Dalam Al-Qur'an, setiap ayat memiliki kedalaman makna yang luar biasa, menuntun umat manusia menuju pemahaman yang lebih baik tentang Sang Pencipta dan jalan kebenaran. Salah satu ayat yang seringkali menjadi sorotan dan membutuhkan perenungan mendalam adalah Surah Al-Imran ayat 71. Ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah peringatan dan seruan untuk menjaga kesucian perkataan dan keyakinan kita terhadap Allah SWT.
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang diucapkan oleh lidahmu secara bohong: 'Ini halal dan ini haram', untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, mereka tidak akan mendapat petunjuk." (QS. Al-Imran: 71)
Untuk memahami Al-Imran 71 secara utuh, penting untuk melihat konteks di mana ayat ini diturunkan. Ayat ini muncul dalam surah Al-Imran yang banyak membahas tentang perdebatan, perselisihan, dan penjelasan mengenai ajaran Islam, terutama terkait dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang memiliki tafsir berbeda tentang ajaran para nabi mereka. Ayat 71 ini secara spesifik mengingatkan kepada kaum Muslimin agar tidak mengikuti jejak orang-orang yang berani mengatasnamakan agama untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dasar wahyu yang jelas.
Terkadang, dalam interaksi sosial atau perdebatan, muncul godaan untuk mempermudah atau mempersulit suatu urusan dengan mengaitkannya pada ajaran agama, padahal hal tersebut tidak memiliki dalil yang kuat dari Al-Qur'an maupun Sunnah. Inilah yang dimaksud dengan "mengada-adakan kebohongan terhadap Allah". Perkataan semacam ini dapat menyesatkan banyak orang dan menjauhkan mereka dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Inti dari Al-Imran 71 adalah larangan keras untuk mengeluarkan fatwa atau pernyataan tentang halal dan haram tanpa landasan ilmu syar'i yang sahih.
Larangan ini memiliki dua dimensi utama:
1. Menjaga Kemurnian Syariat:
Allah SWT adalah satu-satunya Dzat yang berhak menetapkan hukum halal dan haram. Pernyataan yang mengatasnamakan Allah untuk menghalalkan sesuatu yang haram, atau sebaliknya, merupakan bentuk pelanggaran terhadap otoritas-Nya. Hal ini bisa terjadi karena kebodohan, kesengajaan, atau bahkan keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Umat Islam diperintahkan untuk merujuk pada sumber-sumber syariat yang otentik, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
2. Konsekuensi bagi yang Ingkar:
Ayat ini juga menjelaskan konsekuensi dari tindakan tersebut: "Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, mereka tidak akan mendapat petunjuk." Ini menunjukkan bahwa orang yang berani memutarbalikkan ayat-ayat Allah atau membuat klaim palsu tentang hukum-Nya akan kehilangan bimbingan dan petunjuk dari-Nya. Akibatnya, mereka akan tersesat dalam kebingungan dan tidak mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Al-Imran 71 memberikan pelajaran berharga bagi setiap Muslim, terutama di era informasi yang serba cepat seperti sekarang.
Pada akhirnya, Surah Al-Imran ayat 71 mengajarkan kepada kita pentingnya integritas intelektual dan spiritual dalam beragama. Dengan menjaga lisan dan pikiran kita dari kebohongan terhadap Allah, serta senantiasa mencari kebenaran dari sumbernya yang murni, kita akan senantiasa berada dalam naungan petunjuk-Nya. Ayat ini adalah fondasi penting bagi setiap Muslim untuk membangun pemahaman agama yang kokoh dan terhindar dari jurang kesesatan yang diciptakan oleh klaim-klaim palsu atas nama agama.