Dalam lautan ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat suci yang memiliki makna mendalam dan relevansi abadi bagi kehidupan seorang Muslim. Salah satu ayat yang sering menjadi bahan renungan adalah Surah Ali-Imran ayat 57. Ayat ini tidak hanya menjelaskan tentang bagaimana Allah SWT memperlakukan hamba-Nya yang beriman, tetapi juga memberikan motivasi dan pengingat akan konsekuensi dari keimanan tersebut.
Surah Ali-Imran adalah salah satu surah Madaniyah yang diturunkan untuk memperkuat fondasi akidah umat Islam, terutama setelah hijrah ke Madinah. Ayat 57 secara spesifik berbunyi:
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ "Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, maka Allah akan memberikan balasan penuh kepada mereka. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."
Ayat ini dapat dipecah menjadi dua bagian utama yang saling terkait: keutamaan bagi orang yang beriman dan beramal saleh, serta penegasan bahwa Allah tidak menyukai orang yang zalim. Kedua poin ini memberikan gambaran yang jelas tentang standar moral dan spiritual yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Poin pertama dari ayat ini adalah janji Allah yang sangat menggembirakan bagi mereka yang memenuhi dua kriteria utama: pertama, beriman (آمَنُوا۟), dan kedua, berbuat kebajikan (وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ). Keimanan di sini merujuk pada keyakinan yang tulus kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta qada dan qadar. Ini adalah pondasi utama yang membedakan seorang mukmin dari yang lainnya.
Namun, keimanan saja tidak cukup. Ayat ini secara eksplisit menggandengkan keimanan dengan amal saleh. Amal saleh adalah segala perbuatan baik yang dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat Islam, baik itu ibadah mahdhah (seperti salat, puasa, zakat) maupun ibadah ghairu mahdhah (seperti berbuat baik kepada sesama, menuntut ilmu, menjaga lingkungan, dan lain sebagainya). Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keimanan tanpa amal saleh ibarat pohon tanpa buah, sementara amal saleh tanpa keimanan ibarat bangunan tanpa pondasi.
Balasan yang dijanjikan adalah "balasan penuh" (فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ). Kata "yufawwī" (يُوَفِّي) mengandung makna penyempurnaan, kecukupan, dan tanpa kekurangan sedikit pun. Ini menunjukkan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan atas dasar keimanan akan dibalas dengan balasan yang berlimpah, baik di dunia maupun di akhirat. Balasan ini bisa berupa kemudahan dalam urusan dunia, ketenangan hati, keberkahan rezeki, dan yang paling utama adalah surga di akhirat kelak.
Bagian kedua dari ayat ini adalah penegasan tegas mengenai ketidaksukaan Allah terhadap orang-orang yang zalim (ٱلظَّـٰلِمِينَ). Zalim adalah lawan dari adil. Pengertian zalim dalam konteks ini sangat luas. Ia mencakup berbagai bentuk pelanggaran hak, baik hak Allah maupun hak sesama manusia.
Ini bisa berarti melakukan syirik (menyekutukan Allah), mengingkari nikmat-Nya, melanggar perintah-Nya, berbuat aniaya kepada orang lain, merampas hak mereka, berkhianat, menipu, dan segala bentuk perbuatan yang melampaui batas keadilan. Allah SWT, sebagai Zat Yang Maha Adil, tidak akan pernah ridha atau memberikan balasan kebaikan kepada mereka yang senantiasa berbuat kezaliman.
Penegasan ini berfungsi sebagai peringatan keras. Bagi mereka yang mengaku beriman tetapi masih tenggelam dalam perbuatan zalim, ayat ini mengingatkan bahwa keimanan mereka mungkin belum sempurna atau bahkan sia-sia jika tidak dibarengi dengan pertaubatan dan perubahan sikap. Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat, namun bagi yang terus menerus berbuat zalim, konsekuensinya adalah ketidaksukaan dan murka Allah.
Surah Ali-Imran ayat 57 mengajarkan kepada kita beberapa hal penting:
Dalam kehidupan sehari-hari, memahami dan mengamalkan isi Surah Ali-Imran ayat 57 berarti senantiasa introspeksi diri. Apakah keimanan kita sudah mengakar kuat dan termanifestasi dalam tindakan nyata yang positif? Apakah kita telah menjauhi segala bentuk kezaliman, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun lingkungan?
Dengan merenungkan ayat ini, seorang Muslim didorong untuk senantiasa memperbaiki diri, meningkatkan kualitas keimanan, memperbanyak amal saleh, serta menjaga diri dari perbuatan zalim, agar senantiasa berada dalam naungan cinta dan rahmat Allah SWT.