Pengukuran tekanan darah adalah prosedur vital dalam dunia kesehatan untuk memantau kesehatan kardiovaskular seseorang. Selama bertahun-tahun, tensimeter air raksa (atau merkuri) dianggap sebagai standar emas karena akurasi yang tinggi. Namun, seiring meningkatnya kesadaran global mengenai bahaya lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan oleh merkuri, banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengambil langkah tegas untuk melarang penggunaannya.
Air raksa (Hg) adalah logam berat yang sangat toksik, bahkan dalam konsentrasi rendah. Ketika sebuah tensimeter air raksa pecah—entah karena jatuh, penanganan yang ceroboh, atau kerusakan lainnya—uap merkuri akan dilepaskan ke udara. Uap ini tidak berbau, tidak berwarna, dan sangat mudah terhirup.
Dampak paparan merkuri sangat serius, terutama bagi sistem saraf, ginjal, dan paru-paru. Pada anak-anak dan janin, paparan merkuri dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak permanen. Di lingkungan medis, risiko utama adalah kontaminasi area perawatan pasien dan kesulitan dalam membersihkan tumpahan merkuri yang volatil.
Larangan penggunaan alat yang mengandung merkuri, termasuk tensimeter, didorong oleh komitmen internasional seperti Konvensi Minamata tentang Merkuri. Konvensi ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari emisi dan pelepasan merkuri yang antropogenik.
Di tingkat nasional, lembaga regulasi kesehatan telah mengeluarkan peraturan yang secara bertahap membatasi atau melarang impor, distribusi, dan penggunaan alat kesehatan berbasis merkuri. Transisi ini bukan hanya masalah kepatuhan, tetapi juga kewajiban etis untuk menyediakan layanan kesehatan yang aman.
Beberapa aspek kunci dari regulasi ini meliputi:
Dengan adanya larangan ini, dunia medis dipaksa untuk mencari dan mengadopsi perangkat pengganti yang menawarkan akurasi serupa tanpa risiko toksisitas. Untungnya, teknologi telah berkembang pesat dalam menyediakan alternatif yang efektif:
Ini adalah pengganti paling umum. Tensimeter digital menggunakan sensor elektronik (oskilometri) untuk mendeteksi fluktuasi tekanan pada arteri. Meskipun penggunaannya sangat mudah (cukup menekan satu tombol), akurasinya perlu diverifikasi secara berkala melalui kalibrasi dengan alat standar (seperti tensimeter aneroid yang teruji).
Tensimeter aneroid menggunakan manset, bola pompa, dan jarum penunjuk pada dial. Meskipun tidak menggunakan merkuri cair, alat ini masih memerlukan stetoskop dan keahlian klinis (metode Korotkoff) untuk mendapatkan pembacaan yang akurat. Alat ini tetap merupakan pilihan yang baik asalkan komponen cairannya diganti dengan material non-merkuri, dan harus dikalibrasi secara rutin (setidaknya sekali setahun).
Meskipun niatnya baik, transisi dari tensimeter air raksa menimbulkan beberapa tantangan. Fasilitas kesehatan di daerah terpencil mungkin kesulitan mengakses alat digital baru atau staf yang terlatih untuk mengoperasikan alat aneroid dengan benar. Selain itu, pembuangan alat lama yang mengandung merkuri harus dilakukan melalui prosedur limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang ketat agar tidak mencemari lingkungan lebih lanjut.
Kesimpulannya, keputusan untuk melarang tensimeter air raksa dilarang adalah langkah maju yang krusial dalam upaya kesehatan publik global. Prioritas kini beralih pada edukasi tenaga kesehatan mengenai penggunaan alat pengganti yang akurat dan memastikan rantai pasok alat ukur tekanan darah yang aman dan bebas merkuri.