Menyelami Surah An-Nisa Ayat 80-90: Pedoman Kehidupan dari Al-Qur'an

Surah An-Nisa: Ayat 80-90 Pedoman Ilahi untuk Umat Manusia

Al-Qur'anul Karim merupakan sumber petunjuk dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Di dalamnya terkandung ayat-ayat suci yang menjelaskan berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, muamalah, hingga akhlak mulia. Salah satu bagian penting dalam Al-Qur'an adalah Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita". Surah ini banyak membahas tentang hak-hak dan kewajiban, terutama yang berkaitan dengan perempuan, namun juga mencakup prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi seluruh mukmin.

Dalam Surah An-Nisa, terdapat ayat-ayat spesifik yang menawarkan pelajaran berharga bagi setiap Muslim. Mari kita telaah beberapa di antaranya, khususnya yang berada pada rentang ayat 80 hingga 90. Ayat-ayat ini memberikan arahan mengenai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, pentingnya menjaga persatuan, serta sikap yang harus diambil dalam menghadapi perbedaan dan konflik.

Ayat 80: Ketaatan Mutlak kepada Allah dan Rasul

Ayat ke-80 Surah An-Nisa menjadi pondasi utama dalam pemahaman kita tentang agama. Allah SWT berfirman:

مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ ٱللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

"Siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau sebagai penjaga mereka."

Ayat ini menegaskan bahwa mengikuti ajaran dan petunjuk Nabi Muhammad SAW adalah konsekuensi logis dari keimanan kepada Allah. Ketaatan kepada Rasulullah SAW bukan sekadar mengikuti instruksi, melainkan penjelmaan dari ketaatan kita kepada Sang Pencipta. Allah tidak membebani kita untuk mengawasi setiap individu yang berpaling, melainkan tugas kita adalah menyampaikan risalah. Ini mengajarkan kita untuk fokus pada dakwah dan teladan, sementara urusan hidayah sepenuhnya di tangan Allah.

Ayat 81-83: Sikap Terhadap Janji dan Kejadian

Selanjutnya, ayat 81 hingga 83 membahas tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya bersikap ketika dihadapkan pada sebuah janji atau kesepakatan, serta ketika menghadapi suatu kejadian atau informasi. Allah berfirman:

وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا۟ مِنْ عِندِكَ بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِّنْهُمْ غَيْرَ مَا يَقُولُ ۖ وَٱللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ ۖ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا

"Dan mereka berkata, 'Ketaatan.' Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebagian dari mereka merencanakan lain dari apa yang mereka katakan. Dan Allah mencatat apa yang mereka rencanakan. Maka berpalinglah engkau dari mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung."

Ayat ini memperingatkan kita tentang orang-orang munafik yang lisannya menyatakan ketaatan, namun hati dan tindakannya berbeda. Mereka merencanakan sesuatu di balik layar yang bertentangan dengan apa yang mereka ucapkan di depan Rasulullah SAW. Allah Maha Mengetahui segala rencana mereka. Pesan bagi kita adalah untuk tidak terlalu pusing dengan niat buruk orang lain, melainkan fokus pada tugas kita, yaitu menyampaikan kebenaran dan bertawakkal sepenuhnya kepada Allah.

Kemudian, ayat 82 mengingatkan kita akan kebenaran Al-Qur'an:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَـٰفًا كَثِيرًا

"Maka apakah mereka tidak mentadabburi (merenungkan) Al-Qur'an? Sekiranya Al-Qur'an itu datang dari selain Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya."

Inilah bukti kemukjizatan Al-Qur'an. Ketiadaan pertentangan, keselarasan antara ayat-ayatnya, serta keindahan susunannya adalah tanda bahwa ia berasal dari Sang Maha Pencipta. Ajakan untuk mentadabburi Al-Qur'an sangatlah penting. Dengan merenungkan ayat-ayat-Nya, kita akan semakin yakin akan kebenarannya dan semakin terdorong untuk mengamalkannya.

Ayat 83 berbicara tentang bagaimana sebaiknya kita bertindak ketika mendengar sebuah informasi, terutama yang bersifat khabar atau berita yang belum pasti kebenarannya:

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ لَٱتَّبَعْتُمُ ٱلشَّيْطَـٰنَ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan apabila datang kepada mereka suatu urusan yang membawa keamanan atau kekhawatiran, mereka menyebarkannya. Padahal kalau mereka menyampaikannya kepada Rasul dan kepada Ulil Amri (pemimpin) di antara mereka, niscaya orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka. Kalau tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil."

Ayat ini mengajarkan pentingnya tabayyun (memeriksa kebenaran berita) sebelum menyebarkannya. Janganlah kita terburu-buru menyebarkan informasi, terutama yang menyangkut keamanan atau kekhawatiran, karena bisa jadi itu adalah fitnah atau kabar bohong yang disebarkan musuh. Sebaiknya, kita kembalikan urusan tersebut kepada pemimpin atau ahli yang berwenang untuk memeriksanya. Ini juga menegaskan betapa pentingnya peran para pemimpin yang bijak dan berilmu. Tanpa bimbingan Ilahi, manusia sangat rentan mengikuti bisikan setan.

Ayat 84-90: Perjuangan dan Tanggung Jawab

Selanjutnya, ayat 84 berbicara tentang kewajiban kita untuk berjihad di jalan Allah, namun dengan pendekatan yang benar:

فَقَـٰتِلْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ وَحَرِّضِ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَكُفَّ بَأْسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ وَٱللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنكِيلًا

"Maka berperanglah engkau (Muhammad) di jalan Allah, engkau tidak dibebani melainkan hanya dengan dirimu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berjihad). Mudah-mudahan Allah menolak keganasan orang-orang kafir. Dan Allah sangat besar kekuatan-Nya dan sangat berat siksa-Nya."

Ayat ini memberikan dorongan semangat untuk berjihad di jalan Allah. Rasulullah SAW sendiri tidak dibebani untuk memaksa orang lain, melainkan untuk memimpin dan menginspirasi. Tugas utama adalah membangkitkan semangat juang kaum mukmin. Allah-lah yang akan memberikan pertolongan dan menolak kejahatan musuh.

Ayat 85 menggarisbawahi pentingnya syafaat (pertolongan) yang baik dan melarang syafaat yang buruk:

مَن يَشْفَعْ شَفَـٰعَةً حَسَنَةً يَكُن لَّهُۥ نَصِيبٌ مِّنْهَا ۖ وَمَن يَشْفَعْ شَفَـٰعَةً سَيِّئَةً يَكُن لَّهُۥ كِفْلٌ مِّنْهَا ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ مُّقِيتًا

"Barang siapa memberikan pertolongan (syafaat) yang baik, niscaya dia mendapat bagian (pahala) dari (kebaikan) itu. Dan barang siapa memberikan pertolongan (syafaat) yang buruk, niscaya dia mendapat (dosa) dari (kesalahan) itu. Dan Allah Maha Memelihara segala sesuatu."

Ini mengajarkan kita bahwa setiap tindakan kita, termasuk dalam memberikan dukungan atau rekomendasi, akan dimintai pertanggungjawaban. Syafaat yang baik akan mendatangkan kebaikan, sedangkan syafaat yang buruk akan membawa dosa.

Ayat 86-87 berbicara tentang ucapan salam dan bagaimana menyambutnya, serta tentang orang yang beriman dan beramal shalih:

وَإِذَا حُيِّيْتُم بيِّةٍ فَحَيُّوا۟ بِأَحْسَنَ مِنْهَآ أَوْ رُدُّوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ حَسِيبًا

"Apabila kamu diberi salam untuk menyambutmu, maka balaslah salam itu dengan yang lebih baik, atau (balaslah) yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu."

Ayat ini mengajarkan adab dan akhlak mulia dalam berinteraksi, salah satunya adalah membalas salam dengan lebih baik atau setidaknya setara. Ini menunjukkan sikap menghargai dan kebaikan hati.

ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَـٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۗ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثًا

"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Sungguh, Dia akan mengumpulkan kamu (pada hari Kiamat) sampai waktu yang diragukan (kedatangannya). Tidak ada keraguan padanya. Dan siapakah yang lebih benar perkataan daripada Allah?"

Ayat ini menegaskan keesaan Allah dan kepastian akan datangnya hari Kiamat. Tidak ada perkataan yang lebih benar dan dapat dipercaya selain firman Allah.

Ayat 88-90 kemudian membahas tentang sikap yang harus diambil terhadap orang-orang yang mengingkari kebenaran atau bahkan memusuhi kaum mukmin:

فَمَا لَكُمْ فِى ٱلْمُنَـٰفِقِينَ فِئَتَيْنِ وَٱللَّهُ أَرْكَسَهُم بِمَا كَسَبُوٓا۟ ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَهْدُوا۟ مَن أَضَلَّ ٱللَّهُ ۖ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلًا

"Mengapa kamu (berpecah menjadi) dua golongan dalam (masalah) orang munafik, padahal Allah telah mengembalikan mereka kepada kekafiran, disebabkan apa yang telah mereka perbuat? Apakah kamu bermaksud akan memberi petunjuk kepada orang yang telah dilaknat Allah? Dan barang siapa dilaknat Allah, engkau tidak akan mendapat jalan (untuk menolongnya)."

Ayat ini menjelaskan kebingungan umat Islam dalam menghadapi kaum munafik, yang tampak baik di luar namun memusuhi di dalam. Allah menegaskan bahwa mereka telah kembali kepada kekafiran karena perbuatan mereka sendiri. Tugas kita bukanlah untuk memaksakan hidayah kepada orang yang telah Allah sesatkan, melainkan untuk bersikap tegas dan waspada.

وَدُّوا۟ لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا۟ فَتَكُونُونَ سَوَاءً ۖ فَلَا تَتَّخِذُوٓا۟ مِنْهُمْ أَوْلِيَآءَ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَخُذُوهُمْ وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ ۖ وَلَا تَتَّخِذُوا۟ مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

"Mereka suka sekiranya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka pelindung-pelindung (setia), sampai mereka berhijrah di jalan Allah. Jika mereka berpaling (dari ajaran Islam), maka tangkap dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung dan penolong."

Ayat ini memberikan peringatan keras terhadap kaum munafik yang sangat berharap umat Islam juga menjadi kafir. Umat Islam diperintahkan untuk tidak menjadikan mereka sebagai pelindung, kecuali jika mereka mau berhijrah di jalan Allah. Jika mereka tetap pada pendiriannya, maka tindakan tegas harus diambil. Ini adalah perintah perang dan penjagaan terhadap eksistensi Islam dari ancaman internal.

إِلَّا ٱلَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَىٰ قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَـٰقٌ أَوْ جَآءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ أَن يُقَـٰتِلُوكُمْ أَوْ يُقَـٰتِلُوٓا۟ قَوْمَهُمْ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَـٰتَلُوكُمْ ۚ فَإِنِ ٱعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَـٰتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا۟ إِلَيْكُمُ ٱلسَّلَمَ فَمَا جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلًا

"Kecuali orang-orang yang bermaksud (damai) dengan kaum yang ada perjanjian antara kamu dengan mereka, atau (kaum) yang datang kepadamu sedang hati mereka menahan diri (dari memerangi) kamu dan (memerangi) kaumnya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia berikan kekuasaan kepada mereka terhadapmu, lalu mereka pasti memerangimu. Maka jika mereka menarik diri dari peperangan terhadapmu, dan mereka menawarkan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberikan jalan bagimu (untuk memerangi) mereka."

Ayat terakhir ini memberikan pengecualian. Kaum munafik yang berafiliasi dengan kaum yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam, atau yang secara tulus tidak ingin memerangi umat Islam (meskipun mungkin memiliki hubungan dengan kaum yang memerangi), maka umat Islam tidak boleh memerangi mereka. Jika mereka menawarkan perdamaian, maka umat Islam juga harus menerima perdamaian tersebut. Ini menunjukkan bahwa Islam selalu mengedepankan perdamaian ketika kondisi memungkinkan.

Menyelami Surah An-Nisa ayat 80-90 memberikan kita gambaran utuh tentang pentingnya ketaatan, kehati-hatian dalam bersikap, keberanian dalam membela kebenaran, serta kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Ayat-ayat ini bukan hanya sekadar bacaan, melainkan pedoman hidup yang relevan sepanjang masa bagi setiap Muslim yang mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat.

🏠 Homepage