Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyyah dalam Al-Qur'an yang kaya akan ajaran dan hukum yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, khususnya yang menyangkut keluarga, hak-hak perempuan, dan keseimbangan masyarakat. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rentang ayat 120 hingga 130 dari surat ini menawarkan sebuah narasi penting mengenai janji manis bagi mereka yang taat dan peringatan keras bagi mereka yang melampaui batas. Ayat-ayat ini secara kolektif menggambarkan sifat Maha Pengasih dan Maha Menghukum dari Allah SWT, serta pentingnya menjaga diri dari godaan dan tipu daya syaitan.
Ayat 120 dari Surat An Nisa berbunyi: "Yā ʾAyyuhal-ladhīna ʾāmanū kutiba ʿalaykumus-ṣiyāmu kamā kutiba ʿalāl-ladhīna min qablikum laʿallakum tattaqūn". Maknanya adalah: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Meskipun makna harfiahnya sering dikaitkan dengan puasa Ramadhan, dalam konteks ayat 120-130 secara keseluruhan, ayat ini dapat dimaknai lebih luas sebagai ajakan untuk menahan diri dari segala bentuk keburukan, godaan, dan hawa nafsu yang dapat menjauhkan diri dari Allah.
Selanjutnya, ayat 121 dan seterusnya secara berurutan memberikan gambaran mengenai janji dan ancaman. Allah SWT berfirman dalam ayat-ayat berikutnya yang merinci bahwa syaitan senantiasa menggoda manusia dengan janji-janji kosong dan tipu daya. Ia menjanjikan kekayaan dan kekuasaan, namun pada akhirnya menyesatkan mereka dari jalan kebenaran. Ancaman datang bagi mereka yang mengikuti bisikan syaitan, di mana mereka akan mendapatkan kerugian yang besar dan balasan yang pedih. Sebaliknya, bagi mereka yang teguh berpegang pada ajaran Allah, yang bersabar dalam menghadapi ujian, dan senantiasa memohon ampunan, Allah menjanjikan ampunan, rahmat, dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Keterkaitan antara ayat-ayat ini sangat kuat. Ayat 120 menjadi fondasi, yaitu perintah untuk menahan diri dan meningkatkan ketakwaan. Ketakwaan inilah yang menjadi benteng terkuat melawan godaan syaitan yang dijelaskan di ayat-ayat berikutnya. Ketika seseorang memiliki ketakwaan yang tinggi, ia akan lebih mampu mengenali tipu daya syaitan dan menolaknya.
Pesan yang disampaikan dalam rentang ayat ini juga sangat relevan dengan kehidupan modern. Kita hidup di era informasi yang deras, di mana godaan datang dari berbagai arah melalui media sosial, periklanan, dan tekanan sosial. Surat An Nisa ayat 120-130 mengingatkan kita untuk selalu waspada, membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta tidak mudah tergiur oleh kesenangan duniawi yang bersifat sementara.
Allah SWT dalam ayat-ayat ini tidak hanya memberikan peringatan, tetapi juga memberikan harapan dan kepastian. Ia menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang berbuat baik. Janji surga dengan segala kenikmatannya adalah motivasi terbesar bagi seorang mukmin untuk terus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Di sisi lain, ancaman neraka menjadi pengingat yang kuat agar kita tidak terlena dan terus memperbaiki diri.
Lebih lanjut, ayat-ayat ini juga mengajarkan pentingnya tawakal dan sabar. Mengatasi godaan dan rintangan hidup memerlukan kesabaran yang luar biasa. Ketika seseorang bersabar dan bertawakal kepada Allah, maka Allah akan senantiasa bersamanya dan memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan.
Inti dari ajaran Surat An Nisa ayat 120-130 adalah seruan untuk senantiasa berada di jalan Allah, menjauhi larangan-Nya, dan taat pada perintah-Nya. Ini adalah sebuah perjalanan spiritual yang tiada henti, di mana setiap langkah harus disertai dengan kesadaran akan kehadiran Allah dan pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dengan memahami dan mengamalkan ayat-ayat ini, seorang mukmin diharapkan dapat menjalani kehidupan dunia dengan penuh makna, terhindar dari kesesatan, dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Perlu digarisbawahi bahwa Al-Qur'an adalah kitab petunjuk yang universal. Pesan dalam Surat An Nisa ayat 120-130 tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Membangun masyarakat yang dilandasi ketakwaan, kejujuran, dan keadilan adalah cita-cita luhur yang dapat dicapai jika setiap individu berusaha mengendalikan diri dari godaan dan mengikuti bimbingan ilahi.