Dalam khazanah ajaran Islam, terdapat berbagai ungkapan pujian dan dzikir yang memiliki kedalaman makna dan keutamaan luar biasa. Salah satu ungkapan yang sering kita jumpai dan dengar, terutama dalam rangkaian doa dan ibadah, adalah "الْكَبِيرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا", yang dapat diterjemahkan sebagai "Yang Maha Besar, dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya." Ungkapan ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah manifestasi pengakuan atas keagungan Allah dan rasa syukur yang melimpah ruah atas segala nikmat-Nya.
Kata "Al-Kabir" (الْكَبِيرُ) dalam asmaul husna Allah berarti "Yang Maha Besar." Kebesaran Allah mencakup segala aspek. Ia adalah Al-Kabir dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan af'al (perbuatan)-Nya. Keagungan-Nya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, tidak ada tandingannya, dan tidak ada yang dapat menyamai-Nya. Mengakui kebesaran Allah berarti menyadari betapa kecilnya diri kita di hadapan-Nya, betapa tak berdayanya kita tanpa pertolongan-Nya. Pengakuan ini menumbuhkan rasa rendah hati (tawadhu'), menolak kesombongan, dan mendorong kita untuk senantiasa bersandar hanya kepada-Nya.
Dalam firman-Nya, Allah berfirman: "وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ" (QS. Al-Baqarah: 255). Ayat ini menegaskan bahwa menjaga langit dan bumi tidaklah menyulitkan Allah, karena Dia adalah Maha Tinggi lagi Maha Agung. Pengakuan akan Al-Kabir membebaskan hati dari ketergantungan kepada makhluk dan segala sesuatu yang fana, serta mengarahkan seluruh harapan dan ketakutan hanya kepada Sang Pencipta yang Maha Besar.
Sementara itu, frasa "Alhamdulillahi Katsiro" (وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا) berarti "dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya." Pujian kepada Allah adalah bentuk pengakuan kita atas segala kebaikan, nikmat, dan karunia yang tak terhitung jumlahnya yang telah Dia berikan kepada kita. Nikmat tersebut tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat materi, seperti kesehatan, rezeki, dan keluarga, tetapi juga nikmat yang paling besar, yaitu nikmat Islam dan iman.
Kata "Katsiro" (كَثِيرًا) menekankan bahwa pujian tersebut seharusnya tidak terbatas atau terhitung. Pujian yang tulus dan berlimpah adalah refleksi dari hati yang penuh syukur. Seringkali, manusia cenderung hanya bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan yang besar atau ketika terhindar dari musibah. Namun, ajaran Islam mengajarkan untuk senantiasa memuji Allah, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam suka maupun duka. Karena sesungguhnya, di balik setiap keadaan, terdapat hikmah dan pelajaran berharga dari Allah yang Maha Bijaksana.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Tidaklah seorang hamba mengucapkan 'Alhamdulillahi Rabbil 'alamin' sebanyak seratus kali, melainkan Allah akan mencatat baginya seratus kebaikan, menghapuskan darinya seratus keburukan, dan meninggikan baginya seratus derajat." (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa'i). Angka seratus saja sudah begitu besar keutamaannya, apalagi pujian yang "katsiro" atau sebanyak-banyaknya.
Ungkapan "Kabiro walhamdulillahi katsiro" merupakan sebuah kesatuan yang harmonis. Ketika kita mengakui kebesaran Allah (Al-Kabir), secara otomatis hati kita akan dipenuhi rasa syukur yang melimpah (Alhamdulillahi Katsiro). Kebesaran Allah yang kita renungkan akan membuat segala nikmat yang kita terima, sekecil apapun, terasa begitu berharga dan layak untuk dipuji. Sebaliknya, rasa syukur yang terus menerus akan semakin menumbuhkan kesadaran akan keagungan dan kebesaran Sang Pemberi nikmat.
Mengucapkan kalimat ini adalah bentuk ibadah yang mudah diucapkan namun berat timbangannya di sisi Allah. Ia mengingatkan kita untuk selalu menempatkan Allah pada posisi tertinggi dalam hati, mengakui kekuasaan-Nya, dan mensyukuri segala karunia-Nya. Ini adalah pengingat agar kita tidak merasa sombong dengan pencapaian kita, karena semuanya adalah berkat dari Allah.
"Renungkanlah kebesaran-Nya, maka hatimu akan dipenuhi rasa syukur yang tiada tara. Syukur yang berlimpah adalah kunci kebahagiaan dunia akhirat."
Ungkapan "Kabiro walhamdulillahi katsiro" dapat diucapkan kapan saja dan di mana saja. Ia seringkali menjadi bagian dari bacaan dzikir pagi dan petang, setelah shalat fardhu, atau bahkan diucapkan sebagai ungkapan spontan saat merenungi kebesaran Allah. Dalam shalat, terutama pada posisi rukuk dan sujud, kita diperintahkan untuk mengagungkan Allah. Frasa ini sangat cocok untuk diucapkan untuk mengungkapkan pengagungan tersebut.
Selain itu, di saat kita merasakan kebahagiaan, mendapatkan rezeki, sembuh dari sakit, atau terhindar dari musibah, mengucapkan "Alhamdulillahi Katsiro" adalah bentuk adab dan rasa terima kasih yang sempurna kepada Allah. Dan ketika kita merasakan kerendahan diri di hadapan keagungan ciptaan-Nya, mengakui bahwa semua itu adalah bukti kebesaran-Nya, maka rangkaian "Kabiro walhamdulillahi katsiro" menjadi ungkapan yang paling tepat.
Mengamalkan dzikir ini secara rutin akan memberikan banyak manfaat spiritual dan psikologis.
Marilah kita jadikan ungkapan "Kabiro walhamdulillahi katsiro" sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Jadikan lisan kita senantiasa basah dengan dzikir dan hati kita dipenuhi dengan rasa syukur. Dengan begitu, kita akan senantiasa berada dalam naungan rahmat dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.