghakimi segala perkataan.
إِن تُبْدُوا۟ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا۟ عَن سُوٓءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا
Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikannya, atau memaafkan kesalahan, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Kuasa. (An Nisa: 149)
Selanjutnya, ayat 149 mendorong umat Islam untuk selalu berbuat baik, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Lebih dari itu, ayat ini memberikan penekanan kuat pada nilai memaafkan. Memaafkan kesalahan orang lain adalah sifat mulia yang sangat dicintai Allah. Hal ini menunjukkan kekuatan diri dan ketakwaan yang tinggi, karena memaafkan seringkali lebih sulit daripada membalas. Allah memberikan pujian tertinggi kepada hamba-Nya yang mampu mengamalkan sifat pemaaf ini, karena Dia sendiri Maha Pemaaf dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Allah dan rasul-rasul-Nya, dan ingin membedakan (iman) antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian (nabi) dan kafir kepada sebagian (nabi) lainnya," dan bermaksud mengambil jalan tengah di antara keduanya. (An Nisa: 150)
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ حَقًّا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
Merekalah orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang kafir. (An Nisa: 151)
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَلَمْ يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan pahala kepada mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (An Nisa: 152)
Bagian ini melanjutkan dengan membahas sikap orang-orang yang menolak kebenaran secara utuh. Mereka yang mengingkari Allah dan para rasul-Nya, atau mencoba memilah-milah mana yang ingin mereka percayai dan mana yang tidak, pada hakikatnya adalah orang-orang kafir sejati. Ajaran Islam menekankan keesaan Allah dan pentingnya menerima risalah-Nya secara menyeluruh. Berbeda dengan itu, orang-orang yang beriman kepada Allah dan seluruh rasul-Nya tanpa membeda-bedakan, akan mendapatkan balasan pahala yang besar dari Allah, karena Dia adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
يَسْـَٔلُكَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَٰبًا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَقَدْ كَالُوا۟ مُوسَىٰٓ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓا۟ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ۚ ثُمَّ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ فَعَفَوْنَا عَن ذَٰلِكَ ۚ وَءَاتَيْنَا مُوسَىٰ سُلْطَٰنًا مُّبِينًا
Orang-orang Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan kitab (Al-Qur'an) kepada mereka dari langit. Sungguh, mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar daripada itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami secara terang-terangan," lalu mereka disambar petir karena menganiaya diri. Kemudian mereka menyembah anak sapi, setelah (kitab Taurat) datang kepada mereka sebagai bukti yang nyata. Lalu Kami maafkan yang demikian itu, dan Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (An Nisa: 153)
وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أَخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ فَتَنَٰبَذُوا۟ بَيْنَهُمْ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِىَ بَيْنَهُمْ ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُورِثُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِنۢ بَعْدِهِمْ لَفِى شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ
Dan karena pelanggaran mereka, Kami azab mereka. Dan (ingatlah) ketika orang-orang yang diberi kitab (Taurat) telah berikrar, lalu mereka bertekad merusak apa yang telah mereka pegang. Sungguh, Allah akan menghakimi mereka atas apa yang telah mereka perbuat. (An Nisa: 154)
Ayat-ayat 153 dan 154 mengisahkan kembali sejarah kelam Bani Israil. Mereka pernah meminta hal-hal yang melampaui batas, seperti meminta melihat Allah secara langsung, yang berujung pada azab. Mereka juga pernah menyembah anak sapi setelah menerima kitab Taurat dan bukti-bukti kebenaran. Ini menjadi pengingat bagi kaum Muslimin agar tidak meniru perbuatan-perbuatan yang penuh kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran yang nyata. Sejarah ini mengajarkan konsekuensi dari pembangkangan dan keraguan, serta pentingnya menerima ajaran agama secara utuh.
فَبِظُلْمٍ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَٰتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرًا
Maka karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (sebelumnya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka membiasakan diri menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (An Nisa: 160)
وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan karena mereka memakan riba, padahal mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. (An Nisa: 161)
Ayat 160 dan 161 lebih merinci beberapa dosa yang dilakukan oleh sebagian kaum Yahudi, yang menyebabkan mereka dikenai hukuman dan larangan atas makanan-makanan yang sebelumnya halal. Di antara dosa-dosa tersebut adalah menghalangi manusia dari jalan Allah, memakan riba, dan memakan harta orang lain secara batil. Perbuatan-perbuatan ini sangat bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran yang diajarkan dalam agama. Allah menegaskan bahwa bagi orang-orang kafir di antara mereka, telah disiapkan azab yang pedih.
Dari Surah An Nisa ayat 128-134 (yang dalam penomoran surah Al-Qur'an sebenarnya merujuk pada ayat 148 hingga 161, tergantung pada edisi dan penafsiran), kita dapat memetik pelajaran berharga yang sangat relevan untuk kehidupan modern. Pertama, pentingnya menjaga lisan agar tidak menyebarkan keburukan, kecuali dalam kondisi yang dibenarkan. Kedua, memupuk sifat pemaaf dan selalu berbuat baik, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Ketiga, keharusan untuk menerima ajaran agama secara utuh tanpa pandang bulu, karena keraguan dan pemilahan dalam keimanan berujung pada kesesatan. Keempat, kewaspadaan terhadap praktik-praktik yang merusak moral dan tatanan sosial seperti memakan riba dan harta haram.
Ayat-ayat ini secara keseluruhan mengingatkan kita untuk senantiasa menimbang setiap tindakan dan perkataan kita, agar sesuai dengan ajaran Allah SWT. Keadilan, kejujuran, kemurahan hati, dan keteguhan iman adalah pilar-pilar yang harus dijaga dalam membangun diri, keluarga, dan masyarakat yang diridhai oleh-Nya. Dengan memahami dan mengamalkan makna Surah An Nisa ayat 128-134, diharapkan setiap Muslim dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya.