Sebuah ilustrasi tematik yang menggambarkan cahaya pencerahan.
Dalam lautan ajaran Islam, terdapat ayat-ayat yang memancarkan cahaya petunjuk dan kebijaksanaan, mengajak setiap individu untuk merenungi jalan hidup serta konsekuensinya. Salah satu ayat yang mengundang refleksi mendalam adalah Surah Ali 'Imran ayat 138. Ayat ini tidak hanya sekadar narasi sejarah atau peringatan, melainkan sebuah fondasi untuk memahami esensi keimanan dan kekufuran, serta implikasi jangka panjangnya bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Ayat Al Imran 138 menegaskan bahwa Al-Qur'an, sebagai wahyu Allah, memiliki fungsi yang universal dan menyeluruh. Ia bukan hanya ditujukan kepada kaum Muslimin saja, melainkan "penerangan bagi seluruh manusia." Kata "bayān" (penerangan) mengindikasikan kejelasan yang mampu menyibak kegelapan kebingungan dan kesesatan. Dengan Al-Qur'an, manusia diberi kemampuan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara jalan yang benar dan yang salah. Ini adalah anugerah ilahi yang memungkinkan setiap insan untuk mencari kebenaran dan menemukan makna hidup.
Lebih lanjut, ayat ini menyebutkan bahwa Al-Qur'an juga merupakan "hudan" (petunjuk). Petunjuk di sini lebih spesifik, mengarahkan langkah-langkah konkret bagi individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ini mencakup tuntunan dalam ibadah, muamalah (hubungan antar manusia), akhlak, dan segala aspek yang membentuk karakter seorang Muslim yang utuh. Petunjuk ini bukan sekadar informasi, melainkan sebuah arahan yang aktif, membimbing umat manusia menuju tujuan akhir yang mulia, yaitu ridha Allah SWT.
Bagian terakhir dari ayat ini, "wa maw'iẓah" (pelajaran/nasihat), menegaskan peran Al-Qur'an sebagai sumber peringatan dan pengingat. Nasihat ini sangat berharga, terutama bagi "al-muttaqīn" (orang-orang yang bertakwa). Ketakwaan adalah puncak keimanan, yaitu kemampuan untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah dan berusaha menjauhi segala larangan-Nya. Bagi mereka yang memiliki hati yang tunduk dan takut kepada Allah, ayat-ayat Al-Qur'an akan menjadi sumber pelajaran yang mendalam, memotivasi mereka untuk terus berbuat baik dan introspeksi diri.
Meskipun ayat Al Imran 138 secara eksplisit berbicara tentang sifat Al-Qur'an sebagai penerangan dan petunjuk, implikasinya secara tidak langsung menyoroti perbedaan fundamental antara beriman dan kufur. Ketika Al-Qur'an berfungsi sebagai penerangan, mereka yang memilih untuk menutup mata atau menolak cahayanya berarti memilih kegelapan. Kekufuran adalah penolakan terhadap kebenaran yang jelas, sebuah tindakan yang membawa kerugian besar, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang-orang yang kufur, meskipun mungkin menikmati kesenangan duniawi sementara, pada hakikatnya telah kehilangan arah. Mereka tersesat dalam labirin kehidupan tanpa kompas moral yang kuat. Kegelapan hati mereka menghalangi mereka untuk melihat hikmah di balik setiap kejadian dan untuk merasakan kedamaian spiritual yang sesungguhnya. Keberuntungan sejati, menurut perspektif Al-Qur'an, bukanlah kekayaan materi atau kekuasaan semata, melainkan ketenangan jiwa yang didapat dari ketaatan kepada Allah.
Sebaliknya, orang-orang yang bertakwa, yang menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk dan pelajaran, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka berjalan di atas cahaya kebenaran, menjadikan setiap langkah hidup mereka bermakna. Keberuntungan mereka terletak pada kemampuan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, meraih ridha-Nya, dan menikmati kehidupan yang penuh berkah. Pelajaran dari Al-Qur'an membantu mereka untuk menghadapi ujian dengan sabar, mensyukuri nikmat dengan rendah hati, dan selalu berusaha memperbaiki diri.
Memahami ayat Al Imran 138 menginspirasi kita untuk mengintegrasikan Al-Qur'an dalam setiap aspek kehidupan. Ini berarti bukan hanya membaca ayat-ayatnya, tetapi juga merenungkan maknanya, mengamalkan kandungannya, dan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam setiap keputusan. Bagi seorang pelajar, ini berarti belajar dengan sungguh-sungguh, menganggapnya sebagai ibadah. Bagi seorang profesional, ini berarti bekerja dengan jujur dan profesional. Bagi seorang anggota masyarakat, ini berarti berinteraksi dengan sesama secara santun dan adil.
Menolak ayat-ayat ini atau mengabaikan tuntunannya adalah bentuk kekufuran yang harus kita hindari. Setiap kali kita merasa bingung, ragu, atau menghadapi kesulitan, Al-Qur'an adalah sumber pencerahan yang paling otentik. Setiap kali kita merasa terdorong untuk berbuat baik, itu adalah buah dari petunjuk ilahi. Dan setiap kali kita diingatkan akan kesalahan atau kelalaian, itu adalah pelajaran berharga yang diberikan oleh Sang Pemberi Nasihat.
Intinya, Al Imran 138 mengajak kita untuk memilih jalan terang dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai sahabat terdekat. Dengan demikian, kita tidak hanya akan terhindar dari kegelapan kekufuran, tetapi juga akan meraih keberuntungan sejati yang berujung pada kebahagiaan abadi. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk memahami dan mengamalkan firman-Nya dengan sebaik-baiknya.