Representasi visual arsip dan pencarian informasi.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bukanlah sekadar gudang penyimpanan dokumen tua. ANRI adalah jantung memori kolektif bangsa, sebuah institusi vital yang menjembatani masa lalu, masa kini, dan masa depan Indonesia. Lembaga ini memiliki peran tak tergantikan dalam menjaga kedaulatan informasi negara, memastikan akuntabilitas administrasi publik, dan menyediakan sumber primer bagi penelitian sejarah, sosiologi, hingga hukum.
Keberadaan arsip mendefinisikan identitas sebuah negara. Tanpa rekaman resmi yang autentik, sejarah akan menjadi mitos yang mudah dimanipulasi, dan hak-hak warga negara sulit dipertanggungjawabkan. ANRI berdiri sebagai benteng pelindung kebenaran dokumenter, mengelola warisan yang tak ternilai harganya mulai dari surat-surat kerajaan masa lampau hingga keputusan strategis era kemerdekaan dan reformasi.
Dalam konteks global yang semakin didominasi oleh data digital, peran ANRI bertransformasi. Tantangan yang dihadapi tidak hanya seputar pelestarian fisik kertas atau mikrofilm yang rentan, tetapi juga bagaimana mengelola dan mengamankan arsip elektronik yang masif, memastikan aksesibilitas publik, dan mempertahankan integritasnya dalam lanskap teknologi yang berubah cepat. Memahami ANRI berarti memahami bagaimana Indonesia merekam, menyimpan, dan menggunakan sejarahnya sendiri untuk membentuk masa depan.
Perjalanan ANRI sebagai lembaga kearsipan nasional memiliki akar yang sangat panjang dan kompleks, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lembaga ini merupakan evolusi dari berbagai sistem penyimpanan catatan yang telah berlangsung selama berabad-abad, mencerminkan pergantian rezim dan perubahan administrasi pemerintahan.
Sistem kearsipan modern di Indonesia pertama kali terlihat pada masa kekuasaan VOC di abad ke-17. Pada saat itu, catatan dan surat-surat dagang VOC dikelola oleh Dewan Hindia (Raad van Indië). Meskipun tujuannya adalah murni kepentingan komersial dan administrasi kolonial, praktik penyimpanan rekaman ini menjadi cikal bakal organisasi arsip yang lebih terstruktur. Arsip-arsip ini dikenal sebagai ‘Arsip VOC’ dan kini menjadi khazanah penting yang tersebar di beberapa negara, termasuk sebagian besar di Indonesia dan Belanda.
Setelah VOC bangkrut dan wilayahnya diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1800, kebutuhan akan organisasi arsip yang lebih formal semakin mendesak. Pada tanggal 28 Januari 1892, didirikanlah Landarchief (Arsip Negara). Pendirian ini sering dianggap sebagai tonggak formal berdirinya lembaga kearsipan nasional. Landarchief dipimpin oleh seorang Landarchivaris. Tugas utamanya adalah mengumpulkan, mengatur, dan memelihara arsip-arsip dari pemerintah kolonial, serta menyediakannya untuk penelitian. Periode ini adalah masa di mana metodologi kearsipan modern (berdasarkan standar Eropa) mulai diterapkan di Nusantara. Struktur dan sistem klasifikasi yang mereka gunakan menjadi fondasi bagi banyak praktik kearsipan di masa setelah kemerdekaan.
Sejumlah arsiparis Belanda yang memimpin Landarchief melakukan upaya monumental dalam menyusun katalog dan inventaris arsip yang masif, khususnya arsip VOC dan arsip masa Daendels-Raffles. Karya-karya mereka, meskipun disusun dari perspektif kolonial, sangat berharga karena menyediakan akses terstruktur terhadap ribuan dokumen penting.
Selama masa pendudukan militer Jepang, Landarchief berganti nama menjadi Kōbunsho-kan. Meskipun terjadi perubahan nama dan beberapa arsip penting dipindahkan atau mengalami kerusakan, esensi institusi ini tetap bertahan. Periode ini juga ditandai dengan upaya Jepang untuk menguasai informasi administratif dan strategis yang ditinggalkan oleh Belanda, menambah lapisan kerumitan dalam struktur arsip yang ada.
Setelah proklamasi kemerdekaan, lembaga ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan namanya disesuaikan beberapa kali. Pada tahun 1951, namanya menjadi Arsip Negara. Puncaknya, pada tahun 1967, melalui Keputusan Presiden Nomor 26/1967, lembaga ini secara resmi ditetapkan sebagai Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Perubahan ini tidak hanya simbolis; penetapan ANRI menandai pengakuan negara terhadap pentingnya kearsipan sebagai pilar manajemen pemerintahan dan identitas bangsa.
Mandat ANRI diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Undang-undang ini merupakan payung hukum pertama yang secara komprehensif mengatur tata kelola arsip di seluruh wilayah Indonesia, membedakan antara arsip dinamis (yang masih digunakan oleh instansi) dan arsip statis (yang telah diserahkan ke ANRI).
ANRI memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam struktur pemerintahan Indonesia, berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Status ini memastikan independensi ANRI dalam menjalankan fungsinya sebagai penjaga memori negara, bebas dari intervensi kepentingan sektoral. Landasan hukum utama yang saat ini menjadi pedoman operasional ANRI adalah:
UU 43/2009 merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya, dirancang untuk menghadapi tantangan era digital, otonomi daerah, dan tuntutan akuntabilitas publik yang lebih tinggi. Undang-undang ini sangat mendalam, mengatur berbagai aspek mulai dari penciptaan arsip hingga pemusnahannya, dan memberikan ANRI kewenangan yang luas.
Beberapa poin krusial yang diatur dalam UU 43/2009 meliputi:
Secara struktural, ANRI berfungsi sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan memiliki peran ganda:
Tugas pokok ANRI dapat diringkas menjadi empat pilar fungsional yang saling berkaitan. Setiap pilar memerlukan keahlian spesifik dan infrastruktur canggih.
Akuisisi adalah proses penerimaan arsip statis dari lembaga-lembaga pencipta (Kementerian, Lembaga, Pemda) setelah masa retensi arsip inaktifnya berakhir. Proses ini sangat selektif, karena hanya arsip yang memiliki nilai guna sejarah, hukum, kebudayaan, atau ilmu pengetahuan abadi yang diselamatkan.
Penentuan apakah sebuah arsip layak diselamatkan atau dimusnahkan didasarkan pada Jadwal Retensi Arsip (JRA) yang ditetapkan oleh pencipta arsip dan disetujui oleh ANRI. Arsip yang diselamatkan disebut arsip statis dan masuk ke Khazanah Arsip Nasional. Nilai guna yang dinilai meliputi:
ANRI juga aktif dalam penyelamatan arsip bencana alam (seperti arsip Tsunami Aceh atau bencana di Palu) dan arsip sejarah yang dimiliki oleh tokoh-tokoh bangsa atau keluarga penting. Dalam era informasi yang berlimpah, tugas akuisisi menjadi lebih sulit karena harus menyaring volume data yang sangat besar yang dihasilkan oleh sistem pemerintahan elektronik.
Setelah arsip diakuisisi, ia tidak dapat langsung digunakan. Arsip harus diolah dan dideskripsikan secara metodologis. Pengolahan bertujuan untuk menciptakan sarana temu balik (finding aids) yang efisien, sehingga pengguna dapat menemukan dokumen yang mereka cari di antara jutaan lembar kertas atau file digital.
Sarana temu balik utama meliputi inventaris arsip, daftar arsip, dan katalog. Proses ini melibatkan:
Pengolahan yang baik adalah kunci untuk membuka akses sejarah. Sebuah arsip yang tidak diolah dengan baik sama saja dengan arsip yang hilang, meskipun fisiknya ada.
Ini adalah fungsi utama ANRI yang paling membutuhkan investasi teknologi tinggi. Arsip di Indonesia, yang sebagian besar berasal dari iklim tropis yang lembap, sangat rentan terhadap kerusakan akibat jamur, serangga, keasaman kertas, dan bencana alam.
Unit konservasi ANRI melakukan tindakan kuratif (perbaikan) dan preventif (pencegahan). Tindakan kuratif mencakup deasidifikasi (menghilangkan asam dari kertas), laminasi, penjahitan kembali, hingga restorasi manuskrip kuno. Tindakan preventif melibatkan pengendalian lingkungan penyimpanan (suhu 18–20°C dan kelembaban 50–60%), penggunaan boks penyimpanan bebas asam, dan sterilisasi berkala.
Alih media adalah proses pemindahan informasi dari format fisik (kertas, pita magnetik) ke format digital. Ini dilakukan tidak hanya untuk memudahkan akses, tetapi juga sebagai tindakan mitigasi risiko. Arsip yang sangat rapuh dapat diistirahatkan setelah dilakukan digitalisasi beresolusi tinggi. Tantangan terbesar dalam preservasi digital adalah obsolescence (keusangan teknologi) – memastikan file yang disimpan hari ini dapat dibuka dengan teknologi 50 tahun mendatang.
Arsip memiliki nilai tertinggi ketika dimanfaatkan. ANRI wajib menyediakan layanan publik yang mudah diakses dan inklusif. Pemanfaatan arsip mencakup keperluan pemerintahan (pembuktian hukum, penentuan batas wilayah) dan keperluan publik (penelitian, genealogi, pendidikan).
Meskipun ANRI menjunjung tinggi prinsip keterbukaan informasi, akses terhadap arsip diatur ketat oleh UU Kearsipan dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Arsip yang mengandung rahasia negara, data pribadi yang sensitif, atau informasi yang dapat mengganggu stabilitas negara memiliki masa tunggu (retensi kerahasiaan) sebelum dapat dibuka secara umum. Masa retensi standar bagi arsip rahasia negara seringkali mencapai 25 hingga 50 tahun.
ANRI menyelenggarakan pameran arsip, seminar, dan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya warisan dokumenter. Pemanfaatan arsip juga didukung melalui penerbitan sumber-sumber primer yang telah dialihmedia dan diterjemahkan, menjadikan sejarah lebih mudah dijangkau oleh akademisi dan masyarakat luas.
Dalam rangka menyambut era Kearsipan 4.0 dan menjamin ketersediaan arsip yang terintegrasi, ANRI menginisiasi dan mengelola dua sistem utama yang menjadi tulang punggung manajemen informasi negara: Sistem Kearsipan Nasional (SKN) dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN).
SKN adalah kerangka kerja tata kelola yang memastikan bahwa penyelenggaraan kearsipan dilakukan secara baku, menyeluruh, dan terpadu di seluruh Indonesia, dari pusat hingga ke daerah. SKN berfungsi sebagai sistem pembinaan, standarisasi, dan pengawasan.
Tiga komponen utama dalam SKN:
JIKN adalah platform teknologi informasi yang berfungsi sebagai portal tunggal bagi masyarakat untuk mencari dan mengakses deskripsi arsip yang dikelola oleh ANRI dan seluruh lembaga kearsipan daerah. JIKN bukanlah tempat menyimpan semua file arsip, melainkan tempat menyimpan data metadata (informasi deskriptif) dari arsip tersebut.
Pembangunan JIKN merupakan upaya masif yang memerlukan koordinasi intensif antar pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam hal keseragaman perangkat lunak dan komitmen pengisian data yang berkelanjutan. Ketika JIKN berfungsi optimal, ia menjadi manifestasi nyata dari transparansi informasi publik.
Transisi dari arsip berbasis kertas menuju arsip berbasis elektronik (e-Arsip) telah mengubah paradigma kearsipan secara fundamental. ANRI memegang peran krusial dalam memastikan bahwa data digital yang diciptakan oleh pemerintah hari ini tidak hilang ditelan oleh zaman.
Berbeda dengan kertas yang kerusakannya terlihat fisik, arsip digital menghadapi ancaman yang lebih abstrak:
ANRI menerapkan strategi multi-lapisan untuk preservasi digital:
Keberhasilan preservasi digital ANRI adalah penentu utama bagi akuntabilitas administrasi negara di masa depan, karena hampir seluruh transaksi pemerintahan kini bersifat elektronik.
Khazanah arsip yang dikelola oleh ANRI mencerminkan perjalanan sejarah Indonesia secara utuh, menjangkau masa pra-kemerdekaan hingga era kontemporer. Kekayaan ini dibagi menjadi beberapa kelompok utama berdasarkan periode penciptaannya.
Kelompok ini adalah salah satu yang tertua dan paling berharga. Meliputi surat-surat keputusan, perjanjian, laporan keuangan, dan peta yang dibuat oleh VOC (sejak abad ke-17) dan Pemerintah Hindia Belanda. Arsip-arsip ini menjadi sumber primer penting bagi kajian imperialisme, perdagangan rempah-rempah, dan struktur sosial masyarakat kolonial.
Contoh signifikan:
Meskipun banyak catatan organisasi pergerakan yang bersifat rahasia dan sulit ditemukan, ANRI menyimpan arsip penting yang berkaitan dengan sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, dokumen-dokumen yang menjadi dasar filosofis dan konstitusional negara Indonesia.
Ini adalah arsip yang paling emosional dan penting bagi legitimasi negara. Termasuk teks proklamasi (baik otentikasi maupun salinan resmi), surat-surat perintah perang, catatan Kabinet Sjahrir, dan arsip diplomatik perjuangan pengakuan kedaulatan di dunia internasional.
Khazanah ini sangat besar, mencakup seluruh kebijakan pembangunan ekonomi, politik, dan sosial selama masa kepemimpinan Sukarno dan Soeharto. Arsip Orde Baru seringkali memicu perdebatan mengenai aksesibilitas, mengingat sensitivitas politik beberapa materi di dalamnya. ANRI memainkan peran penyeimbang dalam menentukan kapan arsip-arsip ini dapat diakses publik, dengan mempertimbangkan kepentingan negara dan hak masyarakat untuk mengetahui.
Meliputi arsip kebijakan desentralisasi, penanganan krisis ekonomi 1998, dan berbagai undang-undang reformasi yang mendefinisikan Indonesia modern. Tantangan utama di sini adalah memastikan arsip ini dikelola dalam format digital yang sesuai standar kearsipan sejak awal penciptaannya oleh instansi.
Penyelenggaraan kearsipan tidak hanya menjadi tanggung jawab pusat. Otonomi daerah menempatkan Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai ujung tombak pelaksanaan kearsipan di wilayah masing-masing.
LKD bertanggung jawab mengelola arsip statis yang dihasilkan oleh pemerintah daerah setempat. Ini mencakup catatan sejarah lokal, arsip pembangunan daerah, dan dokumen-dokumen unik yang berkaitan dengan kebudayaan lokal. LKD adalah cermin sejarah suatu wilayah.
Namun, LKD sering menghadapi tantangan serius:
ANRI berperan aktif dalam mengatasi disparitas kualitas kearsipan ini. Melalui program pembinaan dan bimbingan teknis (Bimtek), ANRI membantu LKD dalam menyusun JRA, melakukan penataan dan preservasi arsip, serta mengintegrasikan data mereka ke dalam JIKN. Keterpaduan antara ANRI dan LKD sangat penting untuk memastikan tidak ada fragmen sejarah nasional yang hilang di tingkat lokal.
Ketersediaan arsip yang terbuka memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan sejarah, akuntabilitas pemerintah, dan kesehatan demokrasi.
ANRI memberikan kontribusi fundamental pada pendidikan. Arsip menyediakan bukti yang tidak terbantahkan, memungkinkan pelajar dan mahasiswa untuk melampaui buku teks dan berinteraksi langsung dengan dokumen asli. Program layanan penelitian ANRI menarik ribuan peneliti setiap tahun, mulai dari mahasiswa yang menyusun skripsi hingga sejarawan senior yang menulis disertasi.
ANRI juga aktif menerbitkan buku-buku sumber sejarah yang difasilitasi oleh arsip, seperti koleksi pidato tokoh bangsa, dokumen perjanjian penting, atau catatan harian pejabat negara, memperkaya referensi akademik di Indonesia.
Dalam birokrasi, arsip berfungsi sebagai memori institusional. Jika sebuah kementerian tidak memiliki arsip yang baik, setiap pergantian pimpinan atau pegawai akan mengakibatkan hilangnya pengetahuan kolektif (institutional memory loss). ANRI, melalui fungsi pembinaannya, memaksa instansi pemerintah untuk menciptakan dan memelihara arsip dinamis mereka, memastikan bahwa keputusan dan kebijakan didasarkan pada rekaman yang terdokumentasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sejalan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, ANRI memastikan bahwa batasan kerahasiaan tidak digunakan secara sewenang-wenang. Dengan adanya JRA dan ketentuan masa retensi, publik memiliki kepastian kapan sebuah informasi yang dulunya rahasia akan menjadi terbuka. Ini adalah mekanisme penting dalam menjaga keseimbangan antara keamanan negara dan hak masyarakat untuk mengetahui.
Meskipun ANRI telah mencapai kemajuan signifikan, terutama dalam digitalisasi dan legislasi, lembaga ini menghadapi tantangan besar yang harus diatasi untuk menjamin keberlanjutan kearsipan nasional.
Indonesia adalah negara yang rawan bencana alam. Arsip fisik sangat rentan terhadap gempa bumi, banjir, dan kebakaran. Meskipun ANRI telah membangun fasilitas penyimpanan yang lebih modern, risiko ini tetap tinggi, terutama di LKD yang infrastrukturnya terbatas. Strategi mitigasi harus mencakup tidak hanya pembangunan bunker penyimpanan yang kuat, tetapi juga program alih media massal (digitalisasi) sebagai tindakan duplikasi keamanan.
Banyak arsip statis yang diserahkan ke ANRI dalam kondisi yang buruk karena manajemen arsip dinamis (arsip yang masih aktif di instansi pencipta) yang lemah. Seringkali, arsip diserahkan tanpa penataan yang benar, atau bahkan arsip penting telah hilang atau rusak sebelum mencapai masa retensi. ANRI harus memperkuat fungsi pengawasannya agar instansi pemerintahan benar-benar menerapkan tata kelola arsip dinamis yang memadai sejak awal.
Arsiparis masa depan harus menguasai ilmu kearsipan tradisional (paleografi, konservasi kertas) sekaligus teknologi informasi (data science, cloud computing, keamanan siber). Kebutuhan akan arsiparis digital yang ahli sangat tinggi, dan ANRI perlu investasi besar dalam pendidikan dan pengembangan profesionalisme untuk mengisi kesenjangan keahlian ini.
Volume data yang dihasilkan oleh sistem e-Government seperti e-KTP, e-Budgeting, atau sistem data kesehatan sangat masif dan bersifat big data. Mengubah data mentah ini menjadi arsip yang terstruktur, autentik, dan dapat diakses jangka panjang adalah tantangan teknologi dan metodologis terbesar. Ini memerlukan kolaborasi erat antara ANRI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta para ahli big data.
ANRI adalah benteng pertahanan terakhir bagi kebenaran sejarah dan akuntabilitas pemerintah. Dalam dunia yang semakin dinamis dan penuh disinformasi, peran ANRI sebagai lembaga yang menjamin integritas dan otentisitas dokumen negara semakin penting. Arsip yang dikelola ANRI tidak hanya menceritakan apa yang telah terjadi, tetapi juga berfungsi sebagai bukti hak, batas kedaulatan, dan pijakan hukum bagi setiap warga negara.
Sebagai penjaga memori bangsa, ANRI terus bertransformasi, beradaptasi dengan teknologi baru sambil mempertahankan nilai-nilai inti dari kearsipan: kepastian, keautentikan, dan aksesibilitas. Komitmen terhadap kearsipan adalah cerminan dari komitmen suatu bangsa terhadap masa depannya sendiri. Dengan menjaga arsip, Indonesia memastikan bahwa kisah masa lalunya akan selalu tersedia sebagai panduan untuk generasi yang akan datang.
Upaya kolektif untuk mendukung ANRI, baik melalui kebijakan anggaran, penelitian, maupun kesadaran publik, adalah investasi abadi dalam kedaulatan informasi nasional. Melalui JIKN dan program-program modernisasi, ANRI berada di jalur yang tepat untuk menjadi lembaga kearsipan modern yang siap menghadapi kompleksitas abad ke-21.
Pengelolaan arsip adalah tugas tanpa akhir yang berkelanjutan. Setiap dokumen yang diselamatkan, setiap lembar yang direstorasi, dan setiap byte data yang diautentikasi adalah kontribusi nyata bagi masa depan Indonesia yang berdasarkan pada bukti dan pengetahuan historis yang kuat.
Untuk memahami kompleksitas pekerjaan ANRI, penting untuk meninjau secara lebih rinci bagaimana klasifikasi arsip dilakukan dan mengapa keberagaman format arsip memerlukan penanganan khusus.
Arsip di ANRI tidak hanya berupa kertas. Terdapat berbagai format media yang memerlukan teknik preservasi yang berbeda-beda:
Dua prinsip kearsipan internasional yang sangat dijunjung ANRI adalah:
Pelanggaran terhadap dua prinsip ini akan mengakibatkan hilangnya nilai bukti dan informasi dari arsip tersebut, menjadikannya tumpukan kertas tanpa konteks sejarah yang jelas.
ANRI juga terlibat dalam isu-isu kearsipan yang berkaitan dengan perubahan iklim dan hak asasi manusia. Arsip menjadi kunci dalam litigasi dan penelitian yang berkaitan dengan dampak lingkungan dan pelanggaran hak.
Arsip yang berkaitan dengan peristiwa sensitif seperti pelanggaran HAM masa lalu memiliki nilai bukti yang sangat tinggi. ANRI berperan dalam mengamankan dan mengelola arsip-arsip yang mungkin menjadi dasar rekonsiliasi atau proses peradilan. Keseimbangan antara keterbukaan dan perlindungan saksi atau korban menjadi isu etika yang kompleks dalam penanganan jenis arsip ini.
Arsip data meteorologi, data pengawasan lingkungan, dan kebijakan kehutanan yang tersimpan di ANRI (atau di lembaga terkait yang berada di bawah pembinaan ANRI) menjadi sumber data historis penting bagi ilmuwan yang mempelajari perubahan iklim di Indonesia. Ketepatan dan kelengkapan arsip ini dapat mempengaruhi kebijakan adaptasi dan mitigasi bencana di masa depan.
ANRI harus proaktif dalam mengidentifikasi arsip-arsip yang memiliki nilai guna ekologis dan sosial, memisahkannya, dan memprioritaskan digitalisasi agar dapat diakses oleh komunitas ilmiah global dan lokal.
Untuk menjaga standar kearsipan yang relevan, ANRI aktif terlibat dalam forum internasional dan membangun kapasitas melalui kerjasama global.
ANRI adalah anggota aktif dari International Council on Archives (ICA) dan Southeast Asia Pacific Regional Branch (SARBICA). Keanggotaan ini memungkinkan ANRI untuk berbagi praktik terbaik, mengikuti perkembangan teknologi kearsipan terbaru, dan berpartisipasi dalam proyek-proyek kearsipan global.
Melalui ICA, ANRI mendapatkan akses pada pedoman internasional untuk preservasi digital (misalnya, standar OAIS - Open Archival Information System) dan etika kearsipan.
ANRI secara rutin berkolaborasi dengan arsip nasional negara lain, terutama Belanda dan Jepang, untuk menelusuri dan merepatriasi (mengembalikan) arsip-arsip sejarah Indonesia yang tersebar di luar negeri selama masa kolonial. Upaya repatriasi ini merupakan proses diplomatik yang panjang, namun esensial untuk melengkapi khazanah arsip nasional dan menegaskan kembali kedaulatan budaya Indonesia.
Transformasi layanan ANRI berfokus pada kemudahan akses, menjadikannya lembaga yang inklusif dan ramah pengguna. Pemanfaatan teknologi tidak hanya untuk penyimpanan, tetapi juga untuk penyebarluasan informasi.
Sejak diluncurkannya JIKN, ANRI telah secara masif meningkatkan layanan referensi digital. Pengunjung tidak lagi harus datang ke Jakarta hanya untuk memastikan keberadaan sebuah arsip. Mereka dapat melakukan pencarian awal secara daring, memesan bahan, dan bahkan mengakses salinan digital dari arsip yang telah terbuka untuk umum.
Semakin banyak masyarakat yang tertarik menelusuri sejarah keluarga mereka, terutama yang memiliki kaitan dengan masa kolonial atau tokoh-tokoh penting. ANRI menyediakan layanan khusus untuk kebutuhan genealogi, membantu individu menelusuri catatan sipil, akta kelahiran masa Hindia Belanda, atau dokumen kepemilikan tanah. Arsip menjadi alat otentikasi identitas dan sejarah personal.
Untuk menjangkau audiens yang lebih muda, ANRI memanfaatkan media digital untuk menyelenggarakan pameran virtual. Pameran ini menampilkan arsip-arsip pilihan, dikemas dengan narasi visual yang menarik, menjadikannya materi pembelajaran yang efektif bagi sekolah dan perguruan tinggi.
Secara keseluruhan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berdiri tegak sebagai fondasi dokumenter negara. Perjalanan panjang dari Landarchief kolonial hingga menjadi lembaga kearsipan modern yang berhadapan dengan data raya (big data) menunjukkan adaptabilitas dan pentingnya institusi ini. ANRI adalah janji kepada generasi penerus bahwa memori bangsa akan selalu terjaga, tersedia, dan autentik, menjadi panduan yang tak tergoyahkan dalam pembangunan Indonesia yang berbasis bukti.