Surah Ali Imran adalah salah satu surah Madaniyah yang kaya akan pelajaran dan hikmah. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat ayat ke-35 yang menceritakan sebuah kisah monumental tentang kesungguhan dan keikhlasan seorang wanita mulia, yaitu Siti Imran, istri dari Imran bin Yasir. Ayat ini tidak hanya menampilkan sosok seorang ibu yang memiliki visi luar biasa, tetapi juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya niat yang tulus dalam ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT.
Ayat ke-35 Surah Ali Imran berbunyi:
"Ingatlah ketika istri Imran berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa yang ada dalam kandunganku ini seorang laki-laki yang bebas dari segala urusan dunia (untuk berbakti sepenuhnya kepada-Mu), maka terimalah (nazar) dariku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'"
Kisah ini mengisahkan tentang harapan dan doa Siti Imran yang begitu suci. Beliau sedang mengandung, dan dalam hatinya terpatri keinginan yang sangat besar untuk mewujudkan sebuah pengabdian tertinggi kepada Sang Pencipta. Beliau memohon kepada Allah agar anak yang dikandungnya lahir sebagai laki-laki yang akan didedikasikan sepenuhnya untuk melayani dan beribadah kepada Allah. Ini adalah sebuah nazar, sebuah janji yang diikrarkan kepada Allah, yang menunjukkan betapa dalamnya keimanan dan kecintaan beliau kepada Tuhannya.
Nazar yang diucapkan Siti Imran bukanlah sekadar keinginan biasa. Ia mencerminkan sebuah cita-cita spiritual yang tinggi. Beliau menginginkan anaknya menjadi sosok yang murni, yang hidupnya diabdikan semata-mata untuk tujuan ilahi, terlepas dari kesibukan duniawi yang sering kali melenakan. Ini menunjukkan pemahaman beliau tentang prioritas dalam hidup, di mana pengabdian kepada Allah adalah hal yang paling utama dan mulia.
Bayangkanlah betapa besarnya pengorbanan seorang ibu yang rela melihat anaknya tidak terlibat dalam urusan dunia, seperti mencari nafkah atau mengejar kekayaan, demi sebuah tujuan yang lebih luhur. Ini adalah bentuk ketakwaan yang luar biasa, yang lahir dari hati yang bersih dan penuh kerinduan kepada Allah.
Kisah ini juga menyoroti pentingnya doa dan harapan yang ikhlas. Siti Imran tidak hanya bernazar, tetapi juga memohon kepada Allah agar nazarnya diterima. Beliau sadar bahwa segala sesuatu berada dalam kekuasaan Allah, dan hanya dengan rida-Nya, nazarnya dapat terwujud. Sikap tawaduk dan penuh harap ini mengajarkan kita untuk selalu memohon pertolongan dan penerimaan dari Allah dalam setiap niat dan usaha kita.
Al-Qur'an sering kali mengisahkan cerita para nabi dan orang-orang saleh terdahulu untuk memberikan pelajaran berharga bagi umat manusia. Kisah Siti Imran dalam Al Imran ayat 35 memberikan beberapa poin penting yang bisa kita ambil:
Dengan merenungkan Al Imran ayat 35, kita diajak untuk merefleksikan kualitas keimanan kita. Apakah niat kita sudah semata-mata karena Allah? Apakah kita memiliki visi yang jelas tentang tujuan hidup kita di dunia dan akhirat? Semoga kisah Siti Imran ini menginspirasi kita untuk terus meningkatkan kualitas ibadah, memperdalam keikhlasan, dan memohon kepada Allah agar keturunan kita menjadi generasi yang senantiasa berada dalam naungan rahmat-Nya dan berbakti kepada-Nya.