Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surat dalam Al-Qur'an yang banyak membahas mengenai hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita, serta prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat. Di antara ayat-ayat penting yang terkandung di dalamnya, Surat An Nisa ayat 4:7 memegang peranan krusial dalam mengatur pembagian harta warisan. Ayat ini tidak hanya memberikan panduan hukum, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keadilan, kedermawanan, dan perhatian terhadap kerabat yang lebih lemah.
"Bagi orang laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, dan bagi orang perempuanpun ada bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, baik harta itu sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan."
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan bagian dari harta warisan. Penegasan ini sangat penting dalam konteks sosial pada masa diturunkannya Al-Qur'an, di mana perempuan sering kali dipandang tidak memiliki hak yang sama, bahkan sering kali tidak mendapatkan warisan sama sekali. Islam datang dengan membawa revolusi dalam hal ini, memberikan hak kepemilikan dan kewarisan yang jelas bagi perempuan, sejajar dengan laki-laki, meskipun dengan perbedaan pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berdasarkan kebijaksanaan-Nya.
Makna di balik "bahagian yang telah ditetapkan" merujuk pada ketentuan-ketentuan rinci mengenai pembagian warisan yang dijelaskan lebih lanjut dalam ayat-ayat lain di Surat An Nisa, serta dalam Hadits Rasulullah SAW. Ketentuan ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kedekatan hubungan kekerabatan dan peran tanggung jawab yang diemban oleh masing-masing ahli waris. Misalnya, laki-laki sering kali mendapatkan bagian dua kali lipat dari perempuan dalam kondisi tertentu, yang didasarkan pada tanggung jawab finansial yang umumnya lebih besar dipikulkan kepada laki-laki dalam struktur keluarga pada masa itu dan hingga kini. Namun, penekanan utamanya adalah pada hak waris itu sendiri, yang tidak bisa diingkari.
Lebih dari sekadar aspek hukum, Surat An Nisa ayat 4:7 juga mengandung pesan moral yang mendalam. Kata "kerabat" dalam ayat ini mencakup seluruh keluarga, tidak hanya orang tua kandung. Ini menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan baik dengan seluruh anggota keluarga, termasuk paman, bibi, keponakan, dan kerabat lainnya. Pembagian warisan bukan hanya soal distribusi kekayaan, tetapi juga sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan memastikan kesejahteraan seluruh keluarga, terutama bagi mereka yang mungkin lebih lemah dan membutuhkan.
Prinsip keadilan yang diajarkan dalam ayat ini adalah keadilan ilahi, yang melampaui pemahaman manusia yang terkadang bias oleh adat istiadat atau prasangka. Allah SWT Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, dan setiap ketetapan-Nya mengandung hikmah yang luar biasa. Memahami dan mengamalkan ayat ini berarti kita tunduk pada kebijaksanaan Tuhan, serta berusaha untuk berlaku adil dalam setiap urusan, terutama yang berkaitan dengan harta benda dan hak-hak sesama.
Dalam praktiknya, ayat ini menjadi landasan bagi para ahli hukum Islam untuk merumuskan kaidah-kaidah waris yang terperinci. Para ulama telah mencurahkan banyak energi untuk menafsirkan dan mengaplikasikan ayat ini serta ayat-ayat terkait lainnya, agar pembagian warisan dapat terlaksana dengan adil dan sesuai syariat. Hal ini juga mengingatkan kita bahwa harta yang ditinggalkan orang tua bukanlah hak mutlak bagi sebagian ahli waris saja, melainkan amanah yang harus dibagi sesuai dengan tuntunan Allah.
Penting bagi umat Muslim untuk mempelajari dan memahami makna Surat An Nisa ayat 4:7 secara mendalam, agar dapat menjalankannya dengan benar. Pemahaman yang baik akan mencegah terjadinya perselisihan keluarga akibat masalah warisan, serta menumbuhkan rasa syukur dan ketaatan kepada Allah SWT. Ayat ini adalah pengingat bahwa Islam adalah agama yang komprehensif, yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk urusan harta benda dan hubungan kekeluargaan, dengan prinsip keadilan dan kasih sayang sebagai fondasinya.