Dongeng "Bawang Merah Bawang Putih" adalah salah satu kisah moral paling populer di nusantara. Kisah ini secara lugas menggambarkan pertarungan antara kebaikan yang tulus (Bawang Putih) melawan keserakahan dan iri hati yang dimanifestasikan oleh kejahatan (Bawang Merah dan ibunya). Struktur alur ceritanya sangat jelas, mengikuti pola klasik antagonis yang menindas protagonis, diikuti oleh ujian kebaikan, dan akhirnya datangnya ganjaran serta hukuman.
Alur dimulai dengan pengenalan tokoh utama: Bawang Putih, seorang gadis yang baik hati, sabar, dan pekerja keras. Ia hidup bersama ibu kandungnya yang sangat menyayanginya. Namun, kebahagiaan itu sirna ketika sang ayah meninggal dunia. Tak lama kemudian, ayah Bawang Putih menikah lagi dengan seorang janda yang memiliki seorang anak perempuan bernama Bawang Merah.
Titik Balik Awal: Kematian ayah Bawang Putih membawa bencana. Ibu tiri yang jahat dan Bawang Merah, anak kandungnya yang manja dan pemalas, mulai menunjukkan sifat asli mereka. Kebaikan Bawang Putih tidak dihargai; sebaliknya, ia dijadikan budak di rumahnya sendiri.
Fase konflik didominasi oleh perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh Bawang Merah dan ibunya terhadap Bawang Putih. Bawang Putih dipaksa melakukan semua pekerjaan rumah tangga yang berat, sementara Bawang Merah menikmati hidupnya. Meskipun terus-menerus dirundung, Bawang Putih tetap menunjukkan sifat pemaaf dan taat.
Puncak dari konflik ini biasanya terjadi ketika ada tugas yang sengaja dibuat mustahil untuk diselesaikan Bawang Putih. Salah satu adegan ikonik adalah ketika ibu tiri sengaja menyuruh Bawang Putih mencari bawang yang sudah dikupas atau meminta bantuan makhluk gaib (seringkali digambarkan sebagai Nenek penunggu sumur atau hutan).
Klimaks cerita terjadi ketika Bawang Putih melalui ujian kesabaran yang paling berat, seringkali berkaitan dengan hilangnya barang milik ibu tiri (misalnya, selendang atau periuk kesayangan) yang kemudian jatuh ke sumur atau ditemukan oleh makhluk gaib. Bawang Putih harus menuruni sumur keramat atau masuk ke dalam gua.
Di dalam gua atau sumur tersebut, Bawang Putih bertemu dengan Nenek tua yang baik hati (atau sosok ajaib lainnya). Sebagai imbalan atas kesopanan, kejujuran, dan kesediaannya membantu Nenek tersebut, Bawang Putih dihadiahi dua labu ajaib. Nenek berpesan agar labu tersebut dibuka setelah ia sampai di rumah.
Ketika Bawang Putih kembali, ia membagi hadiah labu tersebut secara jujur kepada ibu tiri dan Bawang Merah. Bawang Putih mengambil labu kecil karena ia merasa cukup dengan kebaikan yang ia terima. Namun, sifat serakah Bawang Merah muncul. Setelah Bawang Putih pergi (seringkali ia dipaksa pergi ke pasar atau disuruh mencari sesuatu), Bawang Merah merebut labu besar.
Ini adalah titik balik kedua. Bawang Merah dan ibunya berharap labu besar akan berisi harta yang jauh lebih banyak. Saat labu dibuka, alih-alih harta, keluarlah berbagai perhiasan atau kain yang kemudian dijual untuk mendapatkan kekayaan. Tentu saja, hal ini semakin membuat mereka iri dan tamak.
Kembali ke keserakahan, Bawang Merah dan ibunya memaksa Bawang Putih untuk memberitahu rahasia labu itu. Mereka kembali ke tempat Nenek dan menuntut labu yang lebih besar atau meminta lebih banyak harta. Kali ini, karena kesombongan dan keserakahan, Nenek memberikan labu yang berisi ular berbisa, atau makhluk jahat lainnya.
Ketika Bawang Merah dan ibunya membuka labu tersebut di rumah, mereka mendapatkan balasan setimpal atas perbuatan jahat mereka. Mereka dihukum oleh isi labu tersebut, sementara Bawang Putih, yang tetap berhati tulus, hidup damai. Dalam beberapa versi, Bawang Putih akhirnya bertemu dengan pangeran tampan yang terkesan oleh kebaikan dan kecantikannya, menandakan akhir bahagia yang pantas ia terima.
Pesan Moral Utama: Kesabaran dan kejujuran akan selalu mengalahkan keserakahan dan kejahatan pada akhirnya.