Latar Belakang dan Ayat
Surat An-Nahl (Lebah), surat ke-16 dalam Al-Qur'an, sarat dengan bukti-bukti keagungan Allah SWT, terutama melalui ciptaan-Nya. Salah satu ayat yang menyoroti kekuasaan dan keadilan-Nya adalah ayat ke-57. Ayat ini berbicara tentang bagaimana kaum musyrik menisbatkan anak-anak perempuan kepada Allah, sebuah klaim yang sangat kontras dengan pengakuan mereka terhadap kebaikan yang telah dilimpahkan kepada mereka.
Ayat ini merupakan teguran keras dari Allah SWT terhadap praktik jahiliyah di mana orang Arab kuno, atau bahkan sebagian masyarakat dari bangsa lain pada masa itu, meyakini bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Konsep ini sangat bertentangan dengan tauhid, konsep keesaan Allah.
Analisis Kontradiksi dalam Keyakinan
Inti dari teguran dalam An-Nahl 57 terletak pada kontradiksi logis dan moral yang mereka anut. Allah menyucikan diri-Nya (Subhanahu) dari klaim memiliki anak. Setelah itu, Al-Qur'an menyoroti kebiasaan buruk mereka dalam memilih nasib: "dan bagi mereka apa yang mereka inginkan."
Para mufassir menjelaskan bahwa ketika seorang laki-laki dari kaum musyrik mendapat kabar kelahiran anak perempuan, ia sering merasa malu dan kecewa, bahkan sampai mengubur hidup-hidup bayinya. Ironisnya, mereka kemudian mengklaim bahwa makhluk seindah dan semulia itu (yaitu anak perempuan) adalah untuk Allah, sementara mereka sendiri menginginkan yang terbaik (yaitu anak laki-laki) untuk kelangsungan nama dan kehormatan mereka.
Tindakan ini menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memahami kesempurnaan dan keagungan Allah. Allah Maha Tinggi (Maha Suci) dari segala kekurangan, termasuk kebutuhan untuk memiliki keturunan. Kebutuhan akan keturunan adalah sifat makhluk yang fana, bukan sifat Sang Pencipta yang abadi dan sempurna.
Keagungan Tauhid dan Penolakan Klaim
Penegasan "Mahasuci Dia" adalah penekanan fundamental dalam Islam. Tauhid adalah pondasi ajaran, dan menisbatkan apapun kepada Allah yang mengurangi kesempurnaan-Nya adalah bentuk kekufuran terbesar. Allah tidak membutuhkan pembela, tidak membutuhkan pewaris, dan tidak tunduk pada logika atau keinginan manusia yang terbatas.
Ayat ini juga mengandung pelajaran bahwa segala pemikiran yang merendahkan kesempurnaan Allah harus ditolak mentah-mentah. Ketika seseorang mengklaim sesuatu tentang Tuhan berdasarkan asumsi atau hawa nafsu manusianya, maka kebenaran wahyu harus menegaskan kembali kemahatinggian Allah.
Pelajaran Spiritual
An-Nahl ayat 57 mengingatkan umat Islam tentang urgensi menjaga kemurnian akidah (tauhid). Setiap klaim yang dilekatkan kepada Allah harus melalui saringan wahyu, bukan melalui prasangka, budaya, atau keinginan pribadi. Penghormatan sejati kepada Tuhan terletak pada pengakuan mutlak atas keunikan dan kesempurnaan-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat seperti ini.
Selain itu, ayat ini secara tidak langsung menantang bagaimana manusia memandang anak perempuan. Jika mereka merasa anak perempuan adalah beban yang tidak diinginkan untuk diri mereka, tetapi berani menisbatkannya kepada Sang Pencipta, ini menunjukkan kedangkalan spiritual yang serius. Islam mengajarkan bahwa semua ciptaan Allah adalah baik dan memiliki kedudukan mulia, terutama anak perempuan yang didoakan mendapat rahmat dan penghormatan dalam Islam.
Memahami ayat ini membantu memperkuat fondasi iman, mendorong refleksi mendalam mengenai siapa Allah sebenarnya, dan menjauhkan diri dari segala bentuk takhayul atau pemahaman keliru tentang Dzat Yang Maha Esa.