Ilustrasi Simbolis Ayat Pelindung
Dalam sejarah pewahyuan Al-Qur'an, terdapat momen-momen penting ketika Allah menurunkan ayat-ayat tertentu sebagai respons terhadap peristiwa spesifik yang dihadapi oleh Nabi Muhammad ﷺ. Salah satu peristiwa yang paling sering diulas oleh para mufassir adalah kisah turunnya dua surat terakhir dalam Al-Qur'an, yaitu Surat Al-Falaq (Q.S. 113) dan Surat An-Nas (Q.S. 114).
Banyak riwayat yang menyatakan bahwa kedua surat ini diturunkan secara bersamaan (atau hampir bersamaan) sebagai penangkal terhadap sihir dan gangguan jahat. Kisah ini menjadi sangat populer dan menjadi landasan utama bagi umat Islam untuk memahami urgensi perlindungan ilahi dalam kehidupan sehari-hari.
Surat An-Nas dan Al-Falaq sering disebut sebagai "Al-Mu'awwidzatain" (Dua Surat Permohonan Perlindungan). Keduanya memiliki fokus yang sangat spesifik: mencari perlindungan kepada Allah dari kejahatan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Surat Al-Falaq (Subuh) berfokus pada perlindungan dari empat kategori kejahatan: kejahatan makhluk, kejahatan malam yang gelap gulita, kejahatan tukang sihir wanita (peniup pada buhul), dan kejahatan orang yang dengki.
Sementara itu, Surat An-Nas (Manusia) melengkapi perlindungan tersebut dengan memohon perlindungan dari bisikan jahat yang datang dari tiga sumber utama: godaan setan dari kalangan jin, godaan setan dari kalangan manusia, dan dari kejahatan diri sendiri (nafs).
Adanya kesamaan tema dan tujuan antara Al-Falaq dan An-Nas menjadi indikasi kuat bahwa keduanya diturunkan sebagai satu paket perlindungan komprehensif. Ketika Nabi Muhammad ﷺ menghadapi gangguan sihir yang berat, Jibril AS datang membawa kedua surat ini. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman spiritual tidak hanya datang dari luar (seperti sihir atau kegelapan malam), tetapi juga dari dalam diri manusia itu sendiri.
Para ulama menjelaskan bahwa penyandingan kedua surat ini mengajarkan prinsip bahwa upaya perlindungan harus bersifat menyeluruh. Jika Al-Falaq memberikan tameng dari ancaman eksternal yang menyebabkan perpecahan atau bahaya fisik/spiritual yang terlihat, maka An-Nas memberikan benteng dari ancaman internal, yaitu bisikan hati dan pengaruh waswas yang merusak akidah dan amal seseorang.
Fakta bahwa surat An-Nas diturunkan bersama surat Al-Falaq memberikan bobot besar pada amalan membaca kedua surat ini setiap hari, khususnya setelah shalat fardhu dan sebelum tidur. Ini bukan sekadar ritual, melainkan implementasi nyata dari keyakinan bahwa satu-satunya pelindung sejati adalah Allah SWT, Rabb pemilik waktu subuh (Al-Falaq) dan Pemilik seluruh umat manusia (An-Nas).
Kisah penurunan ini menegaskan bahwa dalam menghadapi kesulitan hidup, baik itu fitnah sosial, penyakit, ketakutan akan kegelapan, atau pergulatan melawan hawa nafsu, umat Islam memiliki senjata yang sangat ampuh dan langsung dari Allah. Dengan mengucapkan 'A'udzu bi Rabbin-Naas' dan 'A'udzu bi Rabbil-Falaq', seorang mukmin secara aktif menyatakan penyerahannya kepada Pencipta segala sesuatu untuk memohon penjagaan total.
Surat An-Nas dan Al-Falaq adalah hadiah besar dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad ﷺ dan umatnya. Penurunan bersamaan kedua surat ini menekankan sifat perlindungan yang holistik dan abadi. Memahami konteks historis dan spiritual di balik turunnya surat An-Nas bersama surat Al-Falaq memperkuat keyakinan bahwa perlindungan diri terbaik adalah dengan selalu kembali dan berlindung kepada Sang Pencipta segala sesuatu yang ada.