Dalam perjalanan hidup seorang Muslim, ada kalanya menghadapi situasi yang kompleks, penuh keraguan, atau bahkan tuduhan yang tidak berdasar. Di tengah ketidakpastian semacam itu, Al-Qur'an hadir sebagai sumber petunjuk dan penyejuk hati. Salah satu ayat yang memberikan panduan berharga dalam menghadapi persoalan tersebut adalah Surat An Nisa ayat 106. Ayat ini tidak hanya menjadi pegangan bagi individu yang tertuduh, tetapi juga bagi masyarakat secara umum dalam menilai dan bertindak.
Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang turun di Madinah. Surat ini kaya akan hukum dan ajaran yang mengatur berbagai aspek kehidupan sosial, keluarga, dan muamalah. Ayat 106 dalam surat ini secara khusus membahas mengenai bagaimana seseorang seharusnya bersikap dan bertanggung jawab ketika dihadapkan pada tuduhan pencurian atau kejahatan serupa, terutama yang berkaitan dengan harta benda orang lain.
وَلَا تُجَادِلْ عَنِ ٱلَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنفُسَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا
"Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati diri mereka sendiri. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang selalu berkhianat lagi banyak dosa." (QS. An Nisa: 106)
Ayat ini secara tegas melarang seorang Muslim untuk membela atau berargumen demi orang yang jelas-jelas berkhianat. Kata "mengkhianati diri mereka sendiri" mengindikasikan bahwa perbuatan buruk yang mereka lakukan pada akhirnya akan merugikan diri mereka sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Ketika seseorang mencuri atau melakukan kejahatan lain, ia tidak hanya merugikan korban, tetapi juga merusak integritas dirinya, merenggut ketenangan batinnya, dan membuka pintu bagi murka Allah SWT.
Larangan untuk berdebat di sini bukan berarti kita dilarang untuk mencari keadilan atau membela orang yang tidak bersalah. Sebaliknya, ayat ini menekankan agar kita tidak membela apalagi membenarkan perbuatan maksiat dan kejahatan yang jelas-jelas telah dilakukan. Perdebatan yang dimaksud adalah perdebatan yang bertujuan untuk menutupi kesalahan, memutarbalikkan fakta, atau mencari celah hukum agar pelaku kejahatan terbebas dari tanggung jawabnya. Sikap seperti ini dinilai sebagai bentuk ketidakjujuran dan bahkan turut serta dalam perbuatan dosa.
Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang yang "selalu berkhianat lagi banyak dosa". Sifat khianat adalah lawan dari amanah, dan ini merupakan sifat tercela yang sangat dibenci oleh Allah. Orang yang khianat cenderung melakukan berbagai dosa karena hilangnya rasa takut kepada Allah dan hilangnya kejujuran dalam dirinya. Mereka mungkin lihai dalam berdalih dan pandai merangkai kata, namun di hadapan Allah, segala kepalsuan akan terkuak.
Ayat ini mengajarkan beberapa pelajaran penting bagi kehidupan seorang Muslim:
Pada zaman modern ini, di mana informasi bisa tersebar dengan cepat, ayat ini menjadi semakin relevan. Ketika menghadapi kasus-kasus hukum atau perselisihan, penting untuk tidak tergesa-gesa membela seseorang tanpa dasar yang kuat, terutama jika orang tersebut terindikasi melakukan pelanggaran. Lebih dari itu, ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga diri dari sifat khianat dalam segala bentuknya, karena Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.