Frasa agung, "Alaa Lahul Khalqu Wal Amru, Tabarakallahu Rabbul Alamin", adalah salah satu pilar utama dalam memahami tauhid (keesaan Allah) dalam Islam. Kalimat ini sarat makna, menjelaskan secara ringkas dan padat tentang kepemilikan absolut Allah SWT atas segala sesuatu di alam semesta, baik dalam hal penciptaan maupun pengaturan urusan.
Bagian pertama, "Alaa Lahul Khalqu" (Hanya milik-Nya-lah segala penciptaan), menegaskan bahwa tidak ada satu pun wujud di langit dan di bumi ini yang tercipta tanpa kehendak dan kuasa-Nya. Dari partikel terkecil hingga galaksi terbesar, semuanya adalah ciptaan-Nya. Pengakuan ini membebaskan seorang hamba dari ketergantungan pada makhluk lain. Ketika seseorang memahami bahwa segala sesuatu yang ada hanyalah hasil dari 'Kun Fayakun' (Jadilah, maka terjadilah) Allah, maka fokus penyembahan dan pengharapannya akan terpusat hanya kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya, frasa tersebut dilanjutkan dengan "Wal Amru" (dan urusan/perintah). Ini adalah penekanan bahwa kekuasaan Allah tidak berhenti pada proses penciptaan saja. Dia juga yang mengatur, memelihara, menentukan nasib, dan mengurus setiap detiknya. 'Amru' mencakup hukum alam, takdir, rezeki, kehidupan, dan kematian. Ini berarti bahwa setiap peristiwa, baik yang tampak baik maupun yang tampak sulit, berada di bawah kendali sempurna-Nya. Ketenangan jiwa datang ketika kita menyerahkan urusan (Amru) kepada Dia yang Maha Menciptakan (Khalqu). Jika Dia yang menciptakan mampu, maka Dialah yang paling mampu mengatur kelanjutannya.
Signifikansi "Tabarakallahu Rabbul Alamin"
Setelah menegaskan kepemilikan tunggal atas penciptaan dan urusan, ayat ini ditutup dengan pujian tertinggi: "Tabarakallahu Rabbul Alamin" (Maha Suci Allah, Tuhan Semesta Alam). Kata "Tabarak" (Maha Suci/Maha Berkah) menunjukkan bahwa sifat Allah melampaui segala kekurangan dan keterbatasan yang mungkin dipahami oleh akal manusia. Keberkahan-Nya meliputi segala sesuatu.
Menyebut Allah sebagai "Rabbul Alamin" (Tuhan Semesta Alam) menegaskan universalitas kekuasaan-Nya. Dia bukan hanya Tuhan bagi manusia, bukan hanya Tuhan bagi planet tertentu, tetapi Tuhan bagi seluruh alam semesta yang tak terhingga. Pemahaman ini menumbuhkan rasa takzim dan kerendahan hati yang mendalam. Dalam kesadaran akan kekuasaan dan keagungan ini, seorang mukmin menemukan kedamaian, karena segala kekhawatiran duniawi dilemparkan kepada Pengatur yang Maha Kuasa dan Maha Baik.
Oleh karena itu, merenungkan frasa tulisan arab alaa lahul khalqu wal amru tabarakallahu rabbul alamin bukan sekadar menghafal lafaz. Ini adalah sebuah proses spiritualisasi diri, di mana individu mengakui ketidakberdayaannya di hadapan kebesaran-Nya, sekaligus menemukan kekuatan dalam bersandar kepada Dzat yang Maha Berkuasa atas segala kreasi dan perintah. Ini adalah inti dari penghambaan sejati.