Sebuah Renungan Mendalam
Surah Ali Imran adalah salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat dengan ajaran, kisah para nabi, dan penjelasan mengenai keesaan Allah SWT. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, ayat 38 hingga 40 memberikan pencerahan yang luar biasa mengenai bagaimana seorang hamba dapat memohon kepada Sang Pencipta dan bagaimana Allah SWT mengabulkan permohonan tersebut, bahkan untuk hal-hal yang luar biasa.
"Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya, katanya: 'Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.'" (QS. Ali Imran: 38)
Ayat ini membuka sebuah kisah inspiratif tentang Nabi Zakariya AS. Pada usia senjanya, beliau belum dikaruniai keturunan. Namun, bukannya berputus asa, beliau justru mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh kerendahan hati dan keyakinan. Permohonan beliau bukan sekadar memohon anak semata, melainkan "keturunan yang baik" atau dalam bahasa Arab disebut "zurriyyatan thayyibatan". Ini menunjukkan bahwa fokus Nabi Zakariya AS adalah pada kualitas keturunan yang akan meneruskan perjuangan dakwah dan menjadi generasi yang saleh, taat kepada Allah, dan bermanfaat bagi umat.
Kunci dari permohonan ini adalah keyakinan total kepada sifat Allah SWT sebagai "Al-Samii'u al-Du'aa'", yaitu Maha Pendengar doa. Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa Allah tidak hanya mendengar, tetapi juga memperhatikan setiap bisikan hati dan untaian doa yang tulus dari hamba-Nya. Tidak ada doa yang sia-sia jika dipanjatkan dengan ikhlas dan keyakinan.
"Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia sedang berdiri di dalam mihrab (tempat shalat), seraya berkata: 'Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran seorang putra Yahya, yang membenarkan kalimat (kitab) dari Allah, menjadi pemimpin, menjaga kesuciannya (dari dosa) dan seorang nabi dari kalangan orang-orang saleh.'" (QS. Ali Imran: 39)
Permohonan Nabi Zakariya AS dijawab dengan cara yang luar biasa. Allah SWT mengirimkan malaikat Jibril untuk menyampaikan kabar gembira. Kelahiran seorang anak di usia tua adalah sebuah keajaiban. Namun, yang lebih menakjubkan adalah bagaimana Allah menganugerahkan anak yang tidak hanya menjadi penerus nasab, tetapi juga seorang nabi yang memiliki kedudukan tinggi: membenarkan kalimat Allah (kitab suci), menjadi pemimpin, menjaga kesucian dirinya, dan kelak menjadi nabi dari kalangan orang-orang saleh. Ini adalah jawaban Allah yang melampaui harapan, sebuah karunia istimewa yang menunjukkan betapa besar rahmat dan kekuasaan-Nya.
"Zakariya berkata: 'Ya Tuhanku, bagaimana akan (mempunyai) anak padahal aku telah mencapai usia lanjut, dan istriku pun seorang yang mandul?' Allah berfirman: 'Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.'" (QS. Ali Imran: 40)
Dalam ayat ini, Nabi Zakariya AS mengajukan pertanyaan yang menunjukkan keheranan dan keterbatasan pemahaman manusia terhadap kehendak Allah. Beliau menyebutkan dua kondisi yang secara logika manusia dianggap menghalangi kehamilan: usia tua dirinya dan kemandulan istrinya. Namun, Allah SWT memberikan jawaban yang tegas dan menenangkan, "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya."
Jawaban ini adalah inti dari pemahaman tauhid yang benar. Kita sebagai hamba memiliki keterbatasan dalam memahami dan menetapkan apa yang mungkin terjadi. Namun, bagi Allah SWT, tidak ada yang mustahil. Kehendak-Nya adalah penentu segalanya. Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyerahkan segala urusan kepada Allah dan meyakini bahwa setiap ketetapan-Nya mengandung hikmah dan kebaikan, meskipun terkadang tidak dapat dipahami oleh akal manusia.
Kisah Nabi Zakariya AS dalam Surah Ali Imran ayat 38-40 memberikan beberapa pelajaran penting bagi umat Islam:
Ayat-ayat ini menjadi sumber kekuatan dan harapan bagi siapa saja yang sedang menghadapi kesulitan atau merindukan sesuatu yang tampak mustahil. Dengan berpegang teguh pada ajaran ini, kita dapat mendekatkan diri kepada Allah, memohon pertolongan-Nya, dan menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan keyakinan akan kebesaran-Nya.