Dalam lautan makna Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang memancarkan cahaya tuntunan dan kedalaman spiritual bagi umat manusia. Salah satu permata hikmah tersebut adalah Surat Ali Imran ayat 24. Ayat ini tidak hanya menyajikan sebuah narasi sejarah, tetapi juga menanamkan prinsip-prinsip fundamental mengenai keimanan, harapan, dan konsekuensi dari penyimpangan spiritual. Memahami ayat ini secara mendalam akan memberikan perspektif baru tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya menjalani hidupnya, senantiasa berpegang teguh pada kebenaran sambil menanti janji Allah yang pasti.
Ilustrasi: Simbol keimanan dan harapan di bawah naungan Ilahi.
Ayat yang dimaksud berbunyi, "Yang demikian itu adalah karena mereka berkata: 'Tidak akan menyentuh kami neraka, kecuali hanya beberapa hari saja,' dan mereka tertipu dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan." (QS. Ali Imran: 24). Ayat ini membuka tabir tentang kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pandangan keliru terhadap konsep siksa dan keselamatan di akhirat. Mereka, yang memiliki prasangka dan kesombongan, meyakini bahwa azab neraka hanya bersifat sementara bagi mereka, karena adanya klaim-klaim tertentu, seperti keturunan nabi atau ritual ibadah yang mereka lakukan. Keyakinan semacam ini, sebagaimana dijelaskan dalam ayat, merupakan bentuk penipuan diri yang bersumber dari kebohongan yang mereka ciptakan sendiri atau yang mereka terima dari pemuka agama yang menyesatkan.
Pokok permasalahan dari ayat ini terletak pada fenomena penipuan diri (gharur) yang merajalela. Penipuan ini terjadi ketika seseorang meyakini sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan kebenaran hakiki, namun karena hawa nafsu, kebanggaan golongan, atau pengaruh lingkungan, ia terus mempertahankan keyakinannya. Dalam konteks ayat Ali Imran 24, penipuan tersebut terwujud dalam klaim bahwa mereka tidak akan tersentuh api neraka lebih dari beberapa hari. Klaim ini tidak berdasarkan wahyu ilahi atau petunjuk Rasul, melainkan karangan dan asumsi pribadi yang menyesatkan.
Kesombongan spiritual (takabbur dini) juga menjadi akar dari penipuan ini. Merasa diri lebih baik atau lebih berhak mendapatkan keselamatan dibandingkan orang lain adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Keyakinan bahwa status sosial, keturunan mulia, atau ibadah yang dijalankan secara formal sudah cukup menjamin surga tanpa disertai keikhlasan, ketakwaan yang mendalam, dan ketaatan pada seluruh ajaran agama adalah kekeliruan yang fatal. Allah SWT tidak memandang manusia dari sisi luarannya semata, melainkan dari ketakwaan hati dan amalan yang dilandasi keimanan yang tulus.
Berbeda dengan kelompok yang tertipu, ayat-ayat lain dalam Surat Ali Imran dan Al-Qur'an secara keseluruhan mengajarkan tentang keimanan yang benar dan harapan yang sejati. Keimanan yang benar tidak hanya diucapkan di lisan, tetapi meresap dalam hati, diwujudkan dalam tindakan, dan diiringi dengan rasa takut dan harap kepada Allah SWT. Harapan yang sejati adalah harapan yang selalu menyertai usaha dan ikhtiar, serta senantiasa tunduk pada kehendak dan ketetapan Allah.
Seorang mukmin sejati memahami bahwa keselamatan di akhirat adalah karunia Allah yang harus diusahakan dengan sungguh-sungguh. Ia senantiasa waspada terhadap bisikan setan dan godaan hawa nafsu yang berusaha menjauhkannya dari jalan kebenaran. Ia tidak pernah merasa aman dari azab Allah, meskipun amalnya banyak, karena ia menyadari kelemahan dirinya dan kekuasaan mutlak Allah. Namun, ia juga tidak berputus asa dari rahmat Allah, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Keseimbangan antara rasa takut dan harap inilah yang menjadi pijakan kokoh seorang mukmin dalam menjalani kehidupannya.
Surat Ali Imran ayat 24 memberikan pelajaran yang sangat relevan bagi umat Islam di masa kini. Di era informasi yang serba cepat ini, berbagai macam pemikiran dan klaim seringkali bermunculan, bahkan dalam urusan agama. Penting bagi setiap individu untuk senantiasa mengembalikan segala sesuatu kepada sumber ajaran Islam yang murni, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Jangan sampai kita terbuai oleh klaim-klaim sesat atau kesombongan spiritual yang justru menjauhkan kita dari rahmat Allah.
Marilah kita jadikan ayat ini sebagai pengingat untuk terus muhasabah diri, mengoreksi keyakinan dan amalan kita. Semoga keimanan kita senantiasa bertambah, harapan kita hanya tertuju kepada Allah semata, dan kita senantiasa berada dalam lindungan-Nya dari segala bentuk penipuan duniawi maupun ukhrawi. Dengan keimanan yang tulus dan usaha yang gigih, kita berharap dapat meraih keridhaan dan surga-Nya.