Surah Ali Imran merupakan salah satu surah Madaniyah yang memiliki kedalaman makna dan banyak mengandung petunjuk serta hikmah bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang sarat akan pelajaran adalah rentang ayat 80 hingga 100. Ayat-ayat ini tidak hanya membahas mengenai perjanjian dan tanggung jawab para nabi, tetapi juga menguraikan tentang akidah, perdebatan dengan Ahli Kitab, dan pentingnya menjaga kesucian ajaran agama. Memahami konteks dan pesan di balik setiap ayat sangatlah krusial untuk mengaplikasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat-ayat awal dalam rentang ini menggarisbawahi tentang bagaimana Allah SWT mengambil perjanjian dari para nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW. Perjanjian ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah komitmen untuk menyampaikan risalah Allah dengan benar, menjaga keaslian kitab suci, dan menjadi saksi atas umatnya. Allah menegaskan bahwa Dia telah menganugerahkan kitab dan hikmah kepada setiap nabi, namun terkadang datang seorang rasul setelah mereka yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Ketika itu terjadi, para nabi diperintahkan untuk beriman kepadanya dan menolongnya.
Implikasi dari perjanjian ini sangat besar. Para nabi dituntut untuk memiliki integritas moral dan spiritual yang tinggi, serta konsistensi dalam menyampaikan ajaran tauhid. Mereka tidak boleh menyembunyikan ilmu atau mengubahnya demi keuntungan pribadi atau kelompok. Tanggung jawab ini diteruskan kepada para pewaris risalah, yaitu para ulama dan kaum mukminin yang berilmu. Mereka dituntut untuk senantiasa berpegang teguh pada kebenaran, tidak terpengaruh oleh godaan duniawi, dan menjadi penyeru kebaikan.
Rentang ayat Ali Imran 80-100 juga banyak menyinggung perdebatan dan dialog yang terjadi dengan Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani. Allah SWT memperingatkan Nabi Muhammad SAW agar tidak mengikuti keinginan dan angan-angan mereka yang sering kali menyimpang dari ajaran tauhid yang murni. Mereka cenderung mengkultuskan nabi-nabi mereka, bahkan ada yang menyifati nabi Isa alaihissalam dengan sifat ilahi, yang jelas bertentangan dengan prinsip tauhid.
Ayat-ayat ini menekankan bahwa agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam. Semua nabi sebelum Nabi Muhammad SAW sejatinya adalah Muslim, yaitu orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Perbedaan yang muncul lebih banyak disebabkan oleh penyimpangan manusia terhadap ajaran asli yang dibawa para nabi. Allah menantang Ahli Kitab untuk mendatangkan bukti atas keyakinan mereka yang menyimpang, seraya menegaskan bahwa mereka sebenarnya tidak memiliki ilmu yang mendalam, melainkan hanya mengikuti dugaan dan prasangka.
Pesan penting di sini adalah bagaimana kita harus memiliki dasar akidah yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh klaim-klaim yang tidak berdasar. Penting untuk kembali kepada sumber ajaran yang otentik, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Dialog dengan Ahli Kitab, sebagaimana dicontohkan dalam ayat-ayat ini, haruslah dilakukan dengan bijak, berdasarkan ilmu, dan bertujuan untuk mencari kebenaran. Namun, kita juga harus tegas dalam mempertahankan prinsip-prinsip dasar tauhid yang tidak dapat ditawar.
Salah satu hikmah yang sangat relevan dari Ali Imran 80-100 adalah peringatan keras terhadap praktik-praktik syirik, termasuk berlindung kepada selain Allah. Allah SWT mengecam keras tindakan orang-orang yang menjadikan selain diri-Nya sebagai pelindung, penolong, atau sumber segala sesuatu. Ini mencakup patung, berhala, tokoh-tokoh spiritual yang diagung-agungkan secara berlebihan, atau bahkan kekuatan-kekuatan gaib yang tidak bersumber dari wahyu ilahi.
Dalam ayat-ayat tersebut, ditegaskan bahwa tidak ada kekuatan atau perlindungan yang hakiki kecuali dari Allah semata. Segala bentuk ketergantungan kepada selain-Nya adalah kesesatan dan penipuan. Ayat-ayat ini mengajak setiap mukmin untuk senantiasa mengarahkan segala hajat, harapan, dan ketakutan hanya kepada Allah. Ketergantungan total kepada Allah (tawakkal) inilah yang akan memberikan ketenangan jiwa, kekuatan batin, dan keyakinan yang kokoh dalam menghadapi segala ujian dan cobaan hidup.
Secara keseluruhan, rentang ayat Ali Imran 80-100 memberikan refleksi mendalam tentang pondasi keimanan, tanggung jawab kenabian, dan urgensi untuk menjaga kemurnian ajaran Islam. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk melakukan introspeksi diri, mengoreksi keyakinan dan amalan yang mungkin telah menyimpang, serta memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT. Dengan memahami dan mengamalkan hikmah dari ayat-ayat ini, kita diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih kokoh dalam akidah, bijak dalam berinteraksi, dan senantiasa berada di jalan kebenaran yang diridhai-Nya.