Simbol Ilustrasi Kitab Suci dan Pembelajaran
Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat mutiara-mutiara hikmah yang senantiasa relevan untuk direnungi. Salah satunya adalah Surat An Nisa ayat 116, sebuah ayat yang memberikan peringatan tegas sekaligus peneguhan bagi umat Islam untuk senantiasa berpegang teguh pada kebenaran.
Ayat ini secara gamblang menjelaskan tentang sifat kesesatan dan bagaimana Allah SWT menjamin orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Mari kita simak bersama bacaan dan makna dari ayat yang agung ini.
Innallāha lā yagfiru ay yusyrika bihī wa yagfiru mā dūna żālika liman yasyā' wa man yusyrik billāhi fa qad ḍalla ḍalālam ba'īda.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah sesat sejauh-jauhnya."
Poin krusial yang disampaikan dalam Surat An Nisa ayat 116 adalah penegasan mengenai dosa syirik. Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain, baik itu berupa berhala, tuhan lain, atau bahkan menisbatkan sifat-sifat ketuhanan kepada makhluk. Dosa ini dianggap sebagai dosa yang paling besar dan tidak akan diampuni oleh Allah SWT jika pelaku mati dalam keadaan belum bertaubat.
Mengapa syirik begitu berat? Karena hakikat ketauhidan adalah mengesakan Allah sebagai satu-satunya pencipta, pengatur, dan pemelihara alam semesta. Syirik merusak fondasi keimanan ini. Ini bukan sekadar kesalahan ritual, melainkan pengkhianatan terhadap hak Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks ini, Allah seolah berkata bahwa ada garis merah yang tidak boleh dilanggar. Segala dosa lain, sekecil apapun, masih memiliki harapan ampunan, namun syirik yang dibiarkan hingga akhir hayat adalah penolakan total terhadap keesaan-Nya.
Namun, ayat ini juga memberikan harapan dan rahmat yang sangat luas. Kalimat "dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya" menunjukkan bahwa Allah Maha Pengampun. Dosa-dosa lain yang tidak sampai pada tingkatan syirik, seperti maksiat, kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain, atau pelanggaran-pelanggaran lainnya, memiliki peluang besar untuk diampuni. Kuncinya adalah kehendak Allah SWT. Ini juga menyiratkan pentingnya taubat. Barang siapa yang bertaubat dengan sungguh-sungguh atas dosanya (selain syirik yang belum sempat bertaubat), maka Allah Maha Penerima taubat.
Penegasan ini memberikan peringatan kepada kita agar tidak berputus asa dari rahmat Allah. Sekalipun kita pernah terjerumus dalam kesalahan, pintu taubat selalu terbuka lebar. Yang terpenting adalah niat dan usaha untuk kembali ke jalan yang benar, serta memohon ampunan kepada-Nya. Ini mengajarkan kita tentang keseimbangan: peringatan keras terhadap dosa terbesar, sekaligus kabar gembira tentang luasnya ampunan untuk dosa-dosa lainnya.
Bagian akhir dari Surat An Nisa ayat 116 menegaskan kembali konsekuensi dari perbuatan syirik: "Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah sesat sejauh-jauhnya." Kata "sesat sejauh-jauhnya" (ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا - ḍalla ḍalālam ba'īda) menggambarkan betapa jauhnya seseorang yang melakukan syirik dari kebenaran, dari jalan lurus, dan dari keridaan Allah. Kesesatan ini bukan sekadar tersesat di dunia, melainkan kesesatan yang berimplikasi pada keselamatan akhirat.
Orang yang melakukan syirik telah menolak sumber segala kebaikan dan kebenaran. Ia menyandarkan harapan dan ibadahnya kepada selain Allah, yang pada hakikatnya tidak memiliki kekuatan apa pun untuk memberikan manfaat atau mudharat. Ini adalah bentuk kebodohan yang hakiki, karena menyembah sesuatu yang tidak pantas disembah, dan menolak untuk menyembah Zat Yang Maha Pantas dan Maha Kuasa.
Surat An Nisa ayat 116 memiliki relevansi yang sangat kuat di zaman modern ini. Di tengah kemajuan teknologi dan pesatnya informasi, berbagai bentuk syirik halus maupun terang-terangan bisa saja muncul. Mulai dari percaya pada tahayul, menggunakan jimat-jimat yang diyakini membawa keberuntungan lebih dari ikhtiar dan doa kepada Allah, hingga mengagungkan materi atau kedudukan melebihi kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mempelajari dan merenungkan ayat ini adalah pengingat agar kita senantiasa menjaga kemurnian tauhid. Hendaknya kita meninjau kembali keyakinan dan tindakan kita. Apakah ada hal-hal yang kita prioritaskan melebihi Allah? Apakah ada amalan yang kita lakukan semata-mata karena keraguan terhadap kekuasaan Allah dan lebih percaya pada kekuatan selain-Nya? Ayat ini mengajak kita untuk membersihkan hati dan laku dari segala bentuk persekutuan agar kita tetap berada di jalan yang lurus dan diridai Allah SWT.
Dengan memahami Surat An Nisa ayat 116, kita diingatkan akan pentingnya keesaan Allah, ancaman besar syirik, luasnya ampunan Allah untuk dosa selain syirik, dan konsekuensi berat dari kesesatan yang jauh. Semoga kita senantiasa terjaga keimanan kita dan senantiasa dalam lindungan serta ampunan-Nya.