Ayat 186 dari Surah Ali Imran adalah salah satu ayat yang sangat mendalam dalam Al-Qur'an, yang berbicara tentang hakikat ujian, penderitaan, dan kematian yang pasti dihadapi oleh setiap manusia. Ayat ini memberikan perspektif ilahiah yang penting untuk memahami tujuan di balik setiap cobaan yang datang dalam kehidupan duniawi.
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَـٰبَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوٓا۟ أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِن تَصْبِرُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ
(Ali Imran: 186)
Terjemahannya kira-kira menyatakan: "Kamu pasti akan diuji (dicoba) pada hartamu dan pada dirimu (jiwamu), dan pastilah kamu akan mendengar dari orang-orang ahli Kitab dan dari orang-orang musyrik, banyak gangguan yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan."
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan dua jenis ujian utama yang akan dialami oleh setiap individu: ujian pada harta benda dan ujian pada diri sendiri (jiwa). Ujian pada harta dapat berupa kehilangan, kesulitan finansial, atau bahkan godaan untuk menggunakan harta dengan cara yang tidak benar. Sementara itu, ujian pada diri sendiri mencakup penderitaan fisik, penyakit, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan, atau berbagai bentuk kesulitan yang menguji kesabaran dan ketabahan jiwa.
Lebih lanjut, Al-Qur'an juga mengingatkan bahwa akan ada gangguan dari pihak lain, baik dari kaum Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab) maupun dari kaum musyrik. Gangguan ini bisa berupa ejekan, fitnah, ancaman, atau tindakan permusuhan lainnya yang bertujuan untuk melemahkan semangat dan keyakinan kaum beriman. Semua ini adalah bagian dari realitas kehidupan di dunia yang penuh dengan tantangan.
Menghadapi berbagai ujian tersebut, Al-Qur'an menawarkan dua kunci utama: kesabaran (shabr) dan ketakwaan (taqwa). Kesabaran bukan sekadar pasrah tanpa usaha, melainkan keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan, terus berusaha melakukan yang terbaik, dan tidak berputus asa. Ini adalah kekuatan mental dan spiritual untuk tetap teguh pada pendirian dan tujuan, meskipun badai kesulitan menerpa.
Ketakwaan, di sisi lain, merujuk pada kesadaran diri untuk senantiasa patuh kepada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Ini adalah benteng spiritual yang melindungi diri dari godaan dan kesesatan, bahkan di tengah situasi yang paling sulit sekalipun. Ketakwaan memastikan bahwa segala usaha dan perjuangan dilakukan dalam koridor keridaan Allah.
Mengapa Allah SWT menguji hamba-Nya? Terdapat beberapa hikmah mendasar di balik ujian tersebut:
Selain ujian dalam kehidupan, Surah Ali Imran ayat 185 juga secara tegas menyatakan bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati..." Ini adalah kepastian yang tidak dapat dihindari oleh siapa pun, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kekuasaan. Kematian adalah gerbang menuju kehidupan akhirat, sebuah fase transisi yang akan menentukan nasib abadi seseorang.
Memahami Surah Ali Imran ayat 186 bersamaan dengan ayat sebelumnya (185) memberikan gambaran utuh mengenai siklus kehidupan manusia dari sudut pandang Islam. Kita diciptakan untuk diuji, baik melalui kemudahan maupun kesulitan, melalui apa yang kita miliki maupun apa yang kita alami pada diri kita. Dan pada akhirnya, kita semua akan kembali kepada Allah SWT setelah merasakan kematian.
Ayat Al Imran 186 menutup dengan penegasan bahwa kesabaran dan ketakwaan adalah dua amalan yang sangat bernilai di sisi Allah dan merupakan bagian dari urusan yang paling utama ('azm al-umur). Ini berarti, bagi seorang mukmin, keteguhan dalam menghadapi cobaan dan menjaga hubungan baik dengan Allah adalah prioritas tertinggi yang harus diupayakan. Dengan kesabaran dan ketakwaan, seorang mukmin dapat melewati setiap ujian kehidupan dengan baik, meraih keridaan Allah, dan mempersiapkan diri untuk pertemuan abadi dengan-Nya.