Dalam firman-Nya yang mulia, Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk bagi umat manusia agar menjalani kehidupan dengan bijaksana, aman, dan penuh kesadaran. Salah satu ayat yang sangat penting dalam konteks ini adalah Surah An Nisa ayat 71. Ayat ini memberikan penekanan kuat mengenai pentingnya kewaspadaan dan kehati-hatian dalam setiap langkah yang diambil, terutama ketika berhadapan dengan berbagai potensi ancaman dan tantangan dalam kehidupan.
Ayat ini turun dalam konteks menghadapi musuh dan segala bentuk ancaman yang mungkin datang. Namun, maknanya jauh melampaui ranah peperangan fisik semata. Ia adalah sebuah prinsip universal yang mengajarkan kita untuk selalu dalam kondisi siaga, siap menghadapi segala kemungkinan, dan mengambil tindakan yang terencana serta matang. Kata "khudzû ḥidhrakum" (خُذُوا۟ حِذْرَكُمْ) yang berarti "ambil kewaspadaanmu" atau "bersiap siagalah" merupakan inti dari perintah dalam ayat ini. Ini bukanlah ajakan untuk hidup dalam ketakutan yang berlebihan, melainkan sebuah seruan untuk memiliki kesadaran diri dan lingkungan yang tinggi.
Kewaspadaan yang diajarkan dalam Surah An Nisa ayat 71 dapat diinterpretasikan dalam berbagai dimensi kehidupan:
Menjaga keimanan dari keraguan, bisikan syaitan, dan ajaran yang menyimpang adalah bentuk kewaspadaan spiritual. Ini berarti senantiasa memperkuat pemahaman agama melalui sumber yang sahih, memperbanyak ibadah, dan menjauhi hal-hal yang dapat melemahkan iman. Menghadapi godaan dunia yang fana membutuhkan kehati-hatian agar tidak terjerumus dalam kesesatan.
Dalam berinteraksi dengan sesama, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak mudah percaya begitu saja. Perlu adanya kehati-hatian dalam memilih teman, bertransaksi, dan menjalin hubungan. Membedakan mana yang jujur dan mana yang berniat buruk adalah bagian dari kewaspadaan. Sikap cerdas dan analitis diperlukan agar tidak menjadi korban penipuan atau fitnah.
Ini adalah makna literal dari ayat tersebut. Ketika ada potensi ancaman, baik dari segi fisik maupun non-fisik, seorang mukmin diperintahkan untuk bersiap. Frasa "fa arsilû tsubâtan tsubâtan aw arsilû jamî'an" (فَأَرْسِلُوا۟ ثُبَاتٍ ثُبَاتٍ أَوْ أَرْسِلُوا۟ جَمِيعًا) memberikan opsi strategi: bisa maju dalam kelompok-kelompok kecil yang terorganisir, atau maju secara keseluruhan dengan kekuatan penuh. Keduanya memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang. Tujuannya adalah meminimalisir kerugian dan memaksimalkan keberhasilan dalam menghadapi perlawanan.
Seringkali, musuh terbesar seseorang adalah dirinya sendiri, yaitu hawa nafsu. Surah An Nisa ayat 71 juga mengajarkan kita untuk waspada terhadap kecenderungan diri untuk bermalas-malasan, menunda pekerjaan penting, atau mencari alasan untuk menghindar dari tanggung jawab. Ayat ini secara gamblang menyebutkan adanya orang yang "merasa lamban" dan berlindung di balik alasan seperti tidak ikut berperang. Ini adalah peringatan agar kita tidak menjadi orang yang demikian, melainkan senantiasa proaktif dan bertanggung jawab.
Bagian akhir ayat tersebut menyoroti sikap orang yang memilih untuk tidak ikut berperang dan merasa bersyukur karena selamat dari bahaya. Padahal, sikap ini bisa jadi merupakan bentuk kelalaian dan ketidakpedulian terhadap urusan umat. Allah SWT mengingatkan bahwa keberhasilan atau kegagalan adalah dari-Nya, namun usaha dan kesiapan adalah tanggung jawab manusia. Menganggap diri aman tanpa persiapan justru bisa menjadi celah bagi datangnya musibah. Ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan.
Dengan memahami dan mengamalkan isi Surah An Nisa ayat 71, umat Islam diharapkan dapat menjalani kehidupan dengan lebih bijak, tangguh, dan selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Kewaspadaan bukanlah bentuk ketakutan, melainkan wujud dari keimanan yang kokoh dan kesadaran akan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Mari kita jadikan ayat ini sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan kita, senantiasa waspada namun tetap tawakal.