Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang kaya akan makna dan pelajaran mendalam bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi renungan adalah Ali Imran 3:67. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang sejarah seorang nabi, tetapi juga mengandung prinsip-prinsip fundamental dalam agama Islam, yaitu tauhid dan keikhlasan. Memahami dan menginternalisasi makna ayat ini dapat memberikan panduan yang kuat dalam menjalani kehidupan sehari-hari serta memperkuat keyakinan kepada Sang Pencipta.
Ayat Ali Imran 3:67 berbunyi:
"Ibrahim bukanlah seorang penganut agama Yahudi atau pun agama Nasrani, tetapi ia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (beragama) Muslim, dan sekali-kali bukanlah ia termasuk golongan orang-orang musyrik."
Ayat ini diturunkan dalam konteks bantahan terhadap klaim-klaim kelompok Yahudi dan Nasrani yang menganggap Nabi Ibrahim a.s. sebagai bagian dari agama mereka. Allah SWT menegaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang hanif (lurus agamanya), seorang Muslim sejati, dan bukan seorang musyrik. Kata "Muslim" di sini merujuk pada makna umum yaitu orang yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, sebuah konsep yang mendasari seluruh ajaran para nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Penegasan ini sangat penting. Ini menunjukkan bahwa inti dari ajaran agama yang dibawa oleh para nabi adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT. Tidak peduli pada era nabi mana pun, esensi ibadah dan pengabdian selalu tertuju pada satu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, Allah SWT ingin meluruskan pemahaman umat manusia tentang siapa sebenarnya Nabi Ibrahim a.s. dan agama yang dianutnya, yaitu agama tauhid yang murni.
Konsep tauhid adalah pilar utama ajaran Islam. Ali Imran 3:67 secara implisit menekankan pentingnya tauhid dengan menyatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang Muslim sejati, yang berarti ia teguh dalam mengesakan Allah. Ini berarti menolak segala bentuk penyekutan atau persekutuan dengan Allah. Dalam ajaran Islam, tauhid terbagi menjadi tiga jenis:
Ayat Ali Imran 3:67 secara tegas menolak segala bentuk syirik (menyekutukan Allah), yang merupakan kebalikan dari tauhid. Nabi Ibrahim a.s. adalah teladan utama dalam memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah. Beliau senantiasa menyerahkan segala urusannya kepada Allah dan tidak pernah menyembah selain-Nya.
Selain tauhid, ayat ini juga menyoroti aspek keikhlasan. Nabi Ibrahim a.s. digambarkan sebagai seorang yang lurus (hanif) dan berserah diri. Sifat "lurus" menunjukkan konsistensi dalam keimanan dan tindakan, tidak berbelok ke jalan yang sesat atau menyimpang. Sementara "berserah diri" adalah inti dari makna Islam, yaitu tunduk dan patuh sepenuhnya kepada perintah Allah.
Keikhlasan Nabi Ibrahim a.s. terbukti dalam berbagai ujian berat yang dihadapinya. Mulai dari dakwahnya kepada kaumnya yang menyembah berhala, hingga cobaan besar berupa perintah untuk menyembelih putranya, Ismail a.s. Dalam setiap situasi, beliau menunjukkan ketundukan yang total kepada Allah, mengutamakan keridhaan-Nya di atas segala kepentingan duniawi. Keteladanan ini mengajarkan kepada kita pentingnya memiliki niat yang murni dalam setiap amal perbuatan, bahwa ibadah dan ketaatan haruslah dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa pamrih pujian atau keuntungan duniawi lainnya.
Memahami Ali Imran 3:67 memiliki relevansi yang sangat besar bagi kehidupan umat Muslim di zaman modern. Di tengah maraknya berbagai paham dan aliran pemikiran, ayat ini mengingatkan kita untuk selalu kembali kepada ajaran murni para nabi, yang berpusat pada tauhid dan keikhlasan.
Pertama, ayat ini menjadi pengingat untuk senantiasa menjaga kemurnian akidah. Kita harus waspada terhadap segala bentuk kesyirikan, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, seperti takhayul, peramalan, atau menggantungkan harapan pada selain Allah. Fokus utama ibadah kita harus selalu tertuju kepada Allah SWT.
Kedua, ayat ini mendorong kita untuk selalu berikhtiar menjadi pribadi yang lurus dan berserah diri. Ini berarti senantiasa berusaha menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan tulus, tanpa kepalsuan atau ria. Setiap amal yang kita lakukan, sekecil apapun, hendaknya dilandasi niat ikhlas semata-mata untuk mencari ridha Allah.
Ali Imran 3:67 adalah permata hikmah yang mengingatkan kita akan esensi sejati dari agama yang dibawa oleh seluruh para nabi, yaitu penyerahan diri yang total kepada Allah Yang Maha Esa. Dengan menginternalisasi makna tauhid dan keikhlasan yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s., kita dapat membangun pondasi spiritual yang kokoh dan menjalani kehidupan yang penuh berkah.
Semoga kita senantiasa dapat meneladani perjuangan dan keteguhan hati Nabi Ibrahim a.s. dalam menegakkan tauhid dan menghadirkan keikhlasan dalam setiap langkah kehidupan kita.