Surah An-Nahl, atau "Lebah", adalah surah ke-16 dalam Al-Qur'an yang kaya akan ayat-ayat bertema kebesaran Allah SWT, termasuk bukti-bukti alam semesta sebagai tanda kekuasaan-Nya. Salah satu ayat yang sarat makna dan sering menjadi perenungan adalah ayat ke-85, An Nahl 85.
Ilustrasi perumpamaan jalan iman menuju cahaya.
Teks dan Terjemahan An Nahl Ayat 85
Ayat ini menggambarkan kondisi orang-orang yang telah menerima kebenaran namun berpaling darinya, serta balasan yang menanti mereka:
Ayat ini menegaskan sebuah kepastian. Ketika azab (hukuman dari Allah) yang telah dijanjikan itu benar-benar tiba dan disaksikan secara langsung oleh mereka yang telah melakukan kezaliman (d الظَّالِمُونَ - adh-dhālimūn), maka tidak ada lagi kesempatan untuk memohon penangguhan atau keringanan. Ini berbeda dengan kondisi ketika mereka di dunia, di mana Allah masih memberikan waktu dan kesempatan untuk bertobat.
Konteks Ayat: Ketika Kesempatan Berakhir
Untuk memahami kedalaman An Nahl 85, kita perlu melihat konteks surah secara keseluruhan. Surah An-Nahl banyak membahas tentang keesaan Allah, nikmat-nikmat-Nya, dan peringatan keras bagi mereka yang menyekutukan-Nya atau menolak seruan tauhid. Ayat 85 ini berfungsi sebagai penutup retoris terhadap pembahasan peringatan tersebut.
Orang-orang yang dimaksud dengan "yang berbuat zalim" dalam konteks ini umumnya merujuk pada:
- Orang musyrik yang menolak keras dakwah Nabi Muhammad SAW.
- Setiap individu yang menyalahgunakan nikmat Allah dan memilih jalan kemaksiatan hingga akhir hayatnya.
Penekanan pada frasa "tidak diringankan bagi mereka" (لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ) menunjukkan bahwa hukuman yang mereka terima adalah setimpal dan mutlak. Tidak ada negosiasi, tidak ada penundaan, karena waktu untuk beriman dan beramal saleh telah habis.
Relevansi Iman dan Kehidupan Sehari-hari
Meskipun ayat ini berbicara tentang azab di akhirat, pelajarannya sangat relevan untuk kehidupan muslim saat ini. Peringatan ini mendorong seorang mukmin untuk:
1. Menghindari Kezaliman (Syirk dan Maksiat)
Kezaliman terbesar adalah syirik (menyekutukan Allah). Namun, kezaliman juga mencakup menzalimi diri sendiri dengan melakukan dosa besar atau menunda pertobatan. Ayat ini mengingatkan bahwa penundaan pertobatan di dunia akan berujung pada penyesalan yang sia-sia di akhirat.
2. Segera Merespon Tanda-tanda Peringatan
Seringkali, sebelum azab besar datang, Allah SWT mengirimkan "peringatan-peringatan" atau "tanda-tanda" di kehidupan duniawi, baik melalui bencana alam, sakit penyakit, atau melalui ayat-ayat Al-Qur'an itu sendiri. Ketika kita mendengar peringatan (baik dari ayat suci atau dari realitas alam), inilah saatnya untuk segera berintrospeksi.
3. Pentingnya Tawakkul dan Amal Saleh
Sebaliknya, bagi orang yang beriman, mereka berpegang teguh pada janji Allah akan pertolongan dan rahmat-Nya, selama mereka berada di jalan yang benar. Mereka tidak hanya beriman secara lisan, tetapi juga membuktikannya dengan amal saleh, sehingga ketika datang "waktu penagihan", mereka tidak akan termasuk dalam golongan yang diazab.
Perbedaan dengan Keringanan Duniawi
Islam mengajarkan bahwa Allah Maha Pengampun dan seringkali menunda hukuman di dunia sebagai bentuk rahmat-Nya. Contohnya, seseorang yang melakukan maksiat mungkin tidak langsung dihukum secara fisik. Namun, An Nahl 85 menjelaskan bahwa dinamika ini berubah total pada Hari Penghakiman. Ketika pintu penerimaan taubat tertutup, konsep "penangguhan" atau "keringanan" hilang sama sekali.
Ayat ini berfungsi sebagai alarm terakhir, sebuah penegasan final bahwa setiap tindakan akan mendapatkan konsekuensi yang setimpal. Memahami kedalaman ayat ini seharusnya memotivasi kita untuk memaksimalkan setiap detik kehidupan dunia untuk berbuat baik dan menjauhi segala bentuk kezaliman, sebelum terlambat untuk memohon tangguh.