Ikon representasi kekuatan Surat An-Nas dan Al-Ikhlas
Dua surat terakhir dalam Al-Qur'an, An-Nas (Manusia) dan Al-Ikhlas (Memurnikan Kepercayaan), memegang posisi istimewa dalam hati umat Islam. Keduanya dikenal sebagai mu'awwidzatain (dua surat pelindung) karena khasiatnya yang luar biasa dalam memohon perlindungan Allah SWT dari segala kejahatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Surat Al-Ikhlas (Q.S. Al-Ikhlas, 112) sering disebut sebagai sepertiga Al-Qur'an karena padatnya kandungan makna tauhid di dalamnya. Surat yang sangat singkat ini adalah definisi paling murni tentang Allah SWT.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa (Ahad)."
اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah Ash-Shamad (tempat bergantung segala sesuatu).
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(Dia) tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
Inti dari surat ini adalah penegasan tentang keesaan (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah) Allah. Kata Ash-Shamad memiliki makna yang sangat dalam; Ia adalah Yang Maha Dibutuhkan, tempat semua makhluk bergantung, namun Dia sendiri tidak membutuhkan apapun. Penegasan bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan membantah klaim-klaim sesat tentang ketuhanan, menegaskan kemutlakan dan keunikan-Nya. Membaca Al-Ikhlas berarti memurnikan keyakinan seorang hamba, menjadikannya benteng akidah yang kokoh.
Berbeda dengan Al-Ikhlas yang fokus pada pengesaan Tuhan, Surat An-Nas (Q.S. An-Nas, 114) fokus pada bagaimana seorang mukmin harus mencari perlindungan dari ancaman eksternal dan internal.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb (pemelihara) manusia."
مَلِكِ النَّاسِ
Raja (Penguasa) manusia.
إِلَهِ النَّاسِ
Ilah (Penyembah) manusia.
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
Dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi (Qazzaf).
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Dari (golongan) jin dan manusia."
Surat An-Nas mengajarkan kita untuk berlindung kepada Allah dengan tiga sifat-Nya yang agung: sebagai Rabb (Pemelihara), Malik (Penguasa), dan Ilah (Penyembah yang berhak diibadahi) seluruh umat manusia. Ini menunjukkan bahwa hanya Dia yang memiliki otoritas penuh untuk melindungi dari kejahatan terbesar, yaitu waswas al-khannas—bisikan jahat yang menarik manusia menjauh dari kebaikan.
Penting untuk dicatat bahwa An-Nas menyebutkan dua sumber waswas: dari kalangan jin dan dari kalangan manusia itu sendiri. Ini mengingatkan bahwa bahaya tidak selalu datang dari entitas gaib, tetapi terkadang dari sesama manusia yang lisannya manis namun hatinya penuh tipu daya, yang secara sengaja atau tidak sengaja menyesatkan orang lain.
Ketika Surat Al-Ikhlas dan An-Nas dibaca bersama, mereka membentuk sistem perlindungan spiritual yang komprehensif. Al-Ikhlas memperkuat fondasi keimanan (bagaimana seharusnya kita memandang Allah), sementara An-Nas mengajarkan cara memohon perlindungan dari segala hal yang dapat merusak fondasi tersebut.
Rasulullah SAW menekankan pentingnya membaca ketiga surat perlindungan (Al-Falaq, An-Nas, dan Al-Ikhlas) setelah shalat Maghrib dan Subuh, serta sebelum tidur. Kebiasaan ini bukan sekadar ritual, melainkan praktik preventif untuk menjaga stabilitas hati dan jiwa dari gangguan duniawi dan ukhrawi.
Dengan memahami makna Ahad (Esa) dan Shamad (Tempat bergantung) dalam Al-Ikhlas, serta menyadari bahwa satu-satunya pelindung dari bisikan jahat adalah Rabb, Malik, dan Ilah manusia (dalam An-Nas), seorang Muslim membangun benteng iman yang tak tertembus. Surat-surat ini adalah warisan ilahiah yang paling praktis untuk menjalani kehidupan penuh tantangan dengan hati yang tenang dan akidah yang teguh.
Mempelajari, merenungi, dan mengamalkan isi dari surat An-Nas dan Al-Ikhlas adalah kunci untuk meraih ketenangan sejati, karena perlindungan hakiki hanya datang dari Sumber segala kekuatan.