Dalam Al-Qur'an, Surah An-Nisa merupakan salah satu surat Madaniyah yang memiliki banyak pembahasan mendalam mengenai hukum-hukum keluarga, sosial, dan kemasyarakatan. Di antara ayat-ayat yang menjadi sorotan penting dalam pembentukan tatanan rumah tangga dan masyarakat yang adil adalah ayat 34 dan 35. Kedua ayat ini memberikan panduan fundamental mengenai peran dan tanggung jawab suami istri, serta bagaimana menghadapi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan pernikahan. Memahami makna dan hikmah di balik ayat-ayat ini sangat krusial bagi setiap Muslim untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Ayat 34 dari Surah An-Nisa secara eksplisit menyebutkan keutamaan laki-laki atas perempuan dalam beberapa aspek, dan ini seringkali menjadi subjek diskusi yang beragam. Ayat tersebut berbunyi:
Frasa "qawwamun 'ala an-nisa" sering diterjemahkan sebagai "pelindung" atau "pemimpin" atau "penanggung jawab". Ini bukan berarti superioritas mutlak atau dominasi yang menindas, melainkan tanggung jawab yang diemban oleh laki-laki. Tanggung jawab ini mencakup kewajiban untuk menjaga, melindungi, dan menafkahi keluarga. Allah SWT memberikan kemampuan dan tanggung jawab ini kepada laki-laki, termasuk dalam hal finansial, sebagai ujian dan amanah. Ayat ini juga menekankan pentingnya ketaatan perempuan yang saleh dan kepatuhan mereka terhadap suami, yang dilandasi oleh pemeliharaan Allah SWT. Kepatuhan di sini adalah dalam konteks kebaikan dan bukan penindasan.
Lebih lanjut, ayat ini memberikan panduan konkret dalam menghadapi ketidaktaatan atau durhaka (nusyuz) dari istri. Langkah-langkah yang dianjurkan dimulai dari yang paling ringan: nasihat, kemudian pisah ranjang, dan terakhir adalah memukul. Penting untuk dicatat bahwa "memukul" dalam konteks ini adalah topik yang sensitif dan telah banyak ditafsirkan oleh para ulama. Mayoritas ulama sepakat bahwa pukulan ini bersifat simbolis, tidak melukai, dan merupakan upaya terakhir setelah cara-cara persuasif lainnya gagal, dengan tujuan mendisiplinkan dan mengembalikan keharmonisan, bukan untuk menyakiti atau merendahkan.
Mengiringi ayat sebelumnya, ayat 35 Surah An-Nisa memberikan solusi yang lebih komprehensif dan konstruktif ketika terjadi perselisihan yang serius antara suami istri, yang bahkan mengarah pada kekhawatiran perpisahan. Ayat ini menekankan pentingnya mediasi dan objektivitas dalam menyelesaikan masalah.
Ayat ini memberikan panduan yang sangat bijaksana. Ketika potensi perceraian atau keretakan rumah tangga sudah tampak jelas, Islam menganjurkan untuk tidak menyelesaikannya sendiri atau terburu-buru. Solusi yang diajarkan adalah mendatangkan dua orang penengah (hakam), satu dari pihak keluarga suami dan satu dari pihak keluarga istri. Para penengah ini diharapkan berasal dari orang-orang yang bijaksana, adil, dan memiliki pemahaman yang baik tentang situasi rumah tangga yang bersangkutan.
Tujuan utama dari pengutusan kedua hakam ini adalah untuk melakukan mediasi dan mencari jalan keluar agar perselisihan tersebut dapat diselesaikan. Mereka bertugas untuk mendengarkan kedua belah pihak, menelaah akar permasalahan, dan memberikan nasihat serta solusi yang paling tepat. Janji Allah SWT dalam ayat ini adalah bahwa jika kedua penengah tersebut memiliki niat yang tulus untuk mendamaikan, Allah akan menolong dan memberikan kesepakatan. Ini menunjukkan bahwa Allah senantiasa bersama orang-orang yang berupaya keras untuk menegakkan keadilan dan menjaga keutuhan hubungan, terutama dalam institusi pernikahan.
Penting untuk digarisbawahi bahwa peran hakam ini adalah untuk mencoba mendamaikan, bukan untuk memutuskan perceraian. Keputusan akhir tetap berada pada suami istri, namun dengan bantuan dan panduan dari para penengah yang netral dan bijaksana, diharapkan mereka dapat mencapai solusi yang terbaik bagi kelangsungan rumah tangga mereka. Pendekatan mediasi ini mencerminkan nilai Islam yang sangat menghargai pentingnya keluarga dan upaya untuk mencegah perpecahan di dalamnya.
Ayat 34 dan 35 Surah An-Nisa, meskipun turun dalam konteks sejarah yang spesifik, tetap memiliki relevansi yang mendalam bagi umat Islam di era modern. Prinsip tanggung jawab laki-laki sebagai pelindung dan pemberi nafkah tetap menjadi landasan penting dalam pernikahan Muslim. Namun, pemahaman mengenai "qawwamun" perlu terus dikoreksi agar tidak disalahartikan sebagai bentuk penindasan. Ini adalah amanah dan tanggung jawab yang harus dijalankan dengan adil dan penuh kasih.
Sementara itu, panduan dalam ayat 35 tentang penyelesaian konflik melalui mediasi keluarga menunjukkan betapa pentingnya komunikasi, objektivitas, dan dukungan dari lingkungan terdekat dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Di masa kini, ketika tantangan pernikahan semakin kompleks, pendekatan yang diajarkan oleh kedua ayat ini dapat menjadi solusi efektif untuk mencegah keretakan yang lebih parah. Pendekatan ini mengajarkan pentingnya dialog, empati, dan kerja sama untuk mencapai perdamaian.
Membangun rumah tangga yang kokoh adalah dambaan setiap pasangan. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Surah An-Nisa ayat 34 dan 35, diharapkan setiap Muslim dapat berkontribusi dalam menciptakan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Upaya penyelesaian masalah yang diajarkan dalam ayat-ayat ini adalah cerminan kebijaksanaan ilahi yang bertujuan untuk kebaikan umat manusia dan kelangsungan institusi keluarga.