Petunjuk

Visualisasi Ketenangan dan Petunjuk Ilahi

Kajian Mendalam Surat An-Nahl Ayat 128: Petunjuk Bagi Kaum Sabar

Surat An-Nahl (Lebah) adalah salah satu surat Makkiyah yang kaya akan hikmah dan peringatan ilahiyah. Di antara ayat-ayatnya yang memuat perintah dan janji, terdapat satu ayat penutup yang sangat penting, yaitu ayat ke-128. Ayat ini secara ringkas namun padat, memberikan landasan bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap ketika menghadapi tantangan duniawi, yaitu dengan kesabaran dan keteguhan hati dalam mengikuti tuntunan Allah SWT.

Teks dan Terjemahan Surat An-Nahl Ayat 128

Ayat penutup ini berfungsi sebagai penegasan sekaligus nasihat terakhir dalam rangkaian surat tersebut, ditujukan secara langsung kepada Rasulullah SAW sebagai teladan utama, namun maknanya berlaku universal bagi seluruh umat.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) untuk berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberikan pertolongan kepada kerabat; dan melarang (kamu) dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."

Pilar-Pilar Kebajikan dalam Ayat

Ayat 128 An-Nahl sering disebut sebagai salah satu ayat komprehensif yang mencakup esensi ajaran Islam dalam berinteraksi sosial dan spiritual. Ayat ini membagi perintah menjadi tiga pilar utama yang harus ditegakkan dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.

1. Al-'Adl (Keadilan): Keadilan adalah fondasi tegaknya sebuah peradaban. Dalam konteks ini, keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, tidak memihak, dan menegakkan hak-hak semua pihak tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kedekatan pribadi. Ini adalah perintah dasar yang mengikat setiap Muslim.
2. Al-Ihsan (Berbuat Baik/Keutamaan): Jika keadilan mensyaratkan kesetaraan, maka ihsan melangkah lebih jauh, yaitu berbuat melebihi kewajiban. Ihsan adalah berbuat baik tanpa mengharapkan balasan yang setara, didasari oleh kesadaran bahwa Allah SWT selalu mengawasi (muraqabah). Ini mencakup kebaikan dalam ucapan, perbuatan, dan niat.
3. Îtā’ Dzil-Qurbā (Memberi Kepada Kerabat): Islam sangat menekankan pentingnya silaturahmi dan kepedulian terhadap keluarga besar. Memberi pertolongan, dukungan, atau sedekah kepada kerabat adalah prioritas setelah memenuhi kewajiban dasar. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menumbuhkan ikatan sosial yang kuat dari lingkaran terdekat.

Larangan Tegas: Menghindari Tiga Kehancuran

Setelah memerintahkan perbuatan mulia, ayat ini segera diikuti dengan larangan tegas terhadap tiga kategori perilaku destruktif yang dapat merusak tatanan individu dan masyarakat.

Al-Fahsyā' (Perbuatan Keji): Ini mencakup segala bentuk perbuatan yang dinilai buruk secara moral, baik secara syariat maupun akal sehat, seperti zina, kebohongan yang keterlaluan, dan perilaku amoral lainnya.

Al-Munkar (Kemungkaran): Ini merujuk pada segala perbuatan yang diingkari oleh fitrah yang lurus dan secara tegas dilarang dalam syariat, sering kali mencakup pelanggaran hak-hak Allah dan hak sesama manusia.

Al-Baghy (Permusuhan/Zalim): Ini adalah puncak dari kerusakan sosial, yaitu melampaui batas dalam perlakuan terhadap orang lain, menindas, dan menyebarkan permusuhan tanpa hak. Larangan ini menegaskan bahwa umat Islam harus menjadi agen perdamaian, bukan agitator kekacauan.

Penutup Ayat: Hikmah Pengajaran

Ayat An-Nahl 128 ditutup dengan frasa: "Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." Ayat ini bukan sekadar daftar perintah dan larangan, melainkan sebuah paket edukasi Ilahi. Allah menurunkan ajaran ini agar manusia tidak hidup dalam kebingungan moral atau sosial. Pengambilan pelajaran (tadzkirah) ini menuntut adanya kontemplasi (tafakkur) dan implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi seorang Muslim, makna mendalam Surat An-Nahl ayat 128 adalah sebuah manifesto etika. Ia menuntut keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kemurahan hati dan keadilan yang teguh. Dengan mempraktikkan keadilan dan ihsan, serta menjauhi keji, mungkar, dan permusuhan, seorang Muslim sesungguhnya sedang berjalan di jalur yang paling diridhai oleh Allah SWT, sebuah jalan yang selalu menjanjikan ketenangan batin di tengah gejolak dunia.

Oleh karena itu, meskipun konteks awal ayat ditujukan kepada Rasulullah SAW, pesan moralnya adalah panggilan abadi untuk membentuk komunitas yang ideal—sebuah masyarakat yang berlandaskan ketuhanan, penuh kasih sayang, dan bebas dari kezaliman. Mengamalkan ayat ini adalah bentuk kesabaran tertinggi dalam menaati perintah Ilahi.

🏠 Homepage